BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Defisiensi yodium merupakan salah satu masalah gizi kurang yang masih dihadapi oleh Pemerintah Indonesia. Defisiensi gizi ini dapat diderita orang pada
setiap tahap kehidupan, mulai dari masa prenatal sampai lansia. Akibat defisiensi yodium saat ini diketahui tidak hanya pembesaran kelenjar tiroid, tetapi berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia mulai dari keguguran, lahir mati, cacat bawaan, kretinisme, hipotiroid hingga tumbuh kembang termasuk perkembangan
otak sehingga terjadi penurunan potensi tingkat kecerdasan Intelligence Quotient=IQ. Karena luasnya akibat dari defisiensi ini, defisiensi yodium kemudian
dikenal dengan istilah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium GAKY. Djokomoeljanto, 2009.
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus
– menerus dalam jangka waktu lama. Ini terjadi akibat masih rendahnya cakupan konsumsi
garam beryodium di masyarakat dan belum optimalnya pergerakan masyarakat dan kampanye dalam mengkonsumsi garam beryodium, serta dukungan regulasi yang
belum memadai. Di samping itu masalah lain belum rutinnya pelaksanaan pemantauan garam beryodium di masyarakat secara terus
– menerus. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007.
Penanggulangan masalah GAKY akan lebih efektif dan efisien apabila disertai pula dengan upaya untuk menghasilkan produk garam beryodium yang bermutu yang
sesuai dengan persyaratan Standar Nasional Indonesia oleh para pengusaha industri garam. Sesuai SNI nomor 01-3556-2000, garam beryodium adalah garam konsumsi
yang mengandung komponen utama NaCl 94,7, air maksimal 5 dan Kalium Iodat KIO
3
mineral 30 ppm, serta senyawa – senyawa lain sesuai persyaratan yang
ditentukan. Lindawati, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia terutama di daerah pedalaman dan pegunungan masih banyak masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tidak mengandung yodium. Padahal
yodium sangat penting untuk kebutuhan tubuh manusia. Syarat garam beryodium yang dapat memberikan manfaat pada konsumen adalah yang mengandung yodium
sebanyak 30 ppm, akan tetapi masih banyak beredar garam beryodium 30 ppm. Maka untuk itu perlu dilakukan pemantauan di masyarakat tentang penggunaan
garam yang dikonsumsi. Lindawati, 2006. Provinsi dengan cakupan konsumsi garam cukup beryodium terendah adalah
Nusa Tenggara Barat 27,9, Nusa Tenggara Timur 31,0 dan Sulawesi Barat 34,2. Sedangkan provinsi dengan cakupan tertinggi adalah Kep. Bangka Belitung
98,7, Jambi 94,4 dan Sumatera Selatan 93,0. Sementara itu untuk provinsi Sumatera Utara persentasenya sebesar 89,9. Profil Kesehatan Indonesia, 2009.
Kecamatan Pancur Batu masih merupakan daerah yang mengalami keterbatasan akses garam beryodium. Hal ini dibuktikan berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Syahputra pada tahun 2003, didapatkan hasil rata – rata kadar yodium
garam di beberapa desa di kecamatan Pancur Batu yaitu 12,9 ± 11,4 ppm Syahputra, 2003.
Selain daripada itu, dari hasil survey gangguan akibat kekurangan yodium oleh Dinas Kesehatan Deli Serdang yang menunjukkan kecamatan Pancur Batu
merupakan daerah endemik sedang Dinas Kesehatan Deli Serdang, 1998.
1.2. Perumusan Masalah