Keaslian Penelitian Metode Penelitian

a. Manfaat Teoritis Diharapkan agar kiranya hasil dari penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum, khususnya dalam disiplin ilmu hukum pidana mengenai kejahatan pencurian yang dilakukan pada waktu malam hari. b. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi seluruh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum di bidang hukum pidana, khususnya mengenai kejahatan pencurian dengan pemberatan yang dilakukan pada malam hari, dengan mengetahui unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan serta dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan.

D. Keaslian Penelitian

Proses penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 830 Pid.B 2010 PN.Mdn. terhadap perkara kasus Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP” ini, sejauh pengamatan dan pengetahuan penulis tentang materi yang diangkat pada skripsi ini, belum ada penulis lain yang mengemukakannya, sehingga saya tertarik untuk mengangkat judul tersebut di atas serta pokok permasalahannya sebagai judul dan pembahasan yang akan diangkat dan dikembangkan dalam skripsi ini. Apabila di kemudian hari ada judul yang sama sebelum penulisan ini, saya bertanggung jawab sepenuhnya. Universitas Sumatera Utara

E. Tinjauan Kepusakaan

1. Pengertian Kejahatan

Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat. Pada dasarnya istilah kejahatan ini diberikan kepada suatu jenis perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan jahat. Kejahatan ditinjau dari sudut yuridis, merupakan jenis-jenis kejahatan yang sudah definitif atau menimbulkan akibat hukum karena unsur deliknya. Maksudnya telah ditentukan secara tertentu dalam suatu ketentuan Undang- Undang bahwa perbuatan jenis-jenis tertentu dianggap sebagai perbuatan jahat, dengan kata lain dalam norma hukum tertentu dalam suatu masyarakat telah ditetapan berbagai jenis perbuatan yang merupakan kejahatan. 6 a. Paul Mudikdo Muliono menyatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan manusia yang merupakan pelanggaran norma, yang dirasa merugikan, menjengkelkan, sehingga tidak boleh dibiarkan. Pengertian kejahatan dalam hukum pidana menganut asas legalitas, maksudnya kejahatan pidana harus ditentukan oleh suatu aturan Undang-Undang yang definitif. Kejahatan adalah delik hukum, dan pelanggaran merupakan delik Undang-Undang. Menurut beberapa Ahli Hukum, pengertian kejahatan adalah : 7 b. W. A. Bonger menyatakan bahwa kejahatan adalah merupakan perbuatan yang immoral dan asosial yang tidak dikehendaki oleh masyarakat dan harus dihukum oleh masyarakat. 8 6 Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran tentang Psikologi Kriminil, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1998 halaman 28. 7 Ibid, halaman 27. Universitas Sumatera Utara c. Utrecht mengemukakan bahwa kejahatan adalah perbuatan karena sifatnya bertentangan dengan ketertiban hukum, sedangkan pelanggaran adalah perbuatan yang oleh undang-undang dicap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban hukum. 9 Kejahatan ditinjau dari segi psikologis adalah merupakan manifestasi kejiwaan yang terungkap pada tingkah laku manusia bertentangan dengan norma- norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Kejahatan dari segi psikologis menitikberatkan sejauh manakah pengaruh kejiwaan yang dapat menimbulkan tingkah keabnormalan individu dalam tingkah lakunya yang dapat digolongkan perbuatan jahat sesuai dengan penyimpangan terhadap norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. 10

2. Pengertian Pencurian

Menurut Pasal 362 KUHP, pencurian berarti mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum. Apabila barang yang diambil itu sudah ada dalam kekuasaannya atau dipercayakan kepadanya, maka ini tidak dapat digolongkan ke dalam pencurian, tetapi masuk kepada penggelapan. Pencurian itu sendiri terbagi atas beberapa jenis yaitu : 11 a. Pencurian biasa b. Pencurian dengan pemberatan 8 Ibid. 9 Ibid, halaman 29. 10 Ibid, halaman 31. 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pasal 362-367. Universitas Sumatera Utara c. Pencurian ringan d. Pencurian dengan kekerasan e. Pencurian di lingkungan keluarga. Adapun dari rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 364 KUHP dapat diketahui bahwa yang oleh undang-undang disebut pencurian ringan itu dapat berupa : 12 a. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok; b. Tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama; atau c. Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan jalan masuk ke tempat kejahatan atau untuk mencapai benda yang hendak diambilnya, orang yang bersalah telah melakukan pembongkaran, perusakan, pemanjatan atau telah memakai kunci palsu, perintah palsu, atau seragam palsu. Dengan syarat : a. Tidak dilakukan di dalam sebuah tempat kediaman b. Tidak dilakukan di atas sebuah pekarangan tertutup yang diatasnya terdapat sebuah tempat kediaman c. Nilai dari benda yang dicuri itu tidak lebih dari du ratus lima pulh rupiah. Terhadap pencurian dengan kekerasan Pasal 365 KUHP, dapat dimasukkan dalam pengertian kekerasan yakni setiap pemakaian tenaga badan 12 P.A.F. Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Grafika, Jakarta 2009, halaman 54. Universitas Sumatera Utara yang tidak terlalu ringan. Kekerasan tersebut tidak perlu merupakan sarana atau cara untuk melakukan pencurian, melainkan cukup jika kekerasan tersebut terjadi sebelum, selama, dan sesudah pencurian itu dilakukan dengan maksud seperti yang dikatakan di dalam Pasal 365 ayat 1 KUHP yakni : 13 a. Untuk mempersiapkan atau untuk memudahkan pencurian yang akan dilakukan; b. Jika kejahatan yang mereka lakukan itu diketahui pada waktu sedang dilakukan, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau lain-lain peserta kajahatan dapat melarikan diri; c. Untuk menjamin tetap mereka kuasai benda yang telah mereka curi.

3. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Seseorang yang telah melakukan tindak pidana akan dapat dihukum apabila pelaku sanggup mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya. Masalah pertanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas Geen Straft Zonder Schuld Tidak dipidana tanpa ada kesalahan untuk menentukan apakah seorang pelaku tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan dilihat apakah orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai kesalahan. Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah 13 Ibid, halaman 59. Universitas Sumatera Utara ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari segi terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbuatan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban. 14 a. Keadaan jiwanya Pada umumnya seseorang dikatakan mampu bertanggungjawab dapat dilihat dari beberapa hal yaitu : b. Kemampuan jiwanya Hal tersebut terdapat dalam Pasal 44 KUHP, yang mana disebutkan bahwa menurut pasal ini orang yang tidak dapat dihukum adalah orang yang tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya karena : 15 a. Kurang sempurna akalnya; b. Sakit berubah akalnya. Apabila ternyata perbuatan itu memang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelaku disebabkan oleh kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal maka dapatlah hakim memerintahkan dia untuk dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Menurut sejarahnya yaitu melalui M.v.T. Memori van Toelichting dalam penjelasannya mengenai alasan penghapus pidana, mengemukakan apa yang disebut “alasan-alasan tidak dapat dipertanggungjwabkannya seseorang atau 14 http:ilmucomputer2.blogspot.com200910pengertian-pertanggungjawaban.html. 15 Penjelasan KUHP, Op.cit, Pasal 44. Universitas Sumatera Utara alasan tidak dapat dipidananya seseorang”. Hal ini berdasarkan pada dua alasan, yaitu : 16 a. Alasan tidak dapat dipertanggungjwabkannya seseorang yang terletak pada diri orang tersebut, dan b. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak di luar diri orang tersebut. Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pertanggungjawaban pidana yaitu kemampuan seseorang untuk menerima resiko dari perbuatan yang diperbuatnya sesuai dengan undang-undang.

4. Pengertian Hukuman

Hukuman adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan. Hukuman mengajarkan kepada masyarakat apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. 17 Pengertian pidana sebagai sanksi berupa penderitaan yang sengaja dikenakan Negara kepada seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana dan Pada istilah umum, hukuman adalah untuk segala macam sangsi baik perdata, administratif, disiplin, dan pidana. Menurut bahasa Belanda untuk menyebut istilah hukuman disebut straf. 16 M. Hamdan, Pembaharuan Hukum Tentang Alasan Penghapus Pidana, USU Press, Medan, 2008, halaman 3. 17 http:ris-aonline.tripod.comnaskah9710nu.htm. Universitas Sumatera Utara mempunyai kesalahan. Adapun pengertian pidana menurut beberapa Ahli Hukum ialah : 18 a. Menurut Ted Honderich, pidana adalah suatu pengenaan pidana yang dijatuhkan oleh penguasa, berupa kerugian atau penderitaan, kepada pelaku tindak pidana. b. Menurut Rupert Cross, pidana adalah pengenaan penderitaan oleh Negara kepada seseorang yang telah dipidana karena suatu kejahatan. c. Menurut Sudarto, pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat- syarat tertentu. d. Van Hammel memeberikan arti pidana menurut hukum positif yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama Negara sebagai penanggungjawab dari ketertiban hukum.

5. Pengertian Penjatuhan Hukuman

Penjatuhan hukuman adalah pemberian sanksi kepada si pelaku tindak pidana yang mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya sendiri sehingga diharapkan dapat memberikan efek jera kepada si pelaku. KUHP sendiri menetapkan beberapa jenis pidana yang dapat dijatuhkan bagi si pelaku, yakni terdapat dalam Pasal 10 KUHP yaitu : 19 18 http:rosan-gudangilmu.blogspot.com201101bab-vii-pidana-html. Universitas Sumatera Utara a. Pidana pokok, yang terdiri dari : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Denda 5. Pidana tutupan b. Pidana tambahan, yang terdiri dari : 1. Pencabutan beberapa hak yang tertentu 2. Perampasan beberapa barang yang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim. Bagi satu kejahatan atau pelanggaran hanya boleh dijatuhkan satu hukuman pokok. Pembebanan rangkap lebih dari satu hukuman pokok tidak diperkenankan, akan tetapi dalam tindak pidana ekonomi dan subversi, kumulasi hukuman dapat dijatuhkan, yakni hukuman badan dan hukuman denda. Menurut Pasal 35 KUHP, dalam beberapa hal yang ditentukan, selain dari satu hukuman pokok dijatuhkan pula dengan salah satu dari hukuman tambahan. Hukuman tambahan hanya sebagai penambah dari hukuman pokok sehingga tidak dapat dijatuhkan sendiri. 20

6. Pengertian Penuntutan

Penuntutan diatur dalam Bab XV, Pasal 137 – 144 KUHAP. Menurut Wirjono Prodjodikoro menuntut seorang terdakwa di muka hakim pidana adalah 19 Ibid, Pasal 10. 20 Ibid. Universitas Sumatera Utara menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkara kepada hakim dengan permohonan, supaya hakim memeriksa dan kemudian memutus perkara pidana itu terhadap terdakwa. 21 Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Penuntut umum adalah jaksa, tetapi sebaliknya jaksa belum tentu berarti penuntut umum, atau dengan kata lain tidak semua jaksa adalah penuntut umum, tetapi semua penuntut umum adalah jaksa, karena menurut ketentuan hanyalah jaksa yang dapat bertindak sebagai penuntut umum. Seorang jaksa baru memperoleh kapasitasnya sebagai penuntut umum apabila ia menangani tugas penuntutan. Penuntutan dengan singkat dapat dikatakan merupakan perbuatan penuntut umum menyerahkan perkara kepada hakim untuk diperiksa dan diputus. 22 “ jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperolah kekuatan hukum tetap “. Sementara, Pasal 1 butir 1 UU Nomor 5 Tahun 1991 menyebutkan : 23 Jaksa melakukan penuntutan untuk dan atas nama Negara, sehingga jaksa merupakan satu-satunya pejabat yang mempunyai wewenang melakukan penuntutan. 24 21 Soedirjo, Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, 1985, halaman 4. 22 Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991, halaman 223. 23 Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, halaman 51. 24 Dalam perkembangannya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga memiliki kewenangan yang sama, bahkan lebih luas dibandingkan dengan kejaksaan. Penuntutan pidana terhadap pelaku tindak pidana merupakan monopoli jaksa. Kedudukan jaksa disini sebagai wakil Negara, maka jaksa harus Universitas Sumatera Utara bisa menampung seluruh kepentingan masyarakat, Negara, dan korban kejahatan agar bisa dicapai rasa keadilan masyarakat. 25

7. Pengertian Putusan

Menurut Pasal 1 butir 11 KUHAP Putusan Pengadilan adalah “pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana”. 26 Leden Marpaung menyebutkan pengertian Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak- masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan. Demikian dimuat dalam buku “Peristilahan Hukum Dalam Praktik” yang dikeluarkan Kejaksaan Agung RI 1985 halaman 221. Rumusan tersebut terasa kurang tepat selanjutnya jika dibaca pada buku tersebut, ternyata “putusan” dan “keputusan” di campuradukkan. Ada juga yang mengartikan putusan vonnis sebagai “vonis tetap”. 27 Dasar dalam penjatuhan putusan ialah surat dakwaan dan pemeriksaan di sidang. 28 Hakim dan kewajiban-kewajibannya seperti tersirat dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang UU Pokok Kekuasaan Kehakiman adalah sebagai “sense of justice of the people. Hakim sebagai penegak hukum Memang yang menjadi tujuan akhir dari suatu proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri adalah diambilnya suatu putusan oleh hakim yang berisi penyelesaian perkara yang dilaporkan. 25 Yudi Kristiana, Op.cit, halaman 52. 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 butir 11. 27 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana bagian Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, halaman 406. 28 Soedirjo, Op.cit, halaman 57. Universitas Sumatera Utara dan keadilan menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk melaksanakan peran tersebut, hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Tugas hakim bukan hanya sebagai penerap hukum Undang-undang atas perkara-perkara di Pengadilan atau agent of conflict, tetapi seharusnya juga mencakup penemuan dan pembaruan hukum. Hakim yang ideal selain memiliki kecerdasan yang tinggi, juga harus mempunyai kepekaan terhadap nilai-nilai keadilan, mampu mengintegrasikan hukum positif ke dalam nilai-nilai agama, kesusilaan, sopan santun dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat melalui setiap putusan yang dibuatnya, karena pada hakikatnya mahkota seorang hakim itu bukan pada palunya, melainkan pada bobot atau kualitas dari putusan yang dihasilkan. Putusan dijatuhkan oleh hakim yang berjumlah ganjil dalam setiap persidangan. Semua wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah seorang hakim, dimana setiap orang sama kedudukannya di depan hukum dan hakim. 29 29 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Nomor : 047 KMA SKB IV 2009 dan 02 SKB P. KY IV 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim bagian Pembukaan. Universitas Sumatera Utara Kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang- undangan harus diimplementasikan secara konkrit dan konsisten baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun di luar tugas yudisialnya, sebab hal itu berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum dan keadilan. 30

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terdiri dari : 31 a. Penelitian terhadap asas-asas hukum. Penelitian terhadap asas-asas hukum ini seperti misalnya penelitian terhadap hukum positif yang tertulis atau penelitian terhadap kaidah- kaidah hukum yang hidup di dalam masyarakat. b. Penelitian terhadap sistem hukum. Penelitian terhadap sistem hukum dapat dilakukan pada perundang- undangan tertentu ataupun hukum tercatat. Tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokokdasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan obyek hukum. Penelitian ini sangat penting oleh karena masing-masing 30 Ibid. 31 Google.com Universitas Sumatera Utara pengertian pokok dasar mempunyai arti tertentu dalam kehidupan hukum. c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal, maka yang diteliti adalah sampai sejauh manakah hukum positif tertulis yang ada serasi. Hal ini dapat ditinjau secara vertikal, yakni apakah peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan, apabila dilihat dari sudut hirarki perundang-undangan tersebut, sedang apabila dilakukan penelitian taraf sinkronisasi secara horisontal, maka yang ditinjau adalah perundang-undangan yang sederajat yang mengatur bidang yang sama. d. Penelitian terhadap sejarah hukum. Penelitian terhadap sejarah hukum merupakan penelitian yang lebih dititik beratkan pada perkembangan-perkembangan hukum. Biasanya dalam perkembangan demikian, pada setiap analisa yang dilakukan akan mempergunakan perbandingan-perbandingan terhadap satu atau beberapa sistem hukum. e. Penelitian perbandingan hukum. Penelitian perbandingan hukum merupakan penelitian yang menekankan dan mencari adanya perbedaan-perbedaan yang ada serta persamaan pada berbagai sistem hukum. Perbandingan hukum adalah suatu metode studi hukum, yang mempelajari perbedaan hukum antara Universitas Sumatera Utara Negara yang satu dengan Negara yang lain, atau membanding- bandingkan sistem hukum positif dari bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. 32 2. Metode Pendekatan Sesuai dengan judul dari skripsi ini, maka penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang menghubungkan asas-asas hukum dengan sinkronisasi hukum yang memperoleh data-data dan bahan-bahan yang telah ada, yang diperoleh dari berbagai sumber. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi dan penelitian ini adalah dengan cara normatif yuridis, yaitu dengan cara melihat apa saja yang menjadi unsur atas kejahatan pencurian pada waktu malam hari, dan dibantu dengan yuridis empiris yakni dengan mewawancarai hakim untuk mempertanyakan apa saja yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam mengambil keputusan di pengadilan. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan mempelajari berbagai literatur yang berhubungan dengan objek penelitian dan melakukan penelitian terhadap putusan yang dibuat oleh hakim di Pengadilan Negeri di Medan. Putusan pengadilan yang menjadi isu hukum yang dihadapi tersebut merupakan bahan hukum primer yang dirujuk oleh peneliti hukum. 33 32 Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, CV. Cahaya Ilmu, Medan, 2006, halaman 107. 33 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, halaman 146. Selain studi kepustakaan peneliti juga melakukan studi lapangan dengan mewawancarai hakim Pengadilan Negeri Medan. Universitas Sumatera Utara 4. Analisis Data Pada penulisan skripsi ini, analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif. Dari penelitian tersebut diatas, kemudian dapat memenuhi pembahasan skripsi ini secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari fakta yang bersifat representatif sesungguhnya, nyata, sesuai keadaan.

G. Sistematika Penulisan

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 830/ Pid. B/2010/ PN. Mdn. terhadap Perkara Kasus Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP

2 44 110

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Relevansi Sistem Penjatuhan Pidana Dengan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Terhadap Kasus Pencurian Kendaraan Bermotor (Studi di Pengadilan Negeri Kota Malang)

1 5 30

Analisis Yuridis Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Percobaan Pencurian dengan Pemberatan (Putusan Nomor : 87 / Pid.B / 2012 / PN.GS

0 7 8

Analisis hukum islam terhadap Putusan Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tentang Perkara Pidana Penghinaan oleh Pers : Putusan No.1426/PID.B/2003/PN.Jkt.Pst

0 7 86

Tinjauan Viktimologis terhadap Korban Pemerkosaan dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Bandung pada Perkara Nomor 624/PID.B/2006/PN.BDG

4 39 98

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63