Sistematika Penulisan Unsur Tindak Pidana Pencurian Biasa

4. Analisis Data Pada penulisan skripsi ini, analisis data yang digunakan adalah dengan cara kualitatif. Dari penelitian tersebut diatas, kemudian dapat memenuhi pembahasan skripsi ini secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari fakta yang bersifat representatif sesungguhnya, nyata, sesuai keadaan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari empat bab, yaitu sebagai berikut : BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian pene;itian, tinjauan kepustakaan yang terdiri dari Pengertian Kejahatan, Pengertian Pencurian, Pengertian Pertanggungjawaban Pidana, Pengertian Hukuman, Pengertian Penjatuhan Hukuman, Pengertian Penuntutan, Pengertian Putusan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: Merupakan bab yang membahas unsur tindak pidana pencurian biasa dan unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam hal ini terkait dengan putusan PN Medan No. 830 Pid.B 2010 PN.Mdn. . BAB III: Merupakan bab yang membahas studi putusan dengan melakukan analisis hukum terhadap tindak pidana pencuria Universitas Sumatera Utara dengan pemberatan yang berisi kasus posisi yang terdiri dari kronologis perkara, dakwaan, fakta-fakta hukum, amar putusan pengadilan negeri, dan analisis kasus. BAB IV: Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. Universitas Sumatera Utara BAB II UNSUR TINDAK PIDANA PENCURIAN BIASA DAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN

A. Unsur Tindak Pidana Pencurian Biasa

Mengenai tindak pidana pencurian biasa ini diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi : “ Barangsiapa mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum, dipidana karena mencuri dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah “. 34 1. Tindakan yang dilakukan ialah “mengambil”; Tindak pidana ini masuk dalam golongan pencurian biasa yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 2. Yang diambil ialah “barang”; 3. Status barang itu “sebagian atau seluruhnya menjadi milik orang lain”; 4. Tujuan perbuatan itu ialah dengan maksud untuk memiliki suatu barang dengan melawan hukum melawan hak. Barang yang diambil untuk dimiliki dengan melawan hukum itu belum berada di tangannya, dikenakan pasal ini, tetapi apabila barang itu sudah ada dalam kekuasaannya dipercayakan kepadanya, tidak dapat digolongkan dalam 34 KUHP, Op.cit, Pasal 362. Universitas Sumatera Utara pencurian, tetapi masuk “ penggelapan “, sebagaimana tersebut di dalam Pasal 372 KUHP yakni : 35 Tiap-tiap unsur mengandung arti yuridis untuk dipakai menetukan atas suatu perbuatan. Barang siapa berarti adalah “ orang “ atau subjek hukum yang melakukan perbuatan pidana. “ Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dan yang ada padanya bukan karena kejahatan, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara selama- lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Sembilan ratus rupiah “. Perbuatan mencuri itu dapat dikatakan selesai, apabila barang yang diambil itu sudah berpindah tempat, bila si pelaku baru memegang barang tersebut, kemudian gagal karena ketahuan oleh pemiliknya, maka ia belum dapat dikatakan mencuri, akan tetapi baru melakukan apa yang dikatakan “ percobaan mencuri “. 36 Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur Pasal 362 KUHP terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif yaitu sebagai berikut : 37 a. Unsur subjektif ; met het oogmerk om het zich wederrechtlijk toe te eigenen atau dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum. b. Unsur objektif ; 1. Hij atau barangsiapa 2. Wegnemen atau mengambil 3. Eenig goed atau sesuatu benda 4. Dat geheel of 35 Ibid, Pasal 372. 36 Suharto RM. , Hukum Pidana Materiil, Unsur-Unsur Obyektif sebagai Dasar Dakwaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, halaman 38. 37 Lamintang, Op.cit., halaman 2. Universitas Sumatera Utara gedeeltelij aan een ander toebehoort atau yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain. Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbukti telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat di dalam rumusan Pasal 362 KUHP. Walaupun pembentuk undang-undang tidak menyatakan secara tegas bahwa tindak pidana pencurian seperti yang dimaksud dalam Pasal 362 KUHP harus dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak dapat disangkal lagi kebenarannya bahwa tindak pidana pencurian tersebut harus dilakukan dengan sengaja, yakni karena undang-undang pidana kita yang berlaku tidak mengenal lembaga tindak pidana pencurian yang dilakukan dengan tidak sengaja. 38 Kesengajaan pelaku itu meliputi unsur : 39 a. Mengambil b. Sesuatu benda c. Sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain d. Dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum. Kiranya sudah jelas bahwa inti pengertian dengan sengaja ialah menghendaki dan mengetahui, karena yang dapat dikehendaki atau yang dapat dimaksud hanyalah perbuatan-perbuatan sedang keadaan-keadaan itu hanya dapat diketahui, maka untuk dapat menyatakan seorang pelaku telah memenuhi unsur 38 Ibid. 39 Ibid. Universitas Sumatera Utara kesengajaan, di sidang pengadilan yang memeriksa perkara pelaku harus dapat dibuktikan bahwa pelaku : 40 a. Telah menghendaki atau bermaksud untuk melakukan perbuatan mengambil; b. Mengetahui bahwa yang diambilnya itu ialah sebuah benda; c. Mengetahui bahwa benda yang diambilnya itu sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; d. Telah bermaksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum. Apabila kehendak, maksud atau pengetahuan ataupun salah satu dari kehendak, maksud atau pengetahuan pelaku itu ternyata tidak dapat dibuktikan, maka orang juga tidak dapat mengatakan bahwa pelaku telah terbukti memenuhi unsur kesengajaan untuk melakukan pencurian seperti yang dimaksud dalam Pasal 362 KUHP, sehingga hakim harus memberikan putusan bebas dari tuntutan hukum bagi pelaku. 41 Barang ialah semua benda yang berwujud seperti : uang, baju, perhiasan dan sebagainya termasuk pula binatang, dan benda yang tak berwujud seperti Hakim memberikan putusan bebas dari tuntutan hukum tersebut sudah cukup jelas karena yang tidak terbukti ialah unsur kesengajaan, sedangkan unsur kesengajaan tersebut oleh pembentuk undang-undang ternyata tidak disyaratkan secara tegas sebagai unsur dari tindak pidana yang diatur dalam Pasal 362 KUHP. 40 Ibid, halaman 3. 41 Ibid. Universitas Sumatera Utara aliran listrik yang disalurkan melalui kawat serta gas yang disalurkan melalui pipa. Selain benda-benda yang bernilai uang pencurian pada benda-benda yang tidak bernilai uang, asal bertentangan dengan pemiliknya melawan hukum, dapat pula dikenakan pasal ini, misalnya seorang jejaka mencuri dua tiga helai rambut dari seorang gadis cantik tanpa izin gadis itu, dengan maksud untuk dijadikan kenang-kenangan, dapat pula dikatakan “ mencuri “, walaupun yang dicuri itu tidak bernilai uang. Mengenai arti kepunyaan menurut Pasal 362 KUHP harus ditafsirkan sesuai dengan pengertian kepunyaanmilik menurut hukum perdata. Di Indonesia berlaku dualisme hukum perdata yakni : 42 a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku untuk orang-orang asal Tionghoa dan Eropa. KUHPerdata juga berlaku bagi mereka yang dimasukkan golongan Timur Asing dan Tionghoa serta berlaku bagi orang-orang Indonesia yang secara sukarela atau dianggap menundukkan diri terhadap KUHPerdata. b. Bagi golongan Bumi Putera Indonesia Asli tetap berlaku hukum adat. Secara yuridis istilah kepunyaan di dalam Pasal 362 KUHP seharusnya ditafsirkan menurut pengertian hukum perdata tertulis dan hukum adat, sesuai dengan persoalannya. 43 Barang yang dicuri itu sebagian atau seluruhnya harus milik orang lain, misalnya dua orang memiliki bersama sebuah sepeda, kemudian seorang diantaranya mencuri sepeda itu, dengan maksud untuk dimiliki sendiri. Walaupun 42 Hasim, Op.cit., halaman 207. 43 Ibid. Universitas Sumatera Utara sebagian barang itu milikinya sendiri, namun ia dapat dituntut juga dengan pasal ini, akan tetapi sebaliknya jika ia mengambil barang yang tidak dimiliki seseorang, tidak dapat dikatakan mencuri, misalnya mengambil binatang yang hidup di alam bebas atau barang yang telah dibuang. Untuk dapat dituntut menurut pasal ini, “ pengambilan “ itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya maupun diperjualbelikan. Orang yang karena keliru mengambil barang orang lain, tidak dapat dikatakan “ mencuri “. Seseorang yang memperoleh barang dijalan kemudian diambilnya dengan maksud untuk dimiliki, dapat pula dikatakan mencuri, tetapi apabila barang itu kemudian diserahkan kepada polisi, tidak dapat dikenakan pasal ini. Apabila kemudian setelah orang itu sampai dirumah kemudian timbul niatnya untuk memiliki barang tersebut, padahal rencana semula akan diserahkan kepada polisi, maka orang itu dapat dituntut perkara penggelapan Pasal 372 KUHP, karena saat barang itu dimilikinya, sudah berada di tangannya. Menurut sejarah perkembangan ilmu hukum pidana banyak sarjana- sarjana ilmu hukum pidana mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai arti mengambil. 44 Menurut Simons dan Pompe, mereka menyatakan menyamakan arti mengambil dengan istilah wegnehmen dalam KUHP Negara Jerman yang berarti Menurut Noyon Langemeyer, pengambilan yang diperlukan untuk pencurian adalah pengambilan yang eigenmachtig, yaitu karena kehendak sendiri atau tanpa persetujuan yang menguasai barang. 44 Suharto RM., Op.cit., halaman 38. Universitas Sumatera Utara tidak diperlukan tempat dimana barang berada, tetapi memegang saja belum cukup, pelaku harus menarik barang itu kepadanya dan menempatkan dalam penguasaannya. 45 Menurut Van Bemmelen arti wegnehmen dirumuskan sebagai berikut : 46 1. Tiap-tiap perbuatan dimana orang menempatkan barang atau harta kekayaan orang lain dalam kekuasaannya tanpa turut serta atau tanpa persetujuan orang lain. 2. Tiap-tiap perbuatan dengan mana seseorang memutuskan ikatan dengan cara antara orang lain dengan barang kekayaannya itu. Dalam teori tentang mengambil ada 3 jenis bentuk mengambil : 47 1. Kontrektasi : bahwa suatu perbuatan mengambil apabila seorang pelaku telah menggeser benda yang dimaksud, dengan perbuatan itu berarti pelaku telah mengambil. 2. Ablasi : pelaku dikatakan mengambil sesuatu barang, apabila pelaku meskipun tidak menyentuh atas benda yang dimaksud, tetapi benda telah diamankan dari gangguan orang lain dengan harapan benda dapat dimiliki. 3. Aprehensi : mengambil berarti pelaku telah membuat suatu benda dalam kekuasaannya yang nyata. 45 Ibid. 46 Ibid, halaman 39. 47 Ibid. Universitas Sumatera Utara Menurut Yurisprudensi dianggap mengambil yaitu : 48 1. Orang yang menggunting kantong baju orang lain, sehingga isinya jatuh kemudian diambilnya. 2. Putusan Rechtbank tanggal 10 – 12 – 1919 tentang pencurian ternak sapi sangat menarik. Duduk perkaranya sebagai berikut : a. Pelaku menjual sapi kepunyaan orang lain yang sedang diikat di pasar hewan. Pelaku tahu bahwa pemiliknya sedang pergi dari tempat dimana sapi diikat, lalu pelaku berdiri di samping sapi itu, sehingga orang mengira bahwa dialah pemilik sapi tersebut, kemudian jual beli dilakukan antara pembeli dengan pelaku. b. Dalam perkara ini terdakwa sama sekali tidak melakukan perbuatan apa-apa yang berhubungan dengan pemindahan sapi, meskipun demikian putusan pengadilan menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk sebagai perbuatan mengambil. c. Pendapat Van Bemmelen lebih jauh lagi dalam menafsirkan kata wegnehmen, dikatakan meskipun tidak ada penempatan barang dalam kekuasaannya, pelaku adalah sudah mengambil. Van Bemmelen memberi contoh sebagai berikut : A seorang Nyonya kehilangan cincin dalam taman kota dan B tukang taman melihat cincin yang jatuh tersebut, pada suatu saat B memindahkan pot bunga diatas cincin sehingga cincin tertutup. B 48 Ibid. Universitas Sumatera Utara bermaksud kalau sudah lama cincin tidak dicari, cincin akan diambil untuk dimiliki. Menurut Van Bemmelen dengan ditutupnya cincin dengan pot bunga sudah ada pencurian. Memiliki berarti bahwa suatu barang yang diambil oleh pelaku harus dapat dinyatakan bahwa memang barang tersebut akan dimiliki. Praktek peradilan yang dimaksud “ memiliki “ ialah barang yang telah diambil itu : 49 a. Ia kuasai selaku seorang tuan, b. Ia kuasai selaku seorang pemilik, c. Ia kuasai selaku seorang penguasa. d. Bahwa perbuatan atas suatu barang yang diambil itu sudah menyatakan kepastian kehendak akan menguasai secara de facto. Unsur dimiliki secara melawan hukum berarti mengambil dengan paksa atau tanpa izin pemilik hak barang tersebut. Apabila rumusan pasal tindak pidana tidak mungkin ditentukan unsur-unsurnya, maka batas pengertian rumusan tersebut diserahkan kepada ilmu pengetahuan dan praktek peradilan. Untuk itu dalam menentukan tindak pidana yang digunakan, selain unsur-unsur tindak pidana yang dilarang juga ditentukan kualifikasi hakikat dari tindak pidana tersebut. Misalnya : “Seorang pencuri tidak segera menjual hasil curian, tetapi menunggu waktu dengan hasrat mendapat untung”. Rumusan tersebut memenuhi 49 Ibid, halaman 40. Universitas Sumatera Utara unsur penadahan seperti yang diatur dalam Pasal 480 KUHP namun karena kualifikasi kejahatan sebagai pencuri maka ia tetap melanggar Pasal 362 KUHP bukan sebagai penadah. Pompe dengan tegas berpendapat “ Seorang pencuri yang tidak segera menjual hasil curiannya dengan hasrat mendapat untung, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikatakan penadah, sebab perbuatan itu tidak dapat dimasukkan kualifikasi penadah”. Sehingga didalam pemberian pidana yang diperbuat pidananya haruslah dengan melihat beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan penjatuhan pidananya yang mana dimulai dari pembuktian, sistem pembuktian, jenis pidana dan tujuan pemidanaan serta kemampuan bertanggung jawab dari si pelaku. Kesemuannya yang diuraikan di atas saling terkait dan merupakan suatu sistem dalam proses untuk tercapainya rasa keadilan dan kepastian hukum, didalam wilayah Hukum Negara Indonesia. 50 a. Cara mengambilnya dengan sembunyi-sembunyi. Yang dimaksud dengan mengambil secara sembunyi-sembunyi adalah mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaannya, seperti mengambil barang dari rumah orang lain ketika penghuninya sedang bepergian. Berdasarkan definisi pencurian diatas, dapat dirumuskan bahwa unsur-unsur pencurian adalah sebagai berikut: b. Barang yang dicuri adalah berupa harta. Dalam hal ini barang yang dicuri disyaratkan: 1 Berupa harta yang bergerak, 2 Berharga menurut pemiliknya, 3 Disimpan di suatu tempat yang layak. 50 Penjelasan KUHP Pasal 362. Universitas Sumatera Utara c. Barang yang dicuri adalah murni milik orang lain dan si pencuri tidak mempunyai hak apapun pada barang tersebut. d. Adanya unsur kesengajaan melakukan perbuatan pidana. e. Pencurinya merupakan orang mukallaf. Pencuri tersebut orang dewasa dan berakal. Dengan demikian, maka anak kecil dan orang gila yang mencuri tidak bisa dikenakan hukuman. f. Ditetapkannya pencurian berdasarkan dua saksi yang adil dan adanya tuntutan dari orang yang dicuri. g. Adanya niat untuk dimiliki. 51 Hal – hal yang tersebut di atas, menjadi unsur yang harus di penuhi agar suatu kasus dapat digolongkan menjadi tindak pidana pencurian biasa.

B. Unsur Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 830/ Pid. B/2010/ PN. Mdn. terhadap Perkara Kasus Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP

2 44 110

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Relevansi Sistem Penjatuhan Pidana Dengan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Terhadap Kasus Pencurian Kendaraan Bermotor (Studi di Pengadilan Negeri Kota Malang)

1 5 30

Analisis Yuridis Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Percobaan Pencurian dengan Pemberatan (Putusan Nomor : 87 / Pid.B / 2012 / PN.GS

0 7 8

Analisis hukum islam terhadap Putusan Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tentang Perkara Pidana Penghinaan oleh Pers : Putusan No.1426/PID.B/2003/PN.Jkt.Pst

0 7 86

Tinjauan Viktimologis terhadap Korban Pemerkosaan dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Bandung pada Perkara Nomor 624/PID.B/2006/PN.BDG

4 39 98

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63