Para Pihak Yang Terlibat Dalam Konflik di Kawasan

8.4 Para Pihak Yang Terlibat Dalam Konflik di Kawasan

Hutan

Melihat kenyataan di atas, dapat kita simpulkan bahwa terdapat dua kepentingan yang saling bertabrakan yaitu dorongan kepentingan membentuk kelembagaan pemerintahan desa dan mempertahankan kawasan hutan karena desa-desa definitif tersebut berada di dalam kawasan hutan. Dinamika masyarakat dalam interaksinya terhadap kawasan hutan sudah tidak lagi sejalan dengan tugas dan fungsi kelestarian dan pertahanan kawasan hutan. Tekanan sosial, ekonomi dan politik terhadap kawasan hutan demikian tinggi antara dua instansi Pemerintah (Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah, Kementerian Dalam Negeri). Kondisi demikian menuntut kedua pihak mencari solusi terhadap permasalahan kelembagaan dan kebijakan pemerintahan di daerah. Tidak adanya koordinansi, integrasi dan sinkronisasi kebijakan dan program pengelolaan kawasan hutan antara Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan tidak sampai menyentuh ke pengelolalan di tingkat tapak) dengan Pemerintah Daerah (Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten) di Propinsi Lampung. Hal ini juga menunjukkan tidak berhasilnya otonomi atau desentralisasi dalam pengelolaan hutan dari Kementerian Kehutanan kepada Pemerintahan Daerah (Propinsi dan Kabupaten).

Reformasi sektor Kehutanan yang seharusnya menonjolkan konsep pendekatan dan perencanaan dari bawah ke atas atau yang bersifat partisipatif tidak terjadi. Perencanaan penggunaaan dan proses pemberian ijin menjadi tugas dan tanggung jawab Kementerian Kehutanan, adanya Dinas Kehutanan di tingkat propinsi dan kabupaten tidak menjadi bagian dari tugas dan fungsi Kementerian Kehutanan. Salah satu indikator keberhasilan otonomi daerah adalah adanya Perda yang mengatur tentang pengelolaan hutan di daerah, seperti terjadi di sektor lainnya (Tata Ruang oleh Kementerian Pekerjaan Umum). Pengurusan kawasan hutan di bawah Kementerian Kehutanan, sementara di tingkat tapak dan masyarakat, kawasan hutan sudah banyak

Prosiding Seminar Hasil Penelitian

Reforma Agraria untuk Mendukung Tata Kelola Kehutanan yang Baik Reforma Agraria untuk Mendukung Tata Kelola Kehutanan yang Baik

Oleh sebab itu manajemen kawasan hutan ke depan harus dilakukan secara partisipatif dan terpadu, mulai dari aspek sumber daya manusia (masyarakat), anggaran, sarana/prasarana dan pendekatan/kelembagaan. Lemahnya kooordinasi dan partisipasi serta keterpaduan tersebut yang menyebabkan meningkatnya proses degradasi hutan dan deforestasi di masa lalu. Tren baru tentang program penurunan emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan (REDD+) tidak mungkin berhasil jika kebijakan dan kelembagaan pemerintahan di sektor kehutanan tidak terintegrasi dengan baik. Kebijakan di tingkat pusat harus bersifat global, umum dan sederhana dan mampu menampung keragaman potensi dan kondisi di daerah.

Tenurial bukanlah tanggung jawab Kementerian Kehutanan saja karena pemicu konflik tenurial adalah adanya kebijakan dari instansi pemerintah lain misalnya melalui ijin-ijin pertambangan, perkebunan, sertifikat tanah, transmigrasi, kemiliteran dan lain-lain. Lembaga yang mendukung penyelesaian konflik antara lain:

1. Badan Pertanahan Nasional (BPN): Deputi Penyelesaian Sengketa Tanah.

2. Bappenas: program Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan.

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang mengkoordinir pemetaan konflik sumber daya alam menjadi institusi yang penting.

4. Komnas HAM yang memberikan perhatian khusus dalam konflik pertanahan.

5. Mahkamah Agung, lembaga peradilan tertinggi yang legitimate dalam penyelesaian konflik.

Perencanaan partisipatif atau perencanaan bersama yang dilakukan oleh semua pihak (stakeholders) terutama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (propinsi dan kabupaten) diharapkan dapat mewadahi aspirasi semua pihak, sehingga akan menimbulkan konsekuensi untuk berperan aktif dalam pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi dari pengelolaan hutan yang telah dilakukan. Dengan melakukan perencanaan bersama atau “perencanaan partisipatif” maka akan membantu mewujudkan kesetaraan, kerjasama dan tanggung jawab bersama dalam pembangunan sumber daya hutan. Perbedaan perencanaan secara sepihak dengan perencanaan partisipatif disajikan pada Tabel 1.