Latar Belakang Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 830/ Pid. B/2010/ PN. Mdn. terhadap Perkara Kasus Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah menjadi kodratnya manusia itu harus hidup berdampingan dengan manusia yang lain. Pada kehidupan bermasyarakat itu telah ada norma-norma pergaulan hidup yang berkembang sejak zaman dahulu kala sampai sekarang ini. Norma-norma pergaulan hidup itu tercipta atau diciptakan sedemikian rupa untuk mengatur tata tertib masyarakat, mengatur hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain, antara individu dengan penguasa dan lain-lainnya yang ada kaitannya dengan kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Ketertiban dalam masyarakat diciptakan bersama-sama oleh berbagai lembaga secara bersama-sama, seperti hukum dan tradisi, oleh karena itu dalam masyarakat juga dijumpai berbagai macam norma yang masing-masing memberikan sahamnya dalam menciptkan ketertiban itu. 1 Hukum menjadi aspek dari kebudayaan, seperti halnya dengan agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan, yang masing-masing menjadi anasir kebudayaan kita. 2 Pada kehidupan bermasyarakat itu sering terdapat adanya penyimpangan- penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup masyarakat terutama yang dikenal dengan nama norma hukum. Penyimpangan norma hukum di masyarakat disebut dengan kejahatan. Sebagai salah satu bentuk penyimpangan dari norma pergaulan hidup, kejahatan merupakan masalah sosial yaitu masalah yang timbul 1 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, halaman 13. 2 Utrecht Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, PT. Ichtiar Baru, Jakarta, 1989, halaman 3. Universitas Sumatera Utara di tengah-tengah masyarakat dimana pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga. Kejahatan yang merupakan suatu bentuk dari timbulnya gejala sosial itu tidak berdiri sendiri, melainkan ada hubungan dengan berbagai perkembangan baik kehidupan sosial, ekonomi, hukum, maupun teknologi. Kejahatan ini juga ditimbulkan dari perkembangan-perkembangan lain sebagai akibat sampingan yang negatif dari setiap kemajuan atau perkembangan sosial di masyarakat. Saat ini, dunia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan modernisasi. Perkembangan dan modernisasi tersebut terutama dapat dirasakan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena perkembangan tersebut juga telah memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan pertumbuhan perekonomian. Satjipto Rahardjo menulis bahwa modernisasi menekankan pada rasio, penampilan manusia secara individual, kebebasan manusia, orientasi kepada dunia serta penggunaan rasio sebagai alat untuk memecahkan berbagai masalah. 3 Sutan Takdir Alisyahbana dalam bukunya “ Hukum dan Proses Modernisasi di Indonesia “ menulis antara lain bahwa proses modernisasi menyangkut perubahan kelakuan dan nilai-nilai kebudayaan yang sejalan dengan perubahan sikap hidup dan cara berpikir manusia. Menurut Sutan Takdir, kebudayaan modern bersifat progresif dan ditandai oleh diterapkannya nilai teori dan nilai ekonomi. 4 3 Nanda Agung Dewantara, Kemampuan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Kejahatan Kejahatan Baru yang Berkembang Dalam Masyarakat, Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman 33. 4 Ibid, halaman 31. Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya pertumbuhan perekonomian yang terjadi belakangan ini mengalami perkembangan yang tidak seimbang. Hal ini dapat di lihat dimana pertumbuhan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan taraf hidup masyarakat sehingga jumlah masyarakat miskin semakin bertambah di Indonesia. Diketahui bahwa keadaan masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan tersebut menyebabkan sangat rendahnya tingkat daya beli masyarakat. Hal ini berdampak pada ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang kemudian akan dapat menjadi penyebab atau latar belakang dari setiap kejahatan atau tindak pidana dalam masyarakat, dimana salah satu bentuknya adalah pencurian. Kejahatan adalah suatu masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, dimana setiap masalah sosial dapat berbeda-beda dari setiap masyarakat, tergantung dari kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Adapun faktor lain yang menjadi penyebab dari terjadinya masalah sosial tersebut adalah berasal dari faktor lingkungan, sifat dari masyarakat tersebut, serta keadaan dari setiap orang yang menjadi anggota penduduk dari masyarakat tersebut. Kejahatan adalah suatu fenomena yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Telah diketahui ada berbagai macam faktor yang dapat menjadi latar belakang dari suatu kejahatan, namun perlu dipahami bahwa kejahatan sebagai salah satu bentuk tingkah laku masyarakat sebagai fenomena mengalami perkembangan yang sejalan dengan perkembangan dari masyarakat tersebut. Hal ini berarti bahwa dengan semakin berkembangnya keadaan masyarakat tersebut, Universitas Sumatera Utara maka akan semakin berkembang pula bentuk dan jumlah kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat. Terkait dengan hal tersebut di atas, maka dapat kita ketahui bahwa perkembangan kejahatan adalah merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri lagi, baik pada masyarakat sederhana maupun modern. Salah satu jenis kejahatan yang semakin berkembang baik dari segi frekuensi maupun dari segi cara melakukannya adalah kejahatan pencurian. Telah dijelaskan di atas bahwa pencurian terjadi disebabkan oleh banyaknya kalangan masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya karena daya beli yang sangat rendah. Diluar Provinsi Sumatera Utara sendiri banyak sekali kasus pencurian, namun sangatlah tidak memiliki hati nurani karena kasusnya sampai dilaporkan ke Polisi dan dilimpahkan ke Pengadilan. Memang pencurian tetaplah bentuk kejahatan, akan tetapi alangkah baiknya jika disesuaikan kejahatan pencuriannya apakah memang pantas untuk disidang di Pengadilan atau masih bisa diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan. Bentuk kasusnya seperti, di Kediri Provinsi Jawa Timur, Basar Suyanto dan Kholil yang mencuri satu buah semangka senilai Rp. 30.000,- tiga puluh ribu rupiah yang diputus bersalah dengan hukuman 15 hari penjara atas tuntutan sebelumnya hukuman penjara selama dua bulan. Kasus lain seperti di Banyumas Universitas Sumatera Utara Provinsi Jawa Tengah, Minah yang mencuri tiga biji kakao yang diputus bersalah dan diberi sanksi berupa hukuman penjara satu bulan 15 hari. 5 Sesuai dengan pengaturan yang terdapat dalam hukum pidana Indonesia, bahwa pencurian pada waktu malam hari adalah pencurian yang tergolong dalam pencurian berat, hal ini dikarenakan pada waktu malam hari adalah waktu yang Masih banyak contoh kasus lainnya yang sebenarnya masih bisa diselesaikan melalui jalur kekeluargaan seperti kasus AAL di Provinsi Sulawesi Tenggara yang mencuri sepasang sandal jepit, dan kasus lainnya seperti anak yang mencuri sebuah voucher pulsa senilai Rp. 10.000,- sepuluh ribu rupiah serta pembantu yang mencuri 6 buah piring milik majikannya. Semua kejadian ini berbanding terbalik dengan kasus para koruptor yang hingga kini belum tuntas. Memang dengan adanya sanksi ini diharapkan memberi efek jera kepada pelaku mengingat kasus pencurian juga merugikan orang lain. Saat ini kejahatan pencurian memang sangat marak terjadi, baik yang terjadi di pinggir jalan, di perumahan, bahkan di dalam gedung perkantoran. Pencurian ini sendiri dapat dilakukan pada siang hari, malam hari, dengan kekerasan, tidak dengan kekerasan, ataupun terhadap keluarganya sendiri. Sanksi yang dijatuhi pun berbeda atas jenis pencurian yang berbeda pula. Salah satu contoh kasus Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP adalah kasus dengan Terdakwa Andy Azwar. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang berkembang dalam masyarakat, bahwa apakah yang menjadi unsur-unsur pembeda antara jenis tindak pidana pencurian yang satu dengan yang lain ?. 5 http:regional.kompas.comread2009121613074643pencuri.semangka.divonis.15.ha ri.penjara Universitas Sumatera Utara umumnya digunakan oleh setiap orang untuk beristirahat, sehingga pada saat itu pemilik dari barang tersebut tidak dapat melakukan perlindungan atau penjagaan terhadap harta benda miliknya, oleh sebab itulah pencurian pada malam hari digolongkan sebagai pencurian dengan pemberatan, dan berarti dalam penjatuhan hukuman akan mendapatkan saksi yang lebih berat, sehingga muncul pertanyaan apakah yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim kelak ketika akan menjatuhkan putusan ?. Hal inilah yang menjadi latar belakang dari penulisan skripsi yang diberi judul : “ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO. 830 PID.B 2010 PN. MDN. TERHADAP PERKARA KASUS PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN PASAL 363 KUHP”.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 830/ Pid. B/2010/ PN. Mdn. terhadap Perkara Kasus Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP

2 44 110

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Relevansi Sistem Penjatuhan Pidana Dengan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Terhadap Kasus Pencurian Kendaraan Bermotor (Studi di Pengadilan Negeri Kota Malang)

1 5 30

Analisis Yuridis Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Percobaan Pencurian dengan Pemberatan (Putusan Nomor : 87 / Pid.B / 2012 / PN.GS

0 7 8

Analisis hukum islam terhadap Putusan Majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tentang Perkara Pidana Penghinaan oleh Pers : Putusan No.1426/PID.B/2003/PN.Jkt.Pst

0 7 86

Tinjauan Viktimologis terhadap Korban Pemerkosaan dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Bandung pada Perkara Nomor 624/PID.B/2006/PN.BDG

4 39 98

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63