PROSES PEMILU Pemutakhiran Data Pemilih

B. PROSES PEMILU Pemutakhiran Data Pemilih

Petunjuk Pemutakhiran Data Pemilih oleh PPDP/PANTARLIH dan Panitia Pemungutan Suara/PPS untuk Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 atau PILEG 2014 sudah diatur dalam Peraturan KPU/PerKPU/PKPU No. 9 Tahun 2013 yang meliputi Penyusunan Daftar Pemilih, Penyusunan DPS, Penyusunan DPT, Tugas PPDP, Tugas PANTARLIH. Sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun sebelum melakukan coklit, Pantarlih melakukan koordinasi dengan Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat setempat. Selanjutnya, setelah menerima data Pemilih berbasis TPS (Form Model A.0-KPU), Pantarlih melakukan pencocokan dan penelitian data pemilih oleh Pantarlih caranya dengan mendatangi pemilih secara langsung dari rumah pemilih. Dalam proses pencocokan dan penelitian itu apabila Pantarlih menemukan perubahan data pemilih, maka Pantarlih memperbaiki data pemilih dengan ditulis tangan dalam formulir model A.0-KPU dan formulir model A.A-KPU untuk pengisian Pemilih Baru dan memberi paraf pada setiap halaman formulir. Setelah itu, Pantarlih memberikan formulir salinan Bukti Telah Terdaftar (form Model A.A.1-KPU) kepada pemilih yang ditanda tangani oleh Pantarlih dan kepala keluarga pemilih atau yang mewakili. Pantarlih kemudian menandatangani formulir model A.0-KPU dan formulir model A.A-KPU yang telah selesai dilakukan pencocokan dan penelitian. Selain memperbaiki data pemilih yang berubah, baik itu data pemilih berkurang maupun bertambah, Pantarlih juga berkewajiban mengisi, menandatangani dan menempel stiker Pemutakhiran Data Pemilih di rumah yang telah diverifikasi. Pantarlih menyerahkan hasil pencocokan dan penelitian formulir model A.0-KPU dan formulir model A.A-KPU berserta alat perlengkapan lainnya kepada PPS paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pencocokan dan penelitian selesai dilaksanakan.

Jumlah DPS di Jatim mencapai 30.855.520 orang. Dari rekapitulasi DPS itu, jumlah pemilih laki-laki mencapai 15.188.409 orang, sedangkan pemilih perempuan berjumlah 15.667.111. Jumlah itu berbeda dengan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang diberikan Pemerintah Pusat pada Pemerintah Provinsi (Pemprov ) Jatim, maka pemiilh di Jatim ada 29.348.579 jiwa. DPS Pileg 2014 sendiri disusun dari hasil verifikasi di lapangan terhadap data pemilih yang dikirimkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tersebut.Dari total DPT 30.115.617 pemilih berdasarkan hasil pemutakhiran data KPU kabupaten/kota se- Jatim, setelah dilakukan pemutakhiran, jumlah ini meningkat menjadi 30.855.520 orang dengan pembagian pemilih laki-laki 15.188.409 orangdan pemilih perempuan berjumlah 15.667.11.

Munculnya masalah berkaitan pemutakhiran data pemilih awalnya bersumber dari data kependudukan DP4 yang tidak akurat, di mana nomor KTP dan NIK yang tidak akurat pula. Masyarakat juga tidak paham dengan haknya apakah sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum dan masyarakat juga kurang memahami dan tidak aktif bahwa untuk bisa mengetahui apakah dirinya sudah terdaftar sebagai pemilih, namanya dapat dilihat di kantor kelurahan sesuai dengan KTPnya.

Menurut narasumber KPU Jatim: “E-KPT tidak menjamin NIK tunggal. Masih ada masalah NIK ganda yang tidak bisa dilacak (di Lamongan) dan ini mengakibatkan seseorang kehilangan hak pilihnya. Ini ditemukan dari sikap ketakutan panitia TPS untuk memberikan kesempatan pada orang yang memiliki NIK ganda setelah jam 12.

Data terakhir daftar pemilih tetap (DPT) Jawa Timur yakni sekitar lebih dari 30 juta pemilih yang telah ditetapkan pada H-14. Dewita Ayu Sinta, Komisioner Logistik Keuangan KPU Jatim mengatakan surat suara untuk pileg Jawa Timur sudah dicetak sejak 18 Januari 2014, tetapi pada sortir pertama terdapat 500.000 surat suara yang rusak dari total 150 juta surat suara. Menurutnya "Surat suara rusak sudah teratasi dan sudah didistribusikan ke masing-masing kabupaten, tapi hanya Surabaya yang logistiknya belum datang yakni sekitar 2.000 surat suara.

Berkaitan dengan DPT, akurasi data pemilih ada permasalahan nggak? Kata Narasumber 3 ada tapi ya tidak terlalu masif ya.. contoh orang yang meninggal puluhan tahun daftarnya masih ada. Tapi tidak banyak. Tapi kan peluang itu dapat dimanupulasi kan. Kalau satu TPS satu suara lumayan loh, kata informan tersebut. Tentang penghilangan hak pilih ini menjadi masalah karena masyarakat yang punya hak pilih tidak pro-aktif. Masyarakat tidak tahu menahu tentang proses penetapan DPS dan DPT. Dengan NIK yang ada seharusnya masyarakat bisa mengeceknya sendiri di kekurahan. Persoalan DPT juga berkaitan dengan NIK orang yang sudah meninggal belum dicoret. PPK dan PPS sebagai penyelenggara pemilu meski sudah tau meninggal tetapi jika tidak ada laporan yang valid/resmi dari RT/RW/Kelurahan maka mereka takut mencoretnya, takut namanya sama. Pada intinya, petugas tidak mau mencoret jika tidak ada informasi yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Contoh: dengan banyaknya perumahan elite atau apartemen menyebabkan masyarakat hirau dengan hak pilihnya itu. Mereka menempati apartemen dan tinggal di perumahan baru dengan alamat baru dan hak pilihnya diabaikan. Ini merupakan contoh sikap dan perilaku masyarakat yang tidak pro aktif dan tidak mau berartisipasi dalam Pemilu. Seharusnya, ketika mereka pindah alamat ada surat keterangan sebagai penghuni dan itu artinya ada pemutakhiran data dari masyarakat sebagai pemilih dan petugas juga melakukan pemutakhiran data.

Di Kota Malang DPKTb banyak/tinggi karena hadirnya perumahan baru. Warga yang semula tercatat sebagai warga di keluarahan X pindah ke kelurahan Y dengan kecamatan berbeda. E-KTP masih menjadi masalah terutm di Surabaya, Sidoarjo, Jember, Malang, Batu dan Banyuwangi. Di Sidoarjo dengan peristiwa Lapindo, ada desa yang sudah hilang, akan tetapi warga tetap tidak mau pindah ke alamat baru, atinya KTP lama tetap dipertahankan karena ini berkaitan dengan persoalan ganti rugi Lapindo. Selain itu ada persoalan pengungsi Shiah dari Sampang ini juga tetap beralamat Sampang. Penduduk di Banyuwangi sebagian bekerja sebagai buruh migran di Bali, begitu juga dengan penduduak Jember yang banyak bekerja di Banyuwangi. Di Surabaya karena banyak mahasiswa dan pekerja. Pemilih sebenarnya bisa pindah untuk melakukan hak pilihnya asal memperoleh surat keterangan dari PPS asal. Tetapi warga tidak mau repot sehingga hak pilihnya hilang.