Konsep Dasar Forest Tenurial

7.2 Konsep Dasar Forest Tenurial

Land tenure adalah seperangkat property rights yang berhubungan dengan lahan dan kelembagaan yang menegakkan hak-hak tersebut. Bentuk dari land tenure merujuk pada aturan, norma yang berhubungan dengan sejumlah entitas seperti individu, sebuah lembaga publik, sebuah perusahaan swasta, sekelompok individu yang

Prosiding Seminar Hasil Penelitian

Reforma Agraria untuk Mendukung Tata Kelola Kehutanan yang Baik Reforma Agraria untuk Mendukung Tata Kelola Kehutanan yang Baik

Secara politis, land tenure merupakan sebuah isu yang sensitif dalam proses perubahan, khususnya dalam transisi ekonomi dan sosial. Misalnya, dari rejim sosialis menuju ekonomi pasar, dari apartheid menuju sistem demokratis, dari perang sipil menuju perdamaian (Korf, 2002). Land tenure adalah “the living issue’’ yang tidak lekang oleh perubahan zaman dan bahkan akan semakin kontekstual dan menemukan posisinya dalam diskursus pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan pasca kolonial dan di era globalisasi. Robinson et al. (2011) menyatakan walau ada banyak faktor yang mempengaruhi secara signifikan pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan seperti pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, dan faktor-faktor ekonomi, struktur perekonomian, keterkaitan dengan ekonomi internasional dan ideologi politik dari sebuah negara, namun penguasaan lahan adalah faktor lain yang mempengaruhi keberlanjutan dari pemanfaatan sumber daya yang merupakan cross cutting issues dari dimensi ekonomi dan sosial. Tidak bisa dipungkiri, bagi Silpakar (2008), land tenure adalah bagian dari struktur sosial, politik dan ekonomi yang penting.

Di sisi lain, dalam perdebatan intelektual, sebagian besar literatur tentang land tenure berasal dari dua disiplin ilmu utama. Land tenure seringkali dianalisa dari perspektif ekonomi politik pembangunan dari sebuah negara yang baru merdeka atau dari titik pandang antropologi dan sosial, sementara pembahasan land tenure dan pemanfaatan sumber daya yang bekelanjutan dari spektrum konservasi, literaturnya sangat terbatas (Robinson et al., 2011).

Pemahaman awal tentang konsep land tenure adalah langsung pada pengertian tentang sebuah sistem dari beragam hak yang mengatur kepemilikan atau penggunaan dan pemanfaatan lahan (Robinson et al., 2011). Land tenure adalah sebuah turunan dari konsep penguasaan sumber daya alam yang esensinya merujuk pada suatu kondisi dengan mana sumber daya hutan dikuasai dan dimanfaatkan (Shivje et al., 1998). Tenure adalah sebuah konsep yang seringkali diasosiasikan di Amerika Latin sebagai memegang hak (title) atas lahan dan sumber daya alam. Esensinya adalah merujuk pada siapa yang memiliki hak pada apa (Vargas, 1998).

Konsep dari penguasaan (tenurial) adalah konstruksi sosial yang mendefinisikan hubungan antara individu dan berbagai kelompok individu melalui beragam kewajiban dan hak, yang mana definisinya berkaitan dengan kontrol dan penggunaan lahan. Tenurial biasanya juga dipahami sebagai bundle of rights atau hak-hak tertentu untuk melakukan hal-hal tertentu dengan lahan atau property (Vargas, 1998; Bruce, 1993). Pada praktiknya, land tenure seringkali digunakan secara bergantian dengan property rights, padahal secara esensial ada perbedaan. Property rights merujuk pada

80 Membumikan Reforma Agraria di Sektor Kehutanan: Menuju Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat 80 Membumikan Reforma Agraria di Sektor Kehutanan: Menuju Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

Relasi penguasaan lahan cukup bagus terdefinisikan dan dapat ditegakkan dalam pengadilan hukum formal atau melalui struktur masyarakat adat dalam sebuah komunitas. Namun, ada kemungkinan juga bahwa land tenure kurang terdefinisikan secara baik sehingga memungkinkan terbuka untuk diekploitasi (Silpakar, 2008). Oleh sebab itu, penguasaan lahan didefinisikan dalam dua aspek yakni penguasaan dan kepemilikan yang meliputi relasi hukum antara manusia dengan tanah. Penguasaan dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik oleh seseorang secara individual, pemerintah maupun badan-badan swasta. Aspek penguasaan tersebut mengatur bentuk-bentuk hak. Dengan demikian, terutaman di Indonesia, penguasaan atas tanah mencakup tiga hak, yaitu hak ulayat, hak perseorangan dan badan hukum. Hak ulayat dipegang oleh masyarakat adat yang memiliki pola kepemilikan komunal (Nasir, 2012). Food Agricultural Organisation (2002) meringkas dan mendefinisikan pengertian land tenure sebagai sebuah jaringan kepentingan yang saling bersinggungan yang terdiri dari:

1. Kepentingan yang mendominasi atau menggantikan: ketika kekuasaan kedaulatan, misalnya sebuah bangsa atau komunitas masyarakat memiliki kekuasaan untuk mengalokasikan lahan melalui perampasan.

2. Overlaping kepentingan: ketika beberapa pihak diberikan hak yang berbeda pada sebidang lahan yang sama.

3. Kepentingan yang saling melengkapi: ketika beragam pihak sharing kepentingan yang sama dalam sebidang lahan yang sama (misalnya, hak yang sama pada padang penggembalaan).

4. Kompetisi kepentingan: ketika para pihak yang berbeda saling berkompetisi demi kepentingan pada sebidang lahan yang sama; ketika dua pihak saling mengklaim untuk secara ekslusif menggunakan sebidang lahan pertanian.