Sumber Stres
a. Sumber Stres
Masalah-masalah yang di alami oleh responden secara garis besar dapat digolongkan pada sumber stres dari pekerjaan. Sarafino (2006) menyatakan bahwa banyak orang-orang yang mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaannya. Greenberg (2006) menyatakan bahwa occupational stress adalah kombinasi dari sumber stres yang berasal dari pekerjaan, karakteristik individu, dan sumber stres yang berasal dari luar organisasi. Stres yang dialami oleh responden adalah ketakutan responden akan keselamatan fisiknya saat menjalankan tugas, ketiadaan jenjang kenaikan karir, ketidaksesuaian dengan atasan, beban pekerjaan berat, ketiadaan dukungan dari atasan dan pemerintah, dan gaji yang dinilai tidak sebanding dengan beban pekerjaannya yang berat.
Mengenai ancaman fisik dalam pekerjaannya, responden merasa ketakutan jika seandainya pelaku pelanggaran syariat Islam yang ditegur oleh responden melakukan tindakan kekerasan terhadap responden sebagai bentuk balas dendam. Karena menurut responden laki-laki bisa saja melakukan kekerasan jika kesenangannya terganggu. Ketidakmampuan responden untuk mengontrol ketakutan akan kekerasan ini (low controllability) menyebabkan responden merasa tidak mampu mengatasi situasi menekan ini sehingga selanjutnya menimbulkan stres pada responden. Lazarus (dalam Wangsadjaya) menyatakan bahwa penilaian individu mengenai bagaimana individu dapat mengatasi situasi menekan (Coping-potential) merupakan salah satu cara yang digunakan individu Mengenai ancaman fisik dalam pekerjaannya, responden merasa ketakutan jika seandainya pelaku pelanggaran syariat Islam yang ditegur oleh responden melakukan tindakan kekerasan terhadap responden sebagai bentuk balas dendam. Karena menurut responden laki-laki bisa saja melakukan kekerasan jika kesenangannya terganggu. Ketidakmampuan responden untuk mengontrol ketakutan akan kekerasan ini (low controllability) menyebabkan responden merasa tidak mampu mengatasi situasi menekan ini sehingga selanjutnya menimbulkan stres pada responden. Lazarus (dalam Wangsadjaya) menyatakan bahwa penilaian individu mengenai bagaimana individu dapat mengatasi situasi menekan (Coping-potential) merupakan salah satu cara yang digunakan individu
Seperti orang-orang lain, responden juga memiliki keinginan untuk mendapatkan kenaikan karir. Ketiadaan jenjang kenaikan karir pada WH dicoba diterima sebagai konsekuensi pekerjaan, namun hal ini tetap menyebabkan responden mencoba untuk mencari pekerjaan lain di luar WH. Responden berusaha untuk mengikuti tes CPNS untuk mendapatkan pekerjaan lain. Lazarus (dalam Wangsadjaya) menyatakan bahwa penilaian individu yang mengacu pada tidak sesuainya kondisi suatu situasi dengan keinginan yang dimiliki individu (goal incongruence) merupakan salah satu bentuk penilaian individu terhadap situasi yang dapat memunculkan stres. Wolfe dan Kolb (1984) menyatakan bahwa perkembangan karir tidak hanya mempengaruhi pekerjaan seseorang, tetapi juga mempengaruhi hidup seseorang secara keseluruhan.
Stenmetz (1979) menyatakan bahwa persepsi seseorang terhadap orang lain dalam suatu hubungan pekerjaan sangat mempengaruhi kualitas kerja yang dihasilkan. Dalam persepsinya, responden menilai bahwa responden sulit untuk bekerja sama dengan atasannya karena responden menilai WH dan Satpol PP itu bertolak belakang. Satpol PP yang bekerja dengan arogan dan dengan cara militer bertolak belakang dengan WH yang bekerja dengan perkataan dan kelembutan. Penilaian yang responden miliki terhadap atasannya sangat mempengaruhi kinerja responden dalam bekerja sama dengan atasannya. Lazarus (dalam Musbikin,
2005) menyatakan bahwa terdapatnya kesenjangan antara realita dengan idealita, antara keinginan dengan kenyataan dapat menimbulkan stres pada individu.
Responden menilai beban pekerjaannya sebagai WH sangat berat karena responden harus mewujudkan syariat Islam di Aceh Tengah. Padahal responden menilai bahwa syariat Islam tidak akan terwujud jika hanya mengharap WH saja. Syariat Islam baru akan terwujud jika ada partisipasi semua pihak, baik dari pemerintah maupun seluruh elemen masyarakat. Beban pekerjaan yang berat ini dinilai oleh responden sebagai salah satu sumber stres. Greenberg (2006) juga meletakkan beban kerja sebagai salah satu sumber stres. Keadaan yang dialami ketika terdapat ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dengan kemampuan untuk mengatasinya dapat menyebabkan timbulnya stres (Looker & Gregson, 2005).
Beban pekerjaan responden dinilai semakin berat ketika responden merasakan kurangnya dukungan pemerintah terhadap WH. Pemerintah tidak memberikan peran yang cukup luas terhadap responden agar bisa bekerja dengan maksimal. Hak WH yang dinilai minim karena WH tidak bisa menangkap pelanggar membuat responden sulit untuk melaksanakan tugasnya mewujudkan Syariat Islam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stenmetz (1979) bahwa pemerintah memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pekerja. Pemerintah berperan terhadap pekerja yang merasa kurang nyaman dalam pekerjaannya, pemerintah juga berpengaruh terhadap perkembangan karir pekerja, apakah pekerja tersebut akan bertahan, depresi, merasa kurang nyaman atau bahkan merugikan orang lain.
Jumlah gaji yang juga dinilai minim dirasakan responden sangat menyulitkan pelaksanaan tugasnya. Responden merasa jumlah gaji yang tidak sesuai dengan beban kerja dan kebutuhan kerjanya menyebabkan responden menjadi tidak bisa mengawasi dan membina seluruh wilayah tugas responden. Jumlah gaji yang minim ini juga menjadi salah satu sumber stres pada responden.
Lazarus dan Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa secara umum stres memiliki proses penilaian yang disebut cognitive appraisal. Cognitive appraisal ini dibedakan menjadi 2 tipe penilaian, yaitu penilaian primer dan penilaian sekunder. Penilaian primer merupakan penilaian individu mengenai pengaruh situasi terhadap well being individu, sedangkan penilaian sekunder merupakan penilaian mengenai kemampuan individu melakukan coping, beserta sumber daya yang dimilikinya, dan apakah individu cukup mampu menghadapi harm, threat, dan challenge dalam peristiwa yang terjadi, mengevaluasi potensi atau kemampuan dan menentukan seberapa efektif potensi atau kemampuan yang dapat digunakan untuk menghadapi suatu kejadian.
Masalah-masalah yang muncul dinilai responden sebagai hal yang menimbulkan ketidaknyamanan, ketakutan, kekecewaan, dan kejengkelan. Penilaian primer dilakukan responden terhadap semua permasalahan yang dihadapinya. Responden mencoba untuk menilai efek dari permasalahan yang dialaminya terhadap kondisi diri dan pekerjaannya. Penilaian primer yang dilakukan responden juga terlihat dari penilaian responden terhadap perilaku massa yang dikhawatirkan akan membahayakan keselamatan responden dan penilaian terhadap ketiadaan kenaikan karir pada WH.
Selain melakukan penilaian primer, responden juga melakukan penilaian sekunder. Responden menilai kemampuannya untuk melakukan coping, beserta efektifitas sumber daya yang dimilikinya untuk digunakan menghadapi permasalahan. Responden tetap berusaha memikirkan alternatif tindakan yang harus dilakukan responden terhadap setiap situasi. Hal ini terlihat dari rencana- rencana yang responden susun dalam melaksanakan tugasnya.