mengatasi kendala pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam rencana
pembangunan nasional, pengembangan wilayah lebih ditekankan pada penyusunan paket pengembangan wilayah terpadu dengan mengenali sektor
strategis potensial yang perlu dikembangkan di suatu wilayah Friedmann Allonso, 1964.
Menurut Budiharsono 2005 pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar aspek yaitu :
1. Aspek Biogeofisik;
Aspek Biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya non hayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada pada wilayah tersebut.
2. Aspek Ekonomi;
Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah.
3. Aspek Sosial;
Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar dalam bidang politik, budaya
masyarakat serta pertahanan dan keamanan.
4. Aspek Kelembagaan;
Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga
meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial
ekonomi yang ada di wilayah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
5. Aspek Lokasi;
Aspek lokasi menunjukkan kerterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan
maupun pemasaran.
6. Aspek Lingkungan;
Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak.
2.1.3 Teori – teori dalam Pengembangan Wilayah
a. Teori Tempat Pusat Central Place Theory
Teori tempat pusat atau central place theory pertama kali dikembangkan oleh Walter Christaller pada tahun1993. Christaller 1933 dalam Djojodipuro
1992: 134, mendefisikan Pusat Pelayanan atau lebih dikenal dengan central place merupakan kota-kota yang menyajikan barang dan jasa bagi masyarakat di
wilayah sekelilingnya dengan membentuk suatu hirarki berdasarkan jarak dan ambang batas penduduk. Pembagian hirarki pelayanan tersebut, mengakibatkan
suatu kota dengan hirarki pelayanan paling tinggi secara alami memiliki potensi daya tarik yang besar dan berpengaruh besar bagi daerah-daerah yang
kekuatannya lebih kecil, dimana kota tersebut mempunyai kemampuan menarik potensi, sumber daya dari daerah lain dan kota di bawahnya.
Walter Christaller pada tahun 1933 melakukan studi di Jerman Selatan mengenai hirarki pusat pelayanan kegiatan jasa pada tujuh tingkat hirarki pusat
pelayanan, mulai dari desa kecil di pinggir jalan hingga kota. Setiap pusat pelayanan kegiatan jasa tersebut masing-masing mempunyai spesialisasi
Universitas Sumatera Utara
pelayanan tertentu, seperti jasa kesehatan, jasa pemenuhan kebutuhan toko, pasar berkala, dan pasar harian, serta jasa pemerintahan. Hasil studinya ini merupakan
sumbangan sekaligus juga kemajuan yang berarti bagi teori lokasi secara umum, dan secara khusus adalah bagi teori penyediaan pusat pelayanan penduduk
tersebut diartikan sebagai pusat kota maupun sub pusat kota, yang merupakan suatu titik tempat daerah pada suatu kota yang memiliki peran sebagai pusat
dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial, budaya, ekonomi dan teknologi Yunus, 1999 : 9. Dalam teori ini ada 4 empat asumsi yang
mendasari, yaitu : Wilayah tersebut merupakan wilayah yang datar, dan juga memiliki
sumberdaya alam yang merata. Pergerakan dimungkinkan dapat dilakukan ke segala arah.
Penduduk tersebar secara merata diseluruh wilayah, dan semuanya memiliki daya beli yang sama.
Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimasi jarak atau biaya.
Berdasarkan asumsi dan fenomena tersebut diatas, Christaller menjelaskan juga bahwa suatu tempat pusat memiliki 3 tiga karakteristik khusus. Ketiganya
dikatakan sejalan karena ketiga karakteristik tersebut merupakan faktor – faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya pola geometris wilayah pelayanan suatu
tempat pusat. ketiga karakteristik tersebut adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Memiliki ambang penduduk threshold population