GAMBARAN COPING STRES PADA WILAYATUL HISBAH YANG DITEMPATKAN DI DESA
D. GAMBARAN COPING STRES PADA WILAYATUL HISBAH YANG DITEMPATKAN DI DESA
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam telah memberlakukan Syariat Islam selama tujuh tahun. Sejak saat itu kehidupan masyarakat di daerah berjuluk Serambi Mekah itu kental dengan nuansa Islam. Tidak hanya sebatas nuansa, tapi telah merasuk dalam semua sendi kehidupan masyarakatnya.
Peraturan syariat Islam memang tidak bisa langsung diterapkan secara keseluruhan. Peraturan Daerah atau Qonun misalnya, sampai kini baru empat yang disahkan, yaitu Qonun nomor 11 tentang aturan Syariat Islam, Qonun 12 soal judi atau maisir, Qonun 13 tentang khamar atau minuman keras, serta Qonun
14 tentang khalwat, larangan berduaan di tempat sepi bagi yang bukan muhrim. Namun hal ini jauh dari cukup untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Empat
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
Qonun itupun dipercepat pemberlakuannya, karena dianggap mendasar dan berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat (Indosiar.com, 2006).
Dua tahun setelah Qonun Syariat Islam diberlakukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, lembaga hukum baru sebagai penopang pemberlakuan Qonun Syariat Islam pun satu per satu dibentuk. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), yang berperan memberikan masukan dalam menentukan kebijakan daerah terkait syariat Islam melalui fatwa hukum, adalah lembaga yang pertama kali dibentuk. Selanjutnya dibentuk Dinas Syariat Islam yang berperan menyiapkan Qonun dan melakukan penyuluhan serta pengawasan.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Dinas Syariat Islam membentuk Wilayatul Hisbah (pengawas wilayah, sering disebut polisi syariah). Wilayatul Hisbah (WH) adalah lembaga yang bertugas mengawasi, membina, dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang Syariat Islam dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar (Furqani, 2007). Tugas dari WH diantaranya adalah menindak perempuan Islam yang tidak menggunakan busana muslim, menangkap pasangan beda kelamin yang berdua-duaan (khalwat), dan meringkus pemabuk (khamar) serta penjudi (maisir).
WH mempunyai susunan organisasi yang terdiri atas WH Provinsi, WH Tingkat Kabupaten/Kota, WH Tingkat Kecamatan dan WH Kemukiman, bahkan memungkinkan di bentuk di Gampong dan lingkungan – lingkungan lainnya (Qanun NAD Nomor 11 BAB VI, Pasal 14 ayat (2) (Abubakar, 2008). Berbeda dengan WH yang ditempatkan di kota, WH yang ditempatkan di desa seringkali
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
terbentur dengan masalah adat kebiasaan masyarakat. Masyarakat desa pada umumnya cenderung memahami ajaran dan tuntunan Islam dalam kerangka budaya dan adat Aceh, dalam arti kata pelaksanaan Islam dilakukan dalam kerangka adat “lokal” (Chaidar, 2008). Hal-hal yang telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat dianggap sebagai hal yang sesuai dengan syariat islam, walaupun sesungguhnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini tentu saja sangat mengganggu dan menghambat kerja WH.
Selain itu, kurangnya dukungan dari pihak pemerintah juga sangat dirasakan oleh WH yang ditempatkan di desa. Kurangnya dukungan ini dirasakan oleh WH karena pemerintah tidak memberikan peralatan yang memadai untuk pelaksanaan tugas WH, seperti mobil untuk patroli dan dana operasional lapangan. Hal lain yang menjadi kendala/hambatan dalam menjalankan tugas di lapangan bagi petugas WH adalah masih terbatasnya kewenangan yang di miliki WH dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran qanun syariat Islam. WH hanya memiliki wewenang untuk menegur atau menasehati. Hal ini membuat wewenang WH sangat lemah dalam menindaklanjuti pelanggar (Abubakar, 2007).
Hambatan dan kendala yang dihadapi WH yang ditempatkan di desa ini menuntut mereka untuk bekerja lebih keras dalam menjalankan tugasnya. Beban pekerjaan yang terlalu berat, konflik, frustasi, jam kerja yang rutin, gaji yang tidak sesuai dengan pekerjaan, dan lingkungan pekerjaan dapat menimbulkan stress (Ubaidillah, 2007). Kondisi pekerjaan yang terlalu kompleks, overload, terdapatnya kebingungan peran, dan kurangnya dukungan sosial, harapan akan
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
kenaikan karir yang tidak didapatkan, struktur organisasi yang terlihat kaku dan keras juga dapat menyebabkan timbulnya stress (Looker & Gregson, 2005).
Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika terdapat sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya (Looker & Gregson, 2005). Stress yang dialami oleh individu disertai dengan ketegangan emosi dan ketegangan fisik yang menyebabkan ketidaknyamanan. Dalam situasi seperti ini, maka individu termotivasi untuk melakukan suatu tindakan yang bisa meredakan stress. Hal ini disebut coping. Coping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan.
Menurut Lazarus (dalam Sarafino, 2006) coping memiliki 2 fungsi utama, yaitu mengubah masalah sebagai penyebab stress (problem focus coping) atau mengatur respon emosi terhadap masalah tersebut (Emotion-focused coping). Problem focus coping digunakan dengan mengurangi tuntutan dari situasi atau menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk menghadapinya. Emotion-focused coping digunakan untuk penanganan stress dimana individu memberikan respon terhadap situasi stress dengan cara emosional.
Carels, et.al (dalam Passer & Smith, 2007) menyatakan bahwa kegagalan dari fungsi coping yang digunakan dapat saja terjadi, jika individu tidak menggunakan coping skill yang cukup untuk menghadapi situasi yang berbahaya, sehingga hasilnya individu akan mengalami kepercayaan diri yang rendah dan percaya bahwa mereka tidak akan dapat menghadapi permasalahan. Selanjutnya individu
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.
akan merasa terganggu dan menyalahkan diri sendiri mengenai permasalahan yang dihadapinya dan berfikir memang tidak akan pernah mampu menghadapinya. Keputusasaan ini menyebabkan resiko yang berbahaya bagi individu yang menyebabkan individu lepas kendali dan dalam beberapa kasus dapat mengakibatkan kegagalan total.
Rena Kinnara Arlotas : Gambaran Coping Stres Pada Wilayatul Hisbah Yang Ditempatkan Di Desa, 2010.