Coping Stres
b. Coping Stres
Lazarus & Folkman (dalam Wangsadjaja) menyatakan bahwa coping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu . Coping dipandang
sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Menurut Lazarus (dalam Sarafino, 2006) coping memiliki 2 fungsi utama, yaitu mengubah masalah sebagai penyebab stress (problem focus coping) atau mengatur respon emosi terhadap masalah tersebut (emotional coping stress).
Permasalahan-permasalahan yang responden alami dihadapi dengan berbagai macam bentuk coping. Sebagian besar dihadapi dengan kedua bentuk coping, namun terdapat juga beberapa permasalahan yang dihadapi responden hanya dengan problem focus coping.
Kekhawatiran terhadap keselamatan fisiknya saat menjalankan tugas dihadapi responden hanya dengan problem focus coping, yaitu menyiapkan semacam
rencana untuk menyelesaikan masalah penyebab stres, dan mengambil tindakan untuk melaksanakan rencana tersebut. Hal ini dilakukan responden dengan planful problem solving, yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis dengan memperkirakan kondisi situasi yang dialaminya, jika responden menilai situasinya tidak terlalu berbahaya, maka responden akan melanjutkan tugasnya, namun jika ternyata situasi yang ada dinilai berbahaya, maka responden berencana untuk tidak terjun ke lapangan, atau memberikan teguran dengan cara yang lembut, dan merazia secara fardiyah (pendekatan personal) saja agar terhindar dari bentrokan dengan masyarakat.
Permasalahan mengenai minimnya hak WH dan ribetnya administrasi pekerjaannya yang harus menggunakan SPJ jika akan bertugas juga dihadapi responden hanya dengan problem focus coping, berupa planful problem solving, dimana responden akan mengajukan tuntutannya untuk menambah hak dan kewajiban WH jika melaksanakan rapat dengan atasannya. Selain itu responden juga berencana untuk hanya melaksanakan tugas secara fardiyah saja jika tidak menggunakan SPJ.
Selain kedua permasalahan di atas, permasalahan mengenai ketiadaan jenjang kenaikan karir di WH juga dihadapi responden hanya dengan problem focus coping, dimana responden mencoba untuk mengikuti tes CPNS agar dapat memperoleh pekerjaan lain yang memiliki jenjang kenaikan karir.
Jika ketiga permasalahan di atas dihadapi responden dengan hanya menggunakan problem focus coping, maka untuk permasalahan yang lain dihadapi responden dengan menggabungkan antara problem focus coping dengan
emotional focus coping. Misalnya dalam menghadapi permasalahan dengan atasannya, walaupun responden menghadapinya dengann accepting responsibility, yaitu usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik, dimana responden merasa bahwa responden tidak mampu melakukan apa-apa karena memang konsekuensi dari posisinya sebagai bawahan, responden tetap berusaha untuk melakukan apa yang bisa dilakukannya dan membiarkan atasannya melakukan apa yang dilakukan atasan selama menurut responden hal tersebut adalah benar.
Selain itu, dalam menghadapi permasalahan beratnya beban pekerjaannya, responden menggunakan emotional focus coping berupa positive reappraisal yaitu usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius, yaitu dengan mencoba untuk mencari sisi positif dari pekerjannya, dengan menganggap bahwa walaupun tugas WH berat, namun di sisi lain memiliki banyak pahala, selain itu responden juga mencoba untuk mencari dukungan emosional dengan berbagi dengan teman-temannya, mencoba untuk bersama mencari jalan keluar dari permasalahannya. Namun responden juga menggunakan problem focus coping, berupa planful problem solving dengan menyiapkan rencana untuk melakukan pendekatan personal terhadap masyarakat khususnya kaum ibu, agar kaum ibu mampu menjaga dan membimbing anak-anaknya, sehingga beban pekerjaan WH tidak terlalu berat.
Untuk permasalahan mengenai kurangnya dukungan masyarakat terhadap WH, dihadapi responden dengan self-control yaitu usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan dengan bersabar dan mengikhlaskannya, selain itu responden juga menggunakan seeking social support, yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dengan mencari dukungan emosional dari rekan-rekannya. Namun responden juga menggunakan problem focus coping berupa planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis, dengan berusaha untuk menegur masyarakat dengan lembut, melakukan razia secara fardiyah saja untuk menghindari respon negatif yang diberikan masyarakat. Responden juga pernah langsung menunjukkan ayat Al-Quran mengenai wajibnya menutup aurat agar masyarakat tidak lagi memberikan protes terhadap responden.