BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pada dekade 2000, persentase penduduk miskin di Indonesia pernah mengalami penurunan yaitu dari 40,1 menjadi 11,3, namun pada periode 2002 angka ini menjadi 24,29 atau 49,5
juta jiwa. Bahkan International Labour Organization ILO memperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3. Pada tahun 2005, persentase kemiskinan
telah mengalami penurunan, namun secara absolut jumlah mereka masih tergolong tinggi yaitu 43 atau sekitar 15,6 juta BPS dan Depsos 2005. Diantara angka tersebut, diduga jumlah fakir
miskin relatif banyak. Tanpa mengurangi arti pentingnya pembangunan yang sudah dilakukan, angka kemiskinan tersebut mengindikasikan konsep model yang dibangun belum mampu
membentuk sosial ekonomi masyarakat yang tangguh. Dalam kerangka penanggulangan kemiskinan tersebut, hampir semua kajian masalah
kemiskinan berporos pada paradigma modernisasi the modernization paradigm dan the product centered model yang kajiannya didasari teori pertumbuhan ekonomi kapital dan ekonomi
neoclasic ortodox Suharto, 2005. Secara umum, pendekatan yang dipergunakan lebih terkonsentrasi pada individual poverty sehingga aspek struktural dan social poverty menjadi
kurang terjamah. Beberapa pendekatan dimaksud tercermin dari tolok ukur yang digunakan untuk melihat garis kemiskinan pada beberapa pendekatan seperti Gross National Product GNP,
Human Development Index HDI dan Human Poverty Index HPI, Social Accounting Matrix SAM, Physical Quality of Life Index PQLI.
Salah satu tantangan pengentasan kemiskinan adalah bagaimana mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan. Sebab pembangunan tanpa partisipasi
masyarakat hanya akan menimbulkan ketergantungan dan masyarakat hanya menjadi objek dalam proses pembangunan. Selama lebih dari tiga dasawarsa pembangunan Indonesia, kelompok
Universitas Sumatera Utara
lapisan masyarakat bawah belum secara aktif dilibatkan dalam pembangunan. Bahkan kelompok ini menjadi kelompok marginal dan menjadi beban pembangunan. Persepsi negatif yang muncul
adalah bahwa kelompok masyarakat bawah kurang partisipatif dalam pembangunan. Pemberdayaan masyarakat bukan merupakan fenomena baru pada bangsa kita yang masuk
ke dalam tata kehidupan masyarakat tetapi pemberdayaan yang dikaitkan dengan usaha pemerataan, kemandirian dan keberpihakan kepada masyarakat kecil yang telah lama digembar
gemborkan hanya sebagai slogan yang menjanjikan kehidupan masyarakat kecil. Hasil pendataan BPS yang dilakukan menunjukkan penduduk miskin pada 2006 sebanyak
36,1 juta jiwa atau setara dengan 9 juta rumah tangga miskin. BPS memperkirakan rumah tangga miskin secara nasional tahun 2005 mencapi 62 juta jiwa penduduk miskin. Meskipun masyarakat
miskin telah mendapatkan bantuan program pengentasan kemiskinan, tapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat miskin yang telah tersentuh program pengentasan kemiskinan, tetap
saja tidak beranjak dari kondisi kemiskinannya. Karena itu, pasti ada yang salah dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan tersebut.
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah dan sedang melaksanakan sekitar 15 lima belas program penanggulangan kemiskinan, termasuk program jaring pengaman
sosial JPS, yakni: Program Inpres Desa Tertinggal IDT; Program Pengembangan Kecamatan PPK; Program Kredit Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna dalam rangka Pengentasan
Kemiskinan KP-TTG- Taskin; Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam UED-SP; Program Kredit Usaha Tani KUT; Pogram Makanan Tambahan Anak Sekolah PMT-AS;
Program Operasi Pasar Khusus Beras OPK-Beras; Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi PDM-DKE; Program Beasiswa dan Dana Biaya
Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah JPS-Bidang Pendidikan; Program JPS-Bidang Kesehatan; Program Padat Karya Perkotaan PKP; Program Prakarsa Khusus Penganggur
Perempuan PKPP; Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pembangunan Prasarana Subsidi
Universitas Sumatera Utara
Bahan Bakar Minyak PPM-PrasaranaSubsidi BBM; Program Dana Bergulir Subsidi Bahan Bakar Minyak untuk Usaha Kecil dan Menengah; Program Dana Tunai Subsidi Bahan Bakar
Minyak. Penanggulangan kemiskinan yang selama ini terjadi memperlihatkan beberapa kekeliruan
paradigmatik, antara lain pertama, masih berorientasi pada aspek ekonomi daripada aspek
dimensional. Penanggulangan kemiskinan dengan fokus perhatian pada aspek ekonomi terbukti mengalami kegagalan, karena pengentasan kemiskinan yang direduksi dalam soal-soal ekonomi
tidak akan mewakili persoalan kemiskinan yang sebenarnya. Dalam konteks budaya, orang miskin diindikasikan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik,
ketidakberdayaan, dsb. Sementara dalam konteks dimensi struktural atau poliitk, orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan strukutral dan
politis.
Kedua, lebih bernuansa karikatif kemurahan hati ketimbang produktivitas.
Penanggulangan kemiskinan yang hanya didasarkan atas karikatif, tidak akan memuncul dorongan dari masyarakat miskin sendiri untuk berupaya bagaimana mengatasi kemiskinannya. Mereka
akan selalu menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan pihak lain. Padahal program penanggulangan kemiskinan seharusnya diarahkan agar mereka menjadi produktif.
Ketiga, memposisikan masyarakat miskin sebagai objek daripada subjek. Seharusnya
mereka dijadikan sebagai subjek yaitu sebagai pelaku perubahan yang aktif terlibat dalam aktivitas program penanggulangan kemiskinan.
Keempat, pemerintah sebagai penguasa daripada fasilitator. Dalam penanganan
kemiskinan, pemerintah masih bertindak sebagai penguasa yang kerapkali turut campur tangan terlalu luas dalam kehidupan orang-orang miskin. Sebaliknya pemerintah semestinya bertindak
sebagai fasilitator, yang tugasnya mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki Naibaho; 2007, Tesis Program Magister Studi Pembangunan USU. Dalam hal ini, Suharto 2005
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa paradigma baru menekankan ”apa yang dimiliki orang miskin” daripada ”apa yang tidak dimiliki orang miskin”. Potensi orang miskin tersebut bisa berbentuk aset personal dan
sosial, serta berbagai strategi penanganan masalah yang telah dijalankan secara lokal. Belajar dari pengalaman pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di masa lalu
yang masih memberikan porsi yang sangat besar kepada birokrasi, maka digulirkan intervensi ekstrim Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan P2KP yang melompati jenjang
birokrasi peran Pemda. Program ini merupakan kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia melalui pinjaman Loan IDA credit yang merupakan salah satu program
penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat di perkotaan. Intervensinya ditekankan pada pemberdayaan masyarakat dan penyediaan dana pinjaman bergulir serta
pengembangan prasarana dan sarana dasar lingkungan dengan penyediaan pendampingan pihak Konsultan Manajemen Wilayah dan Fasilitator Kelurahan KMW dan Faskel.
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP
Partisipasi masyarakat merupakan hakekat dasar dari program P2KP, melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan program merupakan upaya yang dilakukan sebagai salah satu
upaya menciptakan keberdayaan serta kemandirian dengan memberikan peran lebih besar pada inisiatif masyarakat tersebut dalam melaksanakan pembangunan. Kelurahan Kota Matsum I
merupakan salah satu dari kelurahan di wilayah kota Medan dimana dalam komposisi penduduknya masih ditemukan adanya masalah kesenjangan sosial tersebut yaitu kemiskinan.
merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep
memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun gerakan kemandirian penanggulangan
kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip- prinsip universal. Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum program P2KP masuk di Kelurahan Kota Matsum I Kecamatan Medan Area, beberapa program yang lain khususnya program dari pemerintah pernah masuk seperti Bantuan
Langsung Tunai BLT dan Jamkesmas, Lansia namun pada kenyataannya program ini mengalami kegagalan di tingkat aplikasi di lapangan. Berdasarkan hasil pemetaan sosial program ini menjadi
gagal karena sistem kelembagaan yang tidak baik. Selain hal tersebut juga karena kurang adanya proses pembelajaran pada masyarakat sehingga menjadi tidak tepat sasaran.
Melalui Program P2KP yang ada di Kelurahan Kota Matsum I ini pada tahapan siklusnya yang dimulai dari Rembug Kesiapan Masyarakat RKM, Refleksi Kemiskinan, RK, Pemetaan
Swadaya PS, pembangunan Badan Keswadayaan Masyarakat BKM, Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan PJM-Pronangkis sampai Bantuan Langsung
Masyarakat BLM dan Kelompok Swadaya Masyarakat KSM. Terutama pada tahapan Refleksi Kemiskinan RK, masyarakat Kelurahan Kota Matsum I membuat kriteria kemiskinan, mencari
dan mengenali permasalahan penyebab kemiskinannya. Diantara penyebab kemiskinan yang terjadi di masyarakat Kelurahan Kota Matsum I yaitu; rendahnya pendidikan masyarakat SDM,
sempitnya lapangan pekerjaan, tidak adanya keahlian sehingga masyarakat tidak memiliki penghasilan tambahan, dan kurangnya modal yang dimiliki masyarakat. Oleh sebab itulah, penulis
ingin melihat pengaruh Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP terhadap kesejahteraan masyarkat dalam menanggulangi kemiskinan dengan menggunakan potensi yang
dimiliki masyarakat itu sendiri di Kelurahan Kota Matsum I Kecamatan Medan Area Kota Medan.
I.2 Perumusan masalah