BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease GOLD definisi PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracunberbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.
1
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT dari waktu ke waktu
tampak bahwa sekitar sepertiga morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah penyakit paru, termasuk didalamnya PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah
Tangga Departemen Kesehatan Republik Indonesia SKRT 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyebab tersering
kematian di Indonesia. Pada SKRT 1995 menduduki peringkat kelima. Diperkirakan di Indonesia terdapat 4,8 juta penderita PPOK dengan prevalensi
5,6.
16
Diperkirakan jumlah penderita PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta penderita dengan prevalens 6,3. Angka prevalens
berkisar 3,5-6,7 seperti di Cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang sebanyak 5.014 juta jiwa dan Vietnam sebesar 2.068 juta jiwa. Di
Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalens 5,5. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90
Universitas Sumatera Utara
penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok.
1
Di negara Amerika serikat dibutuhkan dana sekitar 29,5 US setahun untuk penatalaksanaan PPOK dengan
biaya tak langsung sebesar 20,4 US.
2
Berdasarkan kriteria ATS, penderita terbanyak berumur antara 71-80 tahun yaitu 33,9 dan kurang dari 50 tahun hanya 7,7 serta sebagian penderita
adalah laki-laki. Pada orang normal penurunan faal paru yaitu volume ekspirasi detik pertama 28 ml per tahun, sedangkan pada penderita PPOK antara 50-80 ml.
Di RS Persahabatan sebagai pusat rujukan paru nasional, PPOK menduduki peringkat ke-5 dari jumlah penderita yang berobat jalan serta menduduki
peringkat ke-4 dari jumlah penderita yang dirawat.
17
Asap rokok diketahui merupakan satu-satunya penyebab terpenting PPOK. Asap rokok bersama partikel berbahaya lainnya menyebabkan kerusakan jaringan
paru, disfungsi mukosilier dan inflamasi saluran napas dan sistemik. Mekanisme tersebut diperberat dengan berulangnya eksaserbasi penyakit dan berperan pada
terjadinya hiperinflasi dinamik paru, keterbatasan aliran udara ekspirasi, perubahan vaskuler paru dan disfungsi otot perifer yang memberikan gejala sesak
napas, batuk disertai produksi sputum, kelelahan, intolerans latihan, depresi dan kecemasan yang seluruhnya menjadi faktor penentu kualitas hidup penderita
PPOK.
18
Tidak banyak abnormalitas yang dijumpai pada pemeriksaan fisik. Wheezing tidak selalu ditemukan dan tidak berkorelasi dengan keparahan
obstruksi. Pemeriksaan klinis yang selalu dijumpai pada PPOK simptomatik adalah waktu ekspirasi memanjang yang paling baik didengar di depan laring saat
manuver forced expiratory. Ekspirasi yang 4 detik suatu indikasi yang bermakna dari obstruksi. Jika penyakit bertambah berat, kelainan fisik bertambah
jelas. Tampak barrel chest, pursed lip breathing, badan tambah kurus.
19
Universitas Sumatera Utara
PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto toraks hanya dapat memberi arah diagnosis PPOK. Pada tipe emfisema terlihat hiperinflasi,
hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung atau pendulum. Pada tipe bronkitis kronik, foto toraks bisa normal atau corakan
vaskuler bertambah pada 21 kasus.
19
Spirometri dapat dengan akurat digunakan untuk mendiagnosa PPOK dan menilai derajat keparahan penyakit. Spirometri sekarang menjadi baku emas
untuk mendiagnosa PPOK. Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik VEP1 dan penurunan kapasitas vital
paksa KVP. Nilai VEP1KVP selalu kurang dari 70 nilai normal. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK
dan memantau perjalanan penyakit.
1,2,19
Panduan mengenai derajatklassifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa institusi seperti American Thoracic Society ATS, European
Respiratory Society ERS, British Thoracic Society BTS dan terakhir adalah
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease GOLD. Keempat
panduan tersebut hanya mempunyai perbedaan sedikit, kesemuanya berdasarkan rasio VEP1KVP dan nilai VEP1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan
20,21
Derajat I 50
VEP1 Ringan
70 VEP1 Ringan
60 VEP180 Derajat 0
berisiko Derajat I
Ringan 80
VEP1 Derajat I
Ringan 80
VEP1 Derajat II
35 VEP150
Sedang 50
VEP170 Sedang
40 VEP160
Derajat IIa Sedang
50 VEP180 Derajat IIb
30 VEP150 Derajat II
Sedang 50 VEP180
Derajat III Berat
30 VEP150
Derajat III VEP1
35 Berat
VEP150 Berat
VEP140 Derajat III
Berat VEP1 50
gagal nagas atau gagal jantung
kanan atau VEP130
Derajat IV Sangat berat
VEP1 50 gagal nagas atau gagal
jantung kanan atau VEP130
ATS 1995 ERS 1995
BTS 1997 GOLD 2001
GOLD 2012
2.2. Mekanisme Pernapasan Dan Disfungsi Otot Skletal Pada PPOK