Analisis Kasus Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 830/ Pid. B/2010/ PN. Mdn. terhadap Perkara Kasus Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP

B. Analisis Kasus

Perkara dengan nomor register 830 Pid.B 2010 PN.Mdn. menjatuhkan putusan bahwa menghukum terdakwa pidana penjara selama satu tahun enam bulan. Putusan ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim. Dasar penjatuhan putusan oleh pihak Majelis Hakim adalah surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP, menyatakan bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim 81 . Kedudukan Kejaksaan dalam peradilan di Indonesia mengalami pergeseran tugas dan wewenang yang dimilikinya. Dalam kaitannya dengan peradilan pidana, tugas dan kewenangan kejaksaan diatur dalam hukum acara pidana, yaitu UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP, sementara dalam kaitannya dengan kelembagaannya sendiri diatur dalam UU No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan, namun sekarang telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2004. 82 Di Indonesia, sejak berlakunya KUHAP maka JaksaPenuntut Umum tidak berwenang melakukan penyidikan perkara oleh karena hal ini merupakan wewenang dari kepolisian dan PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. 83 Penuntutan meliputi tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan menurut cara yang diatur berdasarkan undang-undang 81 KUHAP Pasal 1 butir 6. 82 Dalam perkembangannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 diganti dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004. 83 Lilik Mulyadi, Tahun 1996, Op.cit, halaman 24. Universitas Sumatera Utara KUHAP, tujuannya agar perkara diperiksa oleh Hakim di sidang pengadilan dan diputus. 84 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 memberikan pengertian pokok atau tafsir otentik bahwa penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim sidang pengadilan. 85 Setelah adanya penuntutan dari Penuntut Umum, maka sesudah itu hakim mengadakan musyawarah dengan ketentuan putusan diambil dengan suara terbanyak, atau jika tidak dapat dicapai putusan atas dasar suara terbanyak maka pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa yang ditentukan. 86 Pengadilan yang mandiri, netral tidak memihak, kompeten, transparan, akuntabel, berwibawa, yang mempu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan condition sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah Negara yang berdasarkan hukum. Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta proses pembangunan peradaban bangsa. 87 Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas Negara. Hakim sebagai aktor utama atau figur sentral dalam proses peradilan senantiasa 84 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Resstorative Justice, PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, halaman 146. 85 Hari Sasangka, Penyidikan, Penahanan, Penuntutan, dan Praperadilan dalam Teori dan Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung, 2007, halaman 142. 86 Leden Marpaung, Tahun 2009, Op.cit, halaman 18. 87 Pembukaan SKB tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Universitas Sumatera Utara dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak. 88 Pasal 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. 89 Pada pengadilan, Majelis Hakim bertugas untuk memeriksa perkara dan membuat putusan pengadilan atas perkara yang diperiksa di persidangan. Menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 90 Alasan Pengadilan menjatuhkan pidana, pertama karena telah terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dituntutkan padanya. Kedua, terdakwa telah ditahan selama proses pengadilan, mulai saat penyidikan, penuntutan sampai pada saat persidangan, sehingga dengan diputus pidana maka putusan pidana kurungan dapat dikurangi atau hampir sama dengan masa penahanan yang telah dilakukannya. 91 88 Ibid. 89 Yudi Kristiana, Op.cit, halaman 57. Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970 Pasal 1 angka 1 dan UU No. 4 Tahun 2004 Pasal 1 angka 1. 90 Soedirjo, Op.cit, halaman 57. 91 Marlina, Op.cit, halaman 150. Universitas Sumatera Utara Putusan Hakim dapatlah dikatakan merupakan akhir dari proses persidangan pidana untuk tahap pemeriksaan di Pengadilan Negeri. 92 Menurut DR. Lilik Mulyadi, SH., MH., dari visi teoritis dan praktik maka putusan pengadilan itu adalah putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau penglepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian perkaranya. 93 Pada perkara kasus pencurian dengan pemberatan Nomor Register 830 Pid.B 2010 PN. Mdn. putusan dari Majelis Hakim adalah berupa putusan yang berisikan amar pemidanaan yakni pidana penjara selama satu tahun enam bulan. Pemidanaan ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim karena sesuai dengan pemeriksaan selama proses persidangan yang mengangkat fakta-fakta hukum dan surat tuntutan dari Penuntut Umum bahwa Terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana tersebut, yaitu sebagai berikut : 94 1. Unsur barang siapa Bahwa yang dimaksud barang siapa adalah siapa saja yang dapat dimintakan kepadanya pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan pada hari Senin tanggal 07 Desember 2009 sekira pukul 03.30 WIB di Aula Kantor KPLP Pelabuhan Belawan 92 Lilik Mulyadi, Tahun 1996, Op.cit, halaman 123. 93 Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana dalam Perspektif Teretis dan Praktik Peradilan Perlindungan Korban Kejahatan, Sistem Peradilan dan Kebijakan Pidana, Filsafat Pemidanaan serta Upaya Hukum Peninjauan Kembali oleh Korban Kejahatan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2010, halaman 93. 94 Surat Tuntutan oleh Penuntut Umum terhadap Terdakwa Andy Azwar. Universitas Sumatera Utara Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan melakukan pencurian satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 milik saksi Syarifuddin Sihombing, Ia adalah Andy Azwar Als. Andy yang berhak mempertanggungjawabkannya dan terdakwa yang sehat jasmani maupun rohaninya yang dalam hal ini tidak ada pengecualian terhadap dirinya, dengan demikian maka unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan. 2. Unsur mengambil sesuatu barang Mengambil sesuatu barang adalah memindahkan sesuatu barang dari tempat semula ke tempat lain, dalam pemeriksaan dipersidangan, sesuai dengan keterangan saksi dan terdakwa dimana terdakwa telah mengakui telah mengambil satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 warna merah BK.5137-ED milik saksi Syarifuddin Sihombing pada Senin tanggal 07 Desember 2009 sekira pukul 03.30 WIB, dengan cara membuka loker tempat penyimpanan kunci saksi korban lalu membawa Sepeda Motor tersebut keluar dari Pelabuhan menuju Jalan Belanak Pajak Baru Belawan dengan niat untuk digadaikan, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan. 3. Unsur yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan dan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa bahwa terdakwa telah mengambil satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 warna Universitas Sumatera Utara merah BK.5137-ED milik saksi Syarifuddin Sihombing tanpa izin dari pemiliknya pada hari Senin tanggal 07 Desember 2009 sekira pukul 03.30 WIB, yang diambil oleh terdakwa bukanlah kepunyaan terdakwa, barang tersebut adalah kepunyaan saksi Syarifuddin Sihombing, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan. 4. Unsur dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum Bahwa dari hasil keterangan saksi-saksi maupun keterangan terdakwa, bahwa terdakwa mengambil satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 warna merah BK.5137-ED milik saksi Syarifuddin Sihombing adalah tanpa sepengetahuan dan seizin dari pemiliknya yaitu saksi korban, dengan demikian perbuatan terdakwa bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, dengan demikian unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan. 5. Unsur dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak, dengan cara membongkar, memecah atau memanjat dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau jabatan palsu Bahwa berdasarkan keterangan terdakwa pencurian satu unit sepeda motor Yamaha Yupiter MX-135 warna merah BK.5137-ED tersebut dilakukan terdakwa sekira pukul 03.30 WIB di Aula KPLP Universitas Sumatera Utara Pelabuhan Belawan dan keberadaan terdakwa tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh saksi Syarifuddin Syarifuddin Sihombing. Pencurian dilakukan dengan membongkar lemari dan mengambil kunci kontak sepeda motor yang sebelumnya disimpan saksi korban dan membawa pergi sepeda motor tersebut kemudian menggadaikannya untuk mendapatkan uang, demikian unsur ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan. Berdasarkan uraian tersebut diatas dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa yang saling bersesuaian satu sama lain maka unsur dari dakwaan melanggar Pasal 363 ayat 1 ke-3 dan ke-5 KUHPidana sub 362 KUHP, tersebut diatas telah terbukti dan terpenuhi seluruhnya secara sah dan meyakinkan. Selesainya proses pemeriksaan di dalam persidangan maka tahap selanjutnya adalah pengambilan putusan dari pihak Majelis Hakim. Putusan diambil dengan disertai beberapa pertimbangan. Pada penjatuhan putusan perkara kasus pencurian dengan pemberatan di Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor Register 830 Pid.B 2010 PN. Mdn. terdapat beberapa pertimbangan yang diambil oleh Majelis Hakim yaitu : 95 1. Menimbang bahwa terdakwa di persidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam berita acara yang dibuat oleh Penyidik; 2. Menimbang bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, Majelis Hakim 95 Surat Putusan oleh Majelis Hakim terhadap Terdakwa Andy Azwar. Universitas Sumatera Utara berpendapat bahwa Terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur dari pasal 363 ayat 1 ke-3 dan ke-5 KUHPidana sub pasal 362 KUHP; 3. Menimbang bahwa oleh karena itu terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dan oleh karenanya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebutkan dalam amar putusan; 4. Menimbang bahwa Majelis Hakim dalam persidangan tidak menemukan adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana; 5. Menimbang bahwa karena Terdakwa berada dalam tahanan, maka masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan pula agar terdakwa tetap berada dalam tahanan; 6. Menimbang bahwa mengenai barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum di Persidangan akan ditetapkan dalam amar putusan; 7. Menimbang bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini; 8. Menimbang bahwa sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan; a. Yang memberatkan : Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat Universitas Sumatera Utara b. Yang meringankan : Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya serta belum pernah dihukum. 9. Menimbang bahwa dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang termuat dalam berita acara persidangan dianggap merupakan bagian yang tidak terlepas dari putusan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas yang menjadi dasar bagi hakim dalam membuat putusan. Namun dalam konsekuensi logis dengan diterapkannya “filsafat pemidanaan yang bersifat integratif” maka diharapkan pidana yang dijatuhkan hakim pemidanaannya mengandung unsur-unsur yang bersifat : 96 1. Kemanusiaan dalam artian bahwa pemidanaan yang dijatuhkan hakim tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat para pelakunya; 2. Edukatif dalam artian bahwa pemidanaan tersebut mampu membuat orang sadar sepenuhnya atas perbuatan yang telah dilakukannya dan menyebabkan pelaku mempunyai sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha penanggulangan kejahatan; dan 3. Keadilan dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil baik oleh terhukum maupun oleh korban ataupun oleh masyarakat. Selain hal diatas, maka dalam menjatuhkan putusan Majelis Hakim harus melihat dari beberapa sudut pandang, baik psikologi, sosiologis, ekonomis, HAM, dan yuridis, seperti yang dikemukakan oleh Mark Costanzo dalam bukunya Aplikasi Psikologi Dalam Sistem Hukum. 96 Lilik Mulyadi, Tahun 2010, Op.cit, halaman 131. Universitas Sumatera Utara Menurut Mark Costanzo, secara abstrak psikologi dan hukum tampak seperti pasangan yang sempurna. Keduanya memfokuskan diri pada perilaku manusia, keduanya berusaha mengungkapkan kebenaran, dan keduanya berusaha menyelesaikan masalah manusia serta memperbaiki kondisi manusia. Tetapi keduanya selalu agak goyah, interaksi antara hukum dan psikologi jarang berjalan mulus atau memuaskan salah satu atau kedua belah pihak. 97 97 Sakwanah, Tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Perempuan Korban Kekerasan Seksual dalam Rumah Tangga Analisis Putusan No. 144 Pid. B 2008 PN-Lsk di Pengadilan Negeri Lhoksukon, Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana UMSU, Medan, 2010, halaman 68. Setelah dilakukan study lapangan yang bersifat empiris dengan metode wawancara terhadap hakim di PN Medan, Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Medan yang memutus dalam perkara No. Reg. 830 Pid.B 2010 PN.Mdn. ,atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh penulis terkait dengan kasus pada perkara ini menerangkan sebagai berikut: Ketua Majelis Hakim dalam perkara kasus pencurian dengan pemberatan No. Reg. 830 Pid.B 2010 PN.Mdn. dengan terdakwa Andy Azwar adalah seorang sarjana hukum lulusan S-2 bernama Subiharta, SH, MH. Beliau bertindak sebagai Hakim Ketua Majelis dalam kasus ini, yang mana Beliau merupakan kelahiran dari Yogyakarta, mengambil S-1 yang bergelar SH di Universitas Gadjah Mada dan S-2 yang bergelar MH di Universitas Diponegoro. Beliau sudah menjadi calon hakim sejak tahun 1989 dan profesi nya tersebut di mulai di Klaten. Beliau juga sempat mengajar di kelas Polisi. Pada karirnya sebagai Hakim, Beliau sudah pernah bertugas di Takengon, Sigli, Madura, Jawa Barat, dan sekarang di Medan. Universitas Sumatera Utara Beliau menerangkan bahwa pencurian dan perampokan adalah kasus yang sama, tetapi penyebutan yang tepat adalah pencurian. Perampokan adalah nama yang digunakan oleh masyarakat awam, sedangkan pencurian terdapat dalam KUHP Indonesia. Perampokan maupun penjambretan identik dengan Pencurian yang dilakukan dengan kekerasan, misalnya dengan ditarik, dipukul, didorong, dan sebagainya. Pada istilah kepolisian, mereka menggunakan sebutan “curat” dan “curas”. Curat adalah singkatan dari pencurian dengan pemberatan, sedangkan Curas adalah singkatan dari pencurian dengan kekerasan. 98 Sanksi yang diterapkan juga berbeda-beda, hal ini terkait dengan jenis kategori yang dilakukan oleh pelaku, misalnya, hukuman mencuri sepeda motor lebih berat daripada mencuri uang, apalagi jika dilakukan di malam hari, terlebih dilakukan dengan kekerasan. Pencurian terbagi dalam beberapa jenis seperti yang tertuang dalam KUHP, yaitu Pencurian Biasa Pasal 362 KUHP, Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP, Pencurian Ringan Pasal 364 KUHP, Pencurian dengan Kekerasan Pasal 365 KUHP, dan Pencurian yang Dilakukan dalam Lingkungan Keluarga Pasal 367 KUHP. Seluruh kasus diatas merupakan perkara Pencurian, namun yang menjadi perbedaannya antara satu dengan yang lain adalah unsur yang terpenuhi atas suatu tindak pidana yang terjadi. Seluruh unsur salah satu tindak pencurian harus dipenuhi agar dapat dikatakan melakukan suatu pencurian atas satu dari beberapa kategori jenis pencurian. 98 P endapat Ketua Majelis Hakim Bapak Subiharta pada perkara dengan Nomor Register 830 Pid.B 2010 PN. Mdn. dengan Terdakwa Andy Azwar. Universitas Sumatera Utara Pada Pasal 363 KUHP, terdapat dua aturan penerapan sanksi maksimal yang berbeda, yakni jika melakukan salah satu dari poin ke-1 sampai ke-5 secara tersendiri maka sanksi maksimal hanya 7 tahun penjara, namun jika poin ke-3 disatukan dengan ke-4 danatau ke-5 maka sanksi maksimal lebih berat. Hal ini dikarenakan pelaku melakukannya pada malam hari disertai dengan pengrusakan maupun dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Pada kasus di Putusan ini, terdakwa dipidana dengan penjeratan Pasal 363 ayat 1 ke-3 dan ke-5. Unsur telah terpenuhi karena terdakwa melakukan pencurian pada malam hari disertai dengan pengrusakan lemari milik korban menyimpan kunci kontak sepeda motor milik korban, sehingga kasus ini dikategorikan ke dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Sanksi dalam Pasal 363 KUHP adalah maksimal 9 tahun. Bila diperhatikan sanksi dalam KUHP menerapkan sistem hukuman maksimal. Konsep menghadapi masalah penentuan lamanya maksimum dan minimum pidana khususnya untuk pidana penjara dan denda akan tetap dianut sistem maksimum atau absolut. 99 Sanksi maksimum terbagi dua yaitu : 100 a. Maksimum Umum : sanksi yang dijeratkan adalah sanksi yang paling tinggi kepada pelaku. Maksimum umum di Indonesia adalah apabila kurungan selama 1 tahun dan penjara selama 20 tahun. Apabila hakim ingin memberikan sanksi lebih dari 20 tahun maka tidak bisa 99 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Konsep Penyusunan KUHP Baru, Kencana, Jakarta, 2008, halaman 118. 100 http:www.scribd.comdoc51696615Catatan-Kuliah-Hukum -Pidana Universitas Sumatera Utara memberikan sanksi pidana penjara, harus diganti dengan pidana mati atau alternatifnya pidana seumur hidup. b. Maksimum Khusus : sanksi maksimum yang diatur dalam pasal per pasal. Contoh, Pasal 362 KUHP tentang Pencurian maksimum khususnya adalah 5 tahun penjara. Setiap tindak pidana memiliki maksimum khusus yang berbeda-beda. Menurut Subiharta, SH, MH sistem hukuman maksimal cukup efektif untuk kasus tertentu, namun dalam teori sebenarnya hasilnya masih dipertanyakan. Solusi yang diberikan oleh Subiharta adalah apabila seorang narapidana sudah keluar dari penjara, berikan mereka proses pembelajaran di Departemen Sosial. 101 Menurut Subiharta, para aparat penegak hukum yang dalam hal ini lebih ditujukan kepada pihak Kepolisian sebaiknya menerapkan sistem Restorative Justice. Alasan seseorang mencuri karena ada hasrat keinginan dari orang tersebut namun tidak dapat terpenuhi, biasanya karena alasan ekonomis. Maka dari itu berikan mereka tugas atau pekerjaan selama di Departemen Sosial tersebut yang berkaitan dengan hasrat maupun keinginannya, seperti jika seseorang mencuri sepeda motor karena ingin mengendarai sepeda motor maka berikan ia tugas yang berkaitan dengan sepeda motor, baik itu mengantar suatu barang maupun menjadi montir. 102 101 Pendapat Hakim Subiharta, Op.cit. 102 Ibid. Konsep restorative justice merupakan proses penyelesaian tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku Universitas Sumatera Utara bersama-sama duduk dalam satu pertemuan untuk bersama-sama berbicara. Pada pertemuan tersebut mediator memberikan kesempatan kepada pihak pelaku untuk memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya mengenai tindakan yang telah dilakukannya. 103 Restorative Justice dapat dipergunakan sebagai alternatif penyelesaian kasus pada tingkat kepolisian, sehingga tidak perlu sampai ke Pengadilan. Penyelesaian dengan mempergunakan konsep restorative justice yaitu dengan melibatkan semua komponen lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum bersama-sama bermusyawarah untuk menentukan tindakan terbaik bagi pelaku tindak pidana. Penyelesaian ini bertujuan untuk memulihkan kembali kerugian yang telah ditimbulkan. Adapun bentuk pertanggungjawaban yang diberikan yaitu ganti rugi materi, kerja sosial, pendidikan dan pelatihan yang berguna bagi anak. Konsep diversi adalah konsep untuk mengalihkan suatu kasus dari proses formal ke proses informal. Konsep diversi dan restorative justice dapat dilakukan di Indonesia dengan adanya dukungan dari aparat penegak hukum, pemuka agama, pemuka adat, akademisi dan lembaga perlindungan anak. 104 a. Mengandung penderitaan atau konsekuensi lain yang tidak menyenangkan; Menurut H. L. A Hart, bahwa pidana di dalamnya harus : b. Dikenakan pada seseorang yang benar-benar atau disangka benar melakukan tindak pidana; 103 Marlina, Op.cit, halaman 180. 104 Google.com. Universitas Sumatera Utara c. Dikenakan berhubung satu tindak pidana yang melanggar ketentuan hukum; d. Dilakukan dengan sengaja oleh orang selain pelaku tindak pidana; e. Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut. 105 Kaum neo-klasik yang menerima pengaruh aliran modern menciptakan gabungan inti pidana penjara berupa faktor pembalasan yang setimpal dan disamping itu juga pembinaan terpidana. 106 Hal inilah yang terus menggeser penerapan Restorative Justice. Tujuan dari pemidanaan apabila dikaitkan dengan hukum pidana Indonesia mendatang RUU KUHP Indonesia maka dapat dikatakan bahwa bangunan RUU KUHP adalah mencerminkan sosok hukum pidana yang beraliran neo klasik neo modern atau daad-daader strafrecht. Kesimpulan ini karena dilihat dari beberapa konsepnya yaitu : 107 a. Pasal 51 tentang tujuan pemidanaan. Yaitu: Ayat 1: 1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat 2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. 105 Nandang Sambas, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, halaman 13. 106 Bachtiar Agus Salim, Pidana Penjara dalam Stelsel Pidana di Indonesia, USU Press, Medan, 2009, halaman 87. 107 http:konsep-tujuan-pemidanaan.html. Universitas Sumatera Utara 3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dam mendatangkan rasa damai dalam masyarakat 4. membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Ayat 2: Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Pada umumnya, penjatuhan sanksi pidana terhadap pelanggar hukum seringkali dianggap sebagai tujuan dari hukum pidana, oleh sebab itu, apabila pelanggar telah diajukan ke muka sidang kemudian dijatuhi sanksi pidana, maka perkara pelanggaran hukum dianggap telah berakhir. 108 Berangkat dari tujuan pemidanaan dalam upaya memberikan perlindungan demi tercapainya kesejahteraan, maka kriteriastandar berat ringannya pemberian sanksi bukan hanya dilihatdiukur secara kuantitatif, melainkan lebih didasarkan kepada pertimbangan kualitatif. 109 Lilik Mulyadi menyatakan bahwa pidana yang dijatuhkan hakim harus mengandung unsur-unsur yang bersifat Kemanusiaan, Edukatif, dan Keadilan. Subiharta sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Lilik Mulyadi. Beliau juga menerapkan unsur tersebut dalam mengambil putusan pada kasus dengan Terdakwa Andy Azwar ini. Menurut Subiharta, hukum adalah untuk Keadilan, hal ini juga dituangkan oleh Prof. Mulyatno dan Wirjono. Pemidanaan harus bersifat subsidiaritas dan proporsionalitas yakni pidana tidak boleh ada satu sisi yang lebih 108 Nandang Sambas, Op.cit, halaman 211. 109 Ibid, halaman 225. Universitas Sumatera Utara berat maupun satu sisi yang lebih ringan. Pidana harus seimbang, namun terkecuali untuk kasus-kasus tertentu seperti apabila terdakwa nya adalah anak. 110 Ketika menjatuhkan suatu putusan, menurut Subiharta para Hakim juga menggunakan hati nurani dan pikiran pada saat yang bersamaan. Beliau sepakat dengan Lilik pada unsur yang bersifat Kemanusiaan seperti dalam hal Narapidana wanita yang akan dihukum mati sedang hamil, maka eksekusi harus menunggu sampai Napi tersebut melahirkan dan usia bayi telah sampai beberapa bulan. Begitu juga dengan terdakwa yang sedang sakit. 111 Terhadap kasus No. Register 830 Pid.B 2010 PN. Mdn. dengan terdakwa Andy Azwar, Majelis Hakim Subiharta, Sugiyanto, dan Lelywaty mengambil putusan penjara 1 tahun 6 bulan. Hakim Ketua Majelis dalam hal ini Subiharta menyatakan bahwa dasar pertimbangan pengambilan putusan tersebut sudah terdapat dalam putusan yaitu : 112 a. Yang memberatkan : perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat b. Yang meringankan : terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya serta terdakwa belum pernah dihukum. Subiharta juga menyatakan bahwa salah satu unsur yang dapat meringankan hukuman adalah tindak pidana tersebut masih dalam tahap percobaan, dan salah satu unsur yang dapat memberatkan hukuman adalah 110 Pendapat Hakim Subiharta, Op.cit. 111 Ibid. 112 Ibid. Universitas Sumatera Utara dilakukan secara bersama-sama dan terdakwa merupakan recidive pengulangan tindak pidana. 113 Putusan dalam perkara Pencurian dengan Pemberatan ini dinyatakan oleh Subiharta menggunakan pedoman pemidanaan untuk dipergunakan dalam menjatuhkan putusan bagi para Hakim. Beliau menyatakan bahwa penjatuhan Putusan juga memandang daerah tempat dijatuhkannya suatu putusan tersebut. Pada kasus ini Andy Azwar dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan yang sebenarnya maksimal hukuman dapat dikenakan sampai dengan 9 tahun penjara, namun Majelis Hakim hanya menjatuhkan 1 tahun 6 bulan. Menurut Subiharta hal ini dikarenakan di daerah Kota Medan, hukuman penjara untuk kasus pencurian selama 1 tahun 6 bulan tersebut sudah tergolong lama. Ini merupakan salah satu faktor sosiologis hakim dalam mengambil putusan bagi terdakwa. Hakim-hakim lain juga menerapkannya. 114 Pedoman Perilaku Hakim disusun berdasarkan 10 prinsip dan perilaku yang diharapkan : Pada bulan Desember 2006, Mahkamah Agung mengeluarkan Pedoman Perilaku Hakim yang berlaku untuk hakim di seluruh pengadilan di Indonesia. Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan prinsip-prinsip dasar bagi parahakim termasuk hakim Pengadilan Niaga dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini juga sepenuhnya konsisten dengan tujuan dan sifat dari kegiatan Pengadilan Niaga dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. 115 113 Ibid. 114 Ibid. 115 SKB tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Bagian C. Pengaturan. Universitas Sumatera Utara 1. Berperilaku adil Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi hak nya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya dihadapan hukum, dengan demikian tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan perlakuan dan memberikan kesempatan yang sama terhadap semua orang. 2. Berperilaku jujur Kejujuran bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang kuat dan membangkitkan kesadaran akan hakekat yang hak dan yang batil, dengan demikian akan terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan maupun diluar persidangan. 3. Sikap yang arif dan bijaksana Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana mendorong terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempunyai tenggangrasa yang tinggi, bersikap hati-hati, sabar, dan santun. Universitas Sumatera Utara 4. Bersikap mandiri Mandiri bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, bebas dari campur tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong terbentuknya perilaku hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum yang berlaku. 5. Integritas tinggi Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. 6. Bertanggung jawab Bertanggungjawab bermakna kesediaan untuk melaksanakan sebaik-baiknya segala sesuatu yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki keberanian untuk menanggung segala akibat atas pelaksanaan wewenang dan tugasnya tersebut. 7. Menjunjung tinggi harga diri Harga diri bermakna bahwa pada diri manusia melekat martabat dan kehormatan yang harus dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap orang. Prinsip ini khususnya bagi Hakim akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh, sehingga terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat sebagai aparatur peradilan. Universitas Sumatera Utara 8. Berdisiplin tinggi Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib didalam melaksanakan tugas, ikhlas dalam pengabdian dan berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya, serta tidak menyalahgunakan amanah yang dipercayakan kepadanya. 9. Berprilaku rendah hati Rendah hati akan mendorong terbentuknya sikap realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat orang lain, menumbuhkembangkan sikap tenggangrasa, serta mewujudkan kesederhanaan, penuh rasa syukur dan ikhlas didalam mengemban tugas. 10. Bersikap profesional Sikap professional akan mendorong terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif, dan efisien. Pada putusan ini, faktor daerah yang menjadi dasar bagi Hakim memutus 1 tahun 6 bulan, serta keadilan bagi si Terdakwa, bukan hanya karena berdasar tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang menuntut 1 tahun 6 bulan. Majelis Hakim dapat memutus lebih dari yang dimintakan oleh Penuntut Umum selama tidak melebihi batas pidana maksimal yang ditetapkan oleh KUHP. Subiharta sudah pernah memutus suatu perkara melebihi dari tuntutan yang dimintakan oleh Penuntut Umum. Hal ini dikarenakan tuntutan yang Universitas Sumatera Utara dimintakan oleh Penuntut Umum tidak rasional dengan kasus yang telah terjadi. Disinilah hati nurani dan pikiran Hakim berjalan secara bersama-sama. Dasar pertimbangan yang lain dalam menjatuhkan putusan bagi seorang Hakim juga bersumber dari landasan ekonomis, HAM Hak Asasi Manusia , psikologis, sosiologis, dan yuridis. Adapun landasan tersebut masing-masing diterapkan oleh Majelis Hakim khususnya dalam kasus ini oleh Ketua Majelis Hakim Subiharta yakni : 116 1. Landasan Ekonomis Masalah ekonomi, dimana kecenderungan jika sebuah keluarga sedang terhimpit masalah keuangan akan mungkin menimbulkan tindakan-tindakan yang dapat berbentuk pencurian terhadap lingkungannya bahkan keluarganya sendiri. 117 2. Landasan Hak Asasi Manusia Pada kasus ini terdakwa melakukan kejahatan demi mendapatkan uang untuk keperluan hidup sehari-hari seperti makan dan minum, juga memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Setiap orang berhak untuk mendapatkan keadilan dan persamaan di depan hukum, sekalipun orang tersebut adalah terdakwa. Hal ini sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Pasal 28D ayat 1 yang berbunyi “ Setiap orang berhak atas pengakuan, 116 Pendapat Hakim Subiharta, Op.cit. 117 Sakwanah, Op.cit, halaman 55. Universitas Sumatera Utara jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum “. 118 3. Landasan Psikologis Majelis Hakim menggunakan hati nurani nya dalam memutus suatu kasus. Hati nurani itu merupakan sesuatu yang tersirat dari lubuk hati yang paling dalam yang bisa menyatakan mana yang benar dan mana yang salah, serta mana yang baik dan mana yang buruk untuk dilakukan oleh seseorang. Dalam kasus-kasus pidana yang menjadi pertimbangan bagi hakim tergolong ke dalam landasan psikologis ini seperti terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa sudah tua, dan sebagainya. 4. Landasan Sosiologis Pada kasus ini Majelis hakim dalam memutus perkara menggunakan dasar pertimbangan penerapan sanksi di daerah kota medan, bahwa dalam hal ini penjara 1 tahun 6 bulan sudah tergolong sanksi yang cukup lama. 5. Landasan Yuridis Kasus dengan Terdakwa Andy Azwar ini merupakan jenis tindak pidana Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 ayat 1 ke-3 dan ke-5 KUHP dan termasuk yang memiliki ancaman sanksi penjara maksimal Sembilan tahun. Akan tetapi landasan yuridis ini haruslah 118 UUD Negara RI Amandemen ke-IV Pasal 28D ayat 1. Universitas Sumatera Utara disertai dengan empat landasan diatas agar terwujudnya keadilan dalam hukum. Landasan-landasan tersebut diatas yang menjadi dasar pertimbangan bagi Majelis Hakim yang diketuai oleh Subiharta dalam memutus perkara kasus dengan terdakwa Andy Azwar. Menurut Subiharta, landasan-landasan tersebut diatas terimplementasi pada saat Majelis Hakim bermusyawarah untuk mengambil suatu Putusan. Landasan tersebut diterapkan seluruhnya oleh para Hakim, tidak peduli baik Ia Hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, maupun Pengadilan Tinggi. 119 Ketika memutus perkara kasus Andy Azwar, Majelis Hakim juga menjadikan Korban sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil putusan. Kajian terhadap Korban atau orang yang menderita atau dirugikan akibat perbuatan terdakwa disebut dengan istilah Viktimologi. Pada saat memutus kasus dengan terdakwa Andy Azwar ini Majelis Hakim yang terdiri dari Subiharta sebagai Hakim Ketua dan Sugiyanto serta Lelywaty yang masing-masing menjadi Hakim Anggota menerapkan sistem musyawarah. Subiharta jarang menggunakan vote saat akan mengambil sebuah putusan, karena menurut Beliau vote hanya terjadi jika terhadap perkara yang krusial, dan itu pun akan disampaikan secara Disenting Opinion. 120 Perkembangan viktimologi tersebut memiliki tiga tahapan yaitu : 119 Pendapat Hakim Subiharta, Op.cit. 120 Ediwarman, Monograf : Viktimologi, Medan, 2011, halaman 5. Universitas Sumatera Utara 1. Fase Pertama Viktimologi hanya mempelajari korban kejahatan saja. Fase ini dikatakan Penal or Special Victimology. 2. Fase Kedua Viktimologi tidak hanya mengkaji masalah korban kejahatan saja, tetapi juga meliputi korban kecelakaan. Fase ini disebut sebagai General Victimology. 3. Fase Ketiga Viktimologi telah berkembang lebih luas lagi yaitu mengkaji permasalahan korban karena penyalahgunaan kekuasaan dan HAM. Fase ini disebut sebagai New Victimology. Menurut Prof. Ediwarman, pengaruh korban terhadap putusan peradilan pada hakikatnya dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum antara lain : 121 1. Sifat kepribadian Jaksa maupun Hakim 2. Faktor penampilan terdakwa dan pengacara beretika dan bermoral 3. Faktor diri korban. Bentuk penggantian kepada korban akan diberikan sesuai dengan yang dimintakan oleh Jaksa Penuntut Umum yang tertuang di dalam Tuntutan yang kemudian akan dimusyawarahkan bersama oleh Majelis Hakim karena penggabungan tuntutan dan ganti kerugian merupakan salah satu asas dalam hukum acara pidana Indonesia yang sebenarnya harus diterapkan. 121 Ibid, halaman 25. Universitas Sumatera Utara Dikaji dari perspektif Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana maka Stephen Schafer menyebutkan ada lima sistem pemberian restitusi dan kompensasi terhadap korban kejahatan, yaitu : 122 1. Damages Pada damages mempunyai sifat keperdataan sehingga ganti kerugiannya melalui prosedur perdata. Pada aspek ini, karena ada pemisahan prosedur hukum perdata dan perkara pokoknya dalam hukum pidana maka korban akan dapat menuntut si pelaku apabila telah dinyatakan bersalah. 2. Compensation, Civil in Character but Awarded in Criminal Proceeding Bentuk tipologi ganti kerugian ini mempunyai cirri hukum perdata, akan tetapi diberikan melalui proses perkara pidana. 3. Restitution Civil in Character but Intermingled with Penal Characteristics and Awarded in Criminal Proceeding Pada dasarnya, restitusi ini bersifat quasi atau campuran antara sifat perdata dan pidana akan tetapi diberikan melaui proses pidana. 4. Compensation, civil Character, awarded in Criminal Proceedings and Backed by the resources state Pada dasarnya, kompensasi ini bersifat perdata, akan tetapi walaupun demikian pemberian kompensasi dilakukan melalui proses pidana dan didukung sumber penghasilan Negara. 122 Lilik Mulyadi, Tahun 2010, Op.cit, halaman 41. Universitas Sumatera Utara 5. Compensation, neuteral in Character and Awarded Through a Special Procedure Sistem ini diterapkan dalam hal korban memerlukan ganti kerugian, sedangkan pelaku dalam keadaan tidak mampu membayar sehingga tidak dapat memenuhi tuntutan ganti kerugian kepada korban. Pada kasus ini, tidak ada permintaan ganti kerugian oleh Korban yang dimuat dalam tuntutan Penuntut Umum. Hal ini diakui oleh Subiharta karena kurangnya pengetahuan masyarakat awam perihal ganti kerugian atas kejadian yang telah dialami korban, padahal hal tersebut dapat dimintakan. Subiharta menyatakan Beliau tidak memutus penggantian kerugian selain karena tidak dimuat di dalam tuntutan Beliau juga tidak akan menambah-nambahkan sendiri putusan yang tidak berdasarkan tuntutan, dalam hal ini yaitu ganti rugi sepeda motor milik korban yang diakui korban mengalami kerugian hingga Rp.14.000.000,- empat belas juta rupiah . 123 Menurut Subiharta cara mengantisipasi agar masyarakat mengerti perihal ganti rugi terhadap korban ini adalah dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat, baik yang dilakukan oleh Pengadilan maupun Akademisi. 124 Hal-hal tersebut yang menjadi hasil dari wawancara untuk Analisis Kasus dengan Ketua Majelis Hakim perkara kasus Pencurian dengan Pemberatan di Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor Register 830 Pid.B 2010 PN. Mdn. Bapak Subiharta SH, MH., yang mana berarti pihak Majelis Hakim memiliki 123 Pendapat Hakim Subiharta, Op.cit. 124 Ibid. Universitas Sumatera Utara banyak dasar pertimbangan lain dalam menjatuhkan putusan yang tidak tertuang pada putusan yang dibacakan namun terimplementasikan ketika pada saat musyawarah terjadi. Pada saat menjatuhkan putusan para hakim haruslah bijak agar tidak “menginjak-injak” keadilan bagi masyarakat. Hakim harus memakai hati nurani ketika akan menjatuhkan putusan. Kejahatan tetaplah harus dihukum namun tetap dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan prinsip sosiologis, psikologis, dan yuridis. Universitas Sumatera Utara BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 830/ Pid. B/2010/ PN. Mdn. terhadap Perkara Kasus Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP

2 44 110

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Relevansi Sistem Penjatuhan Pidana Dengan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Terhadap Kasus Pencurian Kendaraan Bermotor (Studi di Pengadilan Negeri Kota Malang)

1 5 30

Analisis Yuridis Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Percobaan Pencurian dengan Pemberatan (Putusan Nomor : 87 / Pid.B / 2012 / PN.GS

0 7 8

Analisis hukum islam terhadap Putusan Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tentang Perkara Pidana Penghinaan oleh Pers : Putusan No.1426/PID.B/2003/PN.Jkt.Pst

0 7 86

Tinjauan Viktimologis terhadap Korban Pemerkosaan dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Bandung pada Perkara Nomor 624/PID.B/2006/PN.BDG

4 39 98

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63