3. Tidak memiliki fasillitas jamban wc
4. Komsumsi lauk pauk tidak bervariasi
5. Tidak mampu membeli pakaian minimal 1 set pertahun untuk setiap anggota keluarga
6. Tidak memiliki aset rumah tangga seperti lemari
I.5.4.1. Konsep Kemiskinan dan Penyebabnya
Menurut Tjokrowinoto dalam Sulistiyani 2004 kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan kesejahteraan semata tetapi kemiskinan menyangkut persoalan kerentanan,
ketidakberdayaan, tertutupnya akses peluang kerja, ketergantungan tinggi, dan rendahnya akses pasar.
Sebab-sebab kemiskinan di antaranya dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Perbedaan pemilikan kekayaan. 2.
Perbedaan dalam kemampuan pribadi. 3.
Perbedaan dalam bidang dan pengalaman. Kemiskinan menjadi suatu lingkaran setan dari kurangnya pendidikan, tingginya
pengangguran, rendahnya pendapatan, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, menjadi sumber daya yang tidak produktif. Ini diperlukan satu program yang dapat memecahkan lingkaran setan,
maka program pemecahan yang dicanangkan harus dapat memecahkan permasalahan yang sebenarnya masyarakat miskin.
John Friedmann dalam review “Empowerment”. Menguraikan Kaum Birokrat mendefinisikan istilah kemiskinan sebagai berikut :
a. Garis kemiskinan: Tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara
sosial b.
Kemiskinan Absolute: Kemiskinan diambang garis kemiskinan, dimana tidak dapat memenuhi standart konsumsi minimum, praktis membutuhkan derma.
Universitas Sumatera Utara
c. Kemiskinan relatif: Kemiskinan sedikit diatas ambang garis kemiskinan, tapi jika
dibandingkan dengan kelompok yang sedikit mampu mereka dianggap miskin. d.
Kemiskinan tidak parah negatif: kemiskinan yang diakibatkan oleh kemalasan atau kecenderungan untuk mengerjakan hal-hal kriminal, mereka mampu menyediakan
kebutuhan hidup disekitar ada lapangan kerja namun tidak puas dengan upah yang ditawarkan.
a. Kemiskinan tidak parah positif: Kelompok masyarakat yang menggantungkan pada
upah pabrik, tidak bersifat kriminal, biasanya mempunyai prilaku jujur dan bersih mandiri, dana yang diterima dipergunakan
I.5.4.2. Paradigma Baru Studi Kemiskinan
Dalam persoalan kemiskinan menurut Edi Suharto dalam tulisannya “Paradigma Baru Studi Kemiskinan:, menyatakan dalam upaya mengatasi kemiskinan diperlukan sebuah kajian
yang lengkap sebagai acuan perancangan kebijakan dalam program anti kemiskinan. Menurut hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modelisasi
yang bersandar pada paradigma teori pertumbuhan neo klasik, dan para ahli ilmu sosial selalu merujuk pendekatan tersebut, sistem pengukuran dan indikator yang digunakan terfokus pada
kondisi atau keadaan kemiskinan berdasarkan faktor ekonomi yang dominan. Orang miskin hanya dipandang sebagai orang yang tidak memiliki, tidak memiliki pendapatan tinggi, tidak
berpendidikan, tidak sehat dan sebagainya. Melihat kelemahan pendekatan tersebut diperlukan suatu perubahan pada fokus pengkajian kemiskinan terhadap konseptual dan metodelogi
pengukuran kemiskinan suatu paradigma baru. Paradigma baru kemiskinan melihat orang miskin dari potensi yang dimilikinya sekecil
apapun potensi itu yang dapat dingunakan dalam mengatasi kemiskinannya. Dalam paradigma baru kemiskinan menekankan pada apa yang dimiliki oleh orang miskin, potensi yang dimilikinya
Universitas Sumatera Utara
baik berbentuk aset personal dan sosial, serta berbagai segi penanganan masalah yang telah dijalankan secara lokal, dalam paradigma baru sedikitnya 4 point yang perlu dipertimbangkan:
1. Kemiskinan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan si miskin
dalam merespon kemiskinan 2.
Indikator untuk mengukur kemiskinan sebaiknya jangan tunggal dalam bentuk analisis keluargarumah tangga.
3. Konsep kemampuan sosial dipandang lebih lengkap dalam memotret kondisi dan
sekaligus dinamika kemiskinan. 4.
Pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat memperoleh mata pencaharian memenuhi kebutuhan dasar, mengelola aset menjangkau sumber-sumber, berpartisipasi,
kemampuan dalam menghadapi goncangantekanan.
I.5.5. Pemberdayaan Masyarakat