Pulau Sebuku di Masa Depan

7. Pulau Sebuku di Masa Depan

Kebijakan yang mengatur tentang pemanfaatan sumber-sumber agraria di Indonesia cenderung bersifat sektoral dan parsial. Hal ini akhirnya menjadi kelemahan untuk pemanfaatan yang tidak melihat fungsi ekologis sesuai dengan peruntukannya. Dalam PP 14 tahun 2006 tentang pinjam pakai hutan pasal 5 ayat 2 dinyebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan dengan tujuan strategis adalah untuk 1) kepentingan religi; 2) pertahanan dan keamanan; 3) pertambangan; 4) pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan; 5) pembangunan jaringan telekomunikasi; dan 6) pembangunan jaringan instalasi air. Tetapi PP ini tidak menjelaskan aturan pinjam pakai secara spesifik untuk pulau kecil yang secara ekologis rentan.

Jika disinkronkan dengan UU no 27 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, penambangan tidak dianjurkan dilakukan di pulau-pulau kecil. Tetapi jika aktivitas penambangan tersebut berada dikawasan hutan maka yang berlaku adalah kebijakan kehutanan walaupun berada di pulau kecil. Seharusnya kebijakan ini perlu diintegrasikan sehingga tidak mengurangi daya dukung dan keberlanjutan pulau kecil.

Meski pada pasal 38 ayat 4 UU. No. 41/1999 disebutkan bahwa di kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka, tetapi disisi lain terdapat peluang membuka pertambangan di kawasan hutan lindung setelah mengubah status peruntukan dan fungsinya. Hal demikian dijelaskan dalam pasal 19 ayat UU No. 41/1999 ayat (1) perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu, ayat (2) Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana

Krisis Keberlanjutan Sumber Penghidupan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis di Pulau Kecil

dimaksud pada ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan luas, serta bernilai strategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); ayat 3) ketentuan tentang cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Oleh karena itu, sebenarnya terdapat peluang mengubah status kawasan hutan yang dapat berdampak menambah panjang deretan kasus pemiskinan dan perusakan ekologi di Indonesia. Pada kasus pulau Sebuku kami belum bisa mendapatkan data apakah ada bentuk perubahan status hutan. Tapi apapun alasannya, seharusnya tidak ada kebijakan yang memperbolehkan tambang di pulau kecil. Dengan semua batasan yang dimiliki oleh pulau kecil, pada suatu saat pulau kecil akan kolaps dan pada akhirnya masyarakatlah yang menjadi korban.

Jenis dan aksesibilitas sumberdaya alam sangat memengaruhi peran yang mereka miliki dalam kehidupan masyarakat lokal, termasuk kerentanannya terhadap kontrol orang luar. Pengelolaan sumberdaya di Kalimantan Selatan secara umum dikendalikan oleh rezim pertambangan, karena Kalimantan terkenal sejak dahulu akan sumber tambangnya.

Kenyataan mengenai persoalan agraria yang terjadi di Pulau Sebuku menunjukkan bahwa pemerintah belum membedakan kebijakan pengelolaan sumberdaya antara pulau besar dan pulau kecil, dan mengesampingkan dampak yang akan terjadi di kemudian hari. Peran Badan Pertanahan yang masih sangat minim menambah deretan panjang “ketidakberdayaan” masyarakat menghadapi bentuk-bentuk pengambilan lahan di pulau Sebuku. Oleh karenanya dalam rangka menguatkan posisi masyarakat dalam melindungi sumber agraria yang menjadi sumber penghidupannya,

Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis

maka kiranya penting dalam hal ini menghadirkan peran BPN yang lebih intens di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, dalam ranah yang lebih luas BPN harus mampu meningkatkan peran baik secara internal dan eksternal dengan upaya peningkatan SDM (kuantitas dan kualitas) sehingga mampu melaksanakan program- program strategis dan penguatan koordinasi lintas sektoral dan pihak terkait baik secara formal dan informal.

Melihat kenyataan bahwa rezim pertambangan dapat begitu kuat mengontrol kebijakan pemerintah daerah, maka sangat penting untuk membangun dukungan kebijakan yang melindungi aset masyarakat salah satunya dengan melegalisasi aset tersebut. Melakukan pengaturan pemanfaatan berdasarkan kesesuaian dan daya dukung secara ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. Disisi lain, penting mengontrol dan mengawasi kebijakan-kebijakan yang dirasakan akan menambah deretan panjang proses pengalihan lahan pada masyarakat.

Selain itu, hal yang perlu dilakukan dalam agenda pengelolaan sumberdaya alam di negara ini adalah bagaimana memastikan keselamatan rakyat menjadi tujuan utama. Sagkoyo menjelaskan bahwa yang utama adalah bagaimana mengawal proses-proses produksi dan konsumsi masyarakat untuk memenuhii syarat- syarat sosial dan ekologis setempat. Persyaratan sosial dan ekologis dapat dikemukan sebagai keadaan kehidupan msyarakat dan keadaan ekosisitem setempat yang harus terpenuhi atau terjadi/ berlangsung. Persyaratan yang dimaksud adalah keselamatan rakyat, produktivitas rakyat dan kelangsungan pelayanan alam. Oleh karenya, bagaimana kondisi pulau kecil Sebuku dimasa depan sangat ditentukan dengan kebijakan yang diterapkan di pulau Sebuku itu sendiri.