Penyusunan Operasional KPT dan Penyempurnaan

11.5 Penyusunan Operasional KPT dan Penyempurnaan

Proses IPPKH

Dalam upaya merubah sistem tata kelola kehutanan yang baik di Kementerian Kehutanan dan Dinas-Dinas Kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten terkait dengan IPPKH, ada beberapa pembelajaran penting yang dapat dipetik dari Kabupaten Sragen, di antaranya: 1) adanya korelasi positif antara penyederhanaan pelayanan terhadap jumlah pelayanan, investasi, dan penyerapan tenaga kerja; 2) langkah-langkah Kabupaten Sragen dalam melaksanakan program penyederhanaan sistem pelayanan; dan 3) hambatan-hambatan yang dihadapi Kabupaten Sragen dan cara mengatasinya dalam melaksanakan program penyederhanaan sistem pelayanan (Sinombor & Taslin, 2006).

11.5.1 Penerapan Operasionalisasi KPT di Sektor Kehutanan Sebenarnya kantor pelayanan terpadu (KPT) yang diterapkan di Kabupaten

Sragen dapat diterapkan di sektor kehutanan khususnya dalam pengurusan IPPKH dengan alasan: 1) karakteristik sistem birokrasi sama dan sebangun antara di Kabupaten Sragen dan Dinas-Dinas Kehutanan di provinsi dan kabupaten; 2) secara umum proses dan prosedur perijinan relatif sama untuk semua sektor usaha;

3) peraturan perundangan terkait dengan pelayanan relatif tidak berbeda antara di Kabupaten Sragen dan Dinas-Dinas Kehutanan di provinsi dan kabupaten; dan

4) sistem pelayanan dan perijinan di sektor kehutanan belum secara jelas dan tegas mencantumkan tentang prosedur, lamanya waktu, dan biaya pengurusan perijinan. Sebagai contoh untuk mengurus ijin Rencana Karya Tahunan (RKT) Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) hutan tanaman di Provinsi Riau dikenakan biaya sebesar Rp 600 juta (Kompas, 2008).

Ada lima langkah penting dan strategis yang harus diambil oleh Kementerian Kehutanan dan Dinas-Dinas Kehutanan di tingkat provinsi dan kabupaten dalam rangka menyusun langka-langkah operasional KPT di sektor kehutanan. Langkah-

Tata Kelola Ijin Pinjam-Pakai Kawasan Hutan Tata Kelola Ijin Pinjam-Pakai Kawasan Hutan

2) sosialisasi program KPT; 3) perubahan citra pegawai pelayanan; 4) monitoring dan evaluasi pelayanan; dan 5) tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi.

11.5.2 Strategi Penyempurnaan Pengurusan IPPKH Strategi yang perlu diambil oleh Kementerian Kehutanan agar langkah-

langkah operasional SPT dalam pengurusan IPPKH dapat diwujudkan meliputi: 1) membentuk Tim Penyusun Rencana Penerapan SPT; 2) membentuk Tim Operasional SPT; 3) menentukan ruangan loket SPT; 4) memasang papan pengumunan terkait dengan prosedur, lama, dan biaya untuk setiap perijianan; dan 5) menerapkan sistem pelayanan “online” dalam proses penetapan perijinannya.

Pembentukan Tim Penyusun Rencana Penerapan SPT ditetapkan oleh Sekjen Kementerian Kehutanan dengan anggota dari unit Eselon I masing-masing dengan tugas menyusun rencana induk pelaksanaan penerapan SPT di sektor kehutanan. Rencana induk tersebut disosialisasikan secara internal dan eksternal lingkup Kementerian Kehutanan.

Pembentukan Tim Operasional SPT ditetapkan juga oleh Sekjen Kementerian Kehutanan yang anggotanya dipilih dari orang-orang yang professional dan memiliki kredibilitas dan karakter yang baik di bidangnya terkait dengan sistem perijinan. Hasil kerja dan kinerja Tim Operasional SPT nantinya akan dimonitor dan dievaluasi oleh Tim Penyusunan Rencana Penerapan SPT.

Tim Operasional SPT dapat menentukan lokasi loket pelayanan umum yang biasanya berada di bagian muka (front desk) dari bangunan gedung kantor. Dalam hal ini lokasi loket pelayanan yang tepat adalah di lantai dasar dari Gedung Manggala Wanabakti. Papan pengumuman yang terkait dengan sistem pelayanan, prosedur perijinan, lama perijianan, dan biayanya harus terpampang jelas dan diletakkan pada tempatnya sehingga dapat dibaca dan dipahami oleh para pemohon perijinan di sektor kehutanan.

Proses perijinan secara “online” sebenarnya sudah diterapkan dengan baik oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal dan jika hal yang sama juga diterapkan oleh Kementerian Kehutanan dapat merupakan suatu bukti nyata bahwa Kementerian Kehutanan bersungguh-sungguh untuk menerapkan empat dari lima prinsip tata kelola kehutanan yang baik seperti akuntabilitas, transparansi, demokratisasi, dan partisipasi para pihak kehutanan.

Prosiding Seminar Hasil Penelitian

Reforma Agraria untuk Mendukung Tata Kelola Kehutanan yang Baik