Mekanisme Pernapasan Dan Disfungsi Otot Skletal Pada PPOK

Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan 20,21 Derajat I 50฀ VEP1 Ringan 70฀ VEP1 Ringan 60฀ VEP180 Derajat 0 berisiko Derajat I Ringan 80 VEP1 Derajat I Ringan 80 VEP1 Derajat II 35฀ VEP150 Sedang 50฀ VEP170 Sedang 40฀ VEP160 Derajat IIa Sedang 50฀ VEP180 Derajat IIb 30฀ VEP150 Derajat II Sedang 50฀ VEP180 Derajat III Berat 30฀ VEP150 Derajat III VEP1 35 Berat VEP150 Berat VEP140 Derajat III Berat VEP1 50 gagal nagas atau gagal jantung kanan atau VEP130 Derajat IV Sangat berat VEP1 50 gagal nagas atau gagal jantung kanan atau VEP130 ATS 1995 ERS 1995 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD 2012

2.2. Mekanisme Pernapasan Dan Disfungsi Otot Skletal Pada PPOK

PPOK merupakan suatu penyakit progresif yang mengakibatkan kemunduran fungsi paru dan pertukaran gas secara bertahap. Manifestasi dini dari gejala PPOK adalah sesak napas saat beraktivitas dan pengurangan aktivitas. PPOK merupakan penyakit yang progresif dengan kerusakan dan remodelling jaringan paru, kurangnya elastic recoil, perubahan ventilasi dan perfusi, peningkatan frekuensi napas membuat sesak napas semakin menonjol ketika beraktivitas. 22 Kelainan saluran napas dan parenkim paru yang terjadi berpengaruh pada kerja otot-otot respirasi. Usaha inspirasi penderita PPOK meningkat lebih dari empat kali dibandingkan orang normal. Kehilangan elastic recoil menyebabkan volume paru saat relaksasi meningkat dan terjadi penutupan saluran napas kecil pada awal ekspirasi hiperinflasi statis. Ventilasi semenit saat istirahat meningkat 50 sebagai kompensasi terhadap gangguan pertukaran gas. Meningkatnya Universitas Sumatera Utara frekuensi napas menurunkan compliance paru dibawah nilai normal. Keterbatasan aliran udara ekspirasi yang terjadi pada 60 penderita PPOK menghambat proses pengosongan paru sehingga inspirasi dimulai pada saat paru belum mencapai volume relaksasinya hiperinflasi dinamik. 23 Penelitian terkini menyatakan bahwa PPOK bukan hanya sebagai penyakit saluran napas yang hanya memberikan gejala di saluran napas saja tetapi juga memiliki efek sistemik diantaranya inflamasi sistemik, kehilangan berat badan, gangguan nutrisi, disfungsi otot rangka, penyakit kardiovaskular, gangguan sistem saraf dan efek pada tulang rangka. Disfungsi otot didefinisikan sebagai keadaan berkurangnya kekuatan dan atau ketahanan otot. Kekuatan otot adalah kemampuan untuk menghasilkan tenaga maksimal dan ketahanan otot adalah kemampuan otot mempertahankan kerja dengan beban tertentu selama beberapa waktu. 24 Disfungsi otot rangka menjadi penyebab utama keterbatasan aktivitas atau intolerans latihan pada penderita PPOK selain beberapa faktor lain yang diperkirakan dapat menjelaskan terjadinya kemunduran otot rangka pada penderita PPOK. Kurangnya aktivitas, kurangnya penggunaan otot rangka menyebabkan atropi otot rangka. Hal lain yang juga berperan adalah inflamasi sistemik, ketidakseimbangan nutrisi, pemakaian kortikosteroid sistemik, hipoksemia, dan juga gangguan elektrolit. Inflamasi sistemik PPOK berhubungan dengan perubahan biokimiawi tubuh dan fungsi organ secara bermakna. Inflamasi sistemik dianggap menjadi dasar terjadinya kaheksia, kehilangan berat badan, osteoporosis, muscle wasting, gagal jantung, aterosklerosis, demensia, depresi dan kanker. 25,26 Perubahan otot rangka penderita PPOK terutama terjadi pada otot-otot tungkai seperti otot quadriseps. Otot ini mengalami kehilangan serat tipe I tipe Universitas Sumatera Utara aerobik, pengurangan enzim oksidatif dan meningkatnya apoptosis. 27,28 Gosker dkk. mendapatkan persentase serat otot tipe l sebanyak 16 pada penderita emfisema dibandingkan dengan kontrol 45. 28 Kelemahan otot juga berhubungan dengan level lnterleukin-8 dalam sirkulasi. Faktor lain yang menyebabkan kelemahan otot adalah stres oksidatif. Tavilani H pada tahun 2012 telah membuktikan terjadinya penurunan kapasitas antioksidan plasma pada penderita PPOK dan juga perokok serta terjadinya peningkatan stres oksidatif pada kedua kelompok ini. 29 Saat latihan terjadi peningkatan produksi radikal bebas oleh mitokondria dan jika mekanisme pertahanan tidak mencukupi akan terjadi proses oksidasi lemak dan protein. Atrofi otot dapat dilihat pada otot secara keseluruhan atau pada tingkat miosit tetapi dapat juga dinilai dengan memperkirakan kehilangan fat-free mass di tungkai. Perubahan otot rangka ini disebabkan oleh berubahnya gaya hidup penderita PPOK. Kemampuan oksidatif otot ini akan berkurang dari keadaan asidosis laktat akan lebih mudah terjadi pada latihan yang bersifat incremental. Asidosis laktat menjadi alasan mengapa penderita akan lebih awal menyelesaikan latihannya dan peningkatan ventilasi dibutuhkan untuk mengurangi kelebihan karbondioksida sebagai mekanisme kompensasi terhadap asidosis laktat. 18,30 Sindrom metabolik seperti hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia serta penyakit jantung sering dilaporkan sebagai faktor penyerta pada PPOK. Gangguan atau penyakit tersebut dapat memperburuk toleransi latihan pada penderita PPOK. Crisafulli dkk. mendapatkan prevalens sindrom metabolik sebanyak 61 dan penyakit jantung 24 sebagai penyerta pada 2962 penderita PPOK yang diteliti. Seluruh penyakit penyerta dalam penelitian ini memperburuk toleransi dan mengurangi efektifitas rehabilitasi. 31 Universitas Sumatera Utara Gas dan partikel berbahaya Karakteristik penyakit Gejala Keterbatasan ekspirasi, hiperinflasi Sesak, batuk, sputum Perubahan vaskuler Lelah Disfungsi otot perifer Intolerans latihan Depresi, cemas Gambar 2.1. Penurunan kualitas hidup penderita PPOK 16

2.3. Rehabilitasi Paru Pada PPOK

Dokumen yang terkait

Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

6 88 82

Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Index di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan

2 58 67

Penilaian tingkat risiko dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif kronik pada Masyarakat Binaan KPKM Buaran Tahun 2015

0 5 67

PENGARUH ZINC PADA KADAR NETROFIL SPUTUM, SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT) DAN LAMA RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK EKSASERBASI.

0 4 4

TESIS ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU YANG DINILAI DENGAN COPD ASSESSMENT TEST (CAT) DAN UJI JALAN 6 MENIT OCTARIANY

0 0 17

I. DATA PRIBADI - Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 20

Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) - Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 30

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 6

Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

0 0 20