Electoral Law

2. Electoral Law

2.1. Kerangka Hukum Konflik menjadi salah satu fenomena yang sangat menonjol pada Pemilu 2014 di

Sulawsi Utara. Konflik itu melibatkan antar sesamapenyelenggara, konflik penyelenggara dengan peserta pemilu dan calon legislatif (celeg), konflik antar caleg dalam partai yang berbeda maupun dengan partai yang sama serta konflik yang melibatkan pemilih. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik pada saat persiapan Pemilu maupun saat pelaksanaan Pemilu disebabkan oleh ketatnya kompetisi untuk memenangi Pemilu termasuk dalam hal memperbutkan kursi, lemahnya profesionalisme penyelenggara, ketidaksiapan partai politik dan aturan perundang-undangan atau aturan-aturan lainnya yang tidak memadai

Konflik terjadi akibat dukungan peraturan perundang-undangan ataupun aturan-aturan lainnya kerap menimbulkan multitafsir, saling bertentangan antara aturan yang satu dengan Konflik terjadi akibat dukungan peraturan perundang-undangan ataupun aturan-aturan lainnya kerap menimbulkan multitafsir, saling bertentangan antara aturan yang satu dengan

Komisioner KPU Kota Manado yang terdiri dari 3 (tiga) orang yang diberhentikan DKPP melakukan gugatan atas putusan tersebut di PTUN. Materi gugatan mereka adalah soal tindak lanjut keputusan DKPP melalui SK KPU Provinsi. Proses hukum PTUN masih sedang berproses, namun pelantikan komisioner pengganti ketiganya sudah dilakukan. Padahal keputusan PTUN bisa saja memenangakan penggugat. Jika gugatan itu menang, maka kewajiban institusi untuk mengembalikan jabatan tersebut kepada penggugat. Tapi masalahnya jabatan itu sudah diisi oleh orang lain. Perlu payung hukum tentang pengisian komisioner pengganti tidak boleh dilakukan sebelum keputusan PTUN.Proses pelantikan komisioner pengganti bisa saja mempengaruhi keputusan PTUN. Hasil PSU di Kota Manado sebagaimana keputusan MK ternyata tidak memiliki perebdaan komposisi suara sebagaimana dengan hasil Pemilu. Tetapi penggugat dinyatakan kalah oleh PTUN, hal ini kemungkinan

besar PTUN terpengaruh dengan telah berjalannya proses pelantikan pengganti komisioner. 1 Ketentuan yang mengatur keharusan pengunduran diri anggota DPRD jika yang

bersangkutan pindah partai politik ternyata tidak semua melakukannya. 1 Di Sangihe, Fri Jhon Sampakang merupakan anggota DPRD periode 2009-2014 dari PDIP. Kemudian menjelang

Pemilu 2014 yang bersangkutan pindah ke Partai Gerindra. Namun sampai tahapan Pemilu 2014 sudah dilaksanakan yang bersangkutan tetap sebagai anggota DPRD.Tidak terjadi sebagaimana ketentuan harus mengundurkan diri jika yang bersangkutan pindah parpol. Bahkan yang bersangkutan terpilih kembali dan sekarang menjabat sebagai wakil ketua DPRD setempat. Dasar bahwa yang bersangkutan tetap sebagai anggota DPRD bahwa sejak pengunduran diri beliau ternyata pimpinan DPRD tidak pernah mengagendakan paripurna terkait pengunduran diri yang bersangkutan.

Proses pergantian antara waktu anggota (PAW) anggota DPRD melibatkan unsur- unsur seperti partai politik, KPUD, pemerintah daerah maupun pimpinan DPRD. Tidak terlibatnya salah satu unsur tersebut dalam proses PAW maka prosesnya pasti akan terhenti. Selama ini memang belum ada ketentuan perundang-undangan atau produk hukum perihal sangsi bagi unsur-unsur yang menghambat proses PAW. Diperlukan produk hukum yang memuat tahapan prosedur dari setiap unsur yang dimaksud. Setiap unsur perlu dipertegas apa yang menjadi kewenangannya dan sangsi hukum jika salah satu unsur tidak menjalankan kewenangan tersebut. Pengalaman selama ini bahwa kewenangan yang dijalankan salah satu unsur akan sangat tergantung pada political will dari unsur pejabat yang bersangkutan. Tidak ada satupun produk hukum yang menjelasakan perihal sangsi atas tindakanya menghalangi proses PAW.

Produk hukum lain yang perlu ditambahkan terkait proses PAW adalah jangka waktu yang harus dilakukan oleh setiap unsur yang berwenang. 1 Misalkan berapa hari pengusulan

PAW itu berada di meja kepala daerah. Jika telah melewati ketentuan waktu sebagimana dimaksud, maka pengusulan itu dianggap telah berposes. Dengan demikian tidak ada lagi pejabat atau unsur yang sengaja menghambat proses PAW.

Kasus serupa yang juga sangat menononjol pada saat Pemilu adalah soal rekrutmen calon legislatif yang menimbulkanbanyak sekali masalah. Mulai dari pendaftaran caleg pada lebih dari satu parpol, caleg yang belum cukup umur, ijasah yang bermasalah hingga keterlibatan caleg pada tindakan-tindakan amoral. Lolosnya caleg-caleg yang tidak memenuhi syarat tersebut dibatasi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebutkan bahwa tugas dan kewenangan KPU untuk pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD hanya sebatas pada verifikasi administrasi. KPUD menurut aturan tidak diberikan Kasus serupa yang juga sangat menononjol pada saat Pemilu adalah soal rekrutmen calon legislatif yang menimbulkanbanyak sekali masalah. Mulai dari pendaftaran caleg pada lebih dari satu parpol, caleg yang belum cukup umur, ijasah yang bermasalah hingga keterlibatan caleg pada tindakan-tindakan amoral. Lolosnya caleg-caleg yang tidak memenuhi syarat tersebut dibatasi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebutkan bahwa tugas dan kewenangan KPU untuk pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD hanya sebatas pada verifikasi administrasi. KPUD menurut aturan tidak diberikan

ternyata menimbulkan multitafsir bagi penyelenggara, antar penyelenggara maupun dengan kontestan Pemilu. 1 Multitafsir disebabkan karena baik baliho maupun spanduk tidak memiliki

kejelasan definisi sehingga tidak ada keseragamana pemahaman. Untuk menghindari konflik akibat ketidaksepahaman mengenai ketentuan ukuran spanduk maupun baliho perlu dibuat aturan yang lebih jelas.

Keterlambatan surat edaran yang dibuat penyelenggara di tingkat pusat sering terjadi, dan dampaknya adalah konflik. 1 Masalah yang terjadi di Kota Bitung dan Kota Manado

adalah perdebatan soal sah atau tidak sahnya jika membuka kotak suara. KPUD menggunakan dasar pembukaan kotak berdasarkan surat edaran Bawaslu namun panwaslu setempat tidak mengijinkan membukanya karena panwaslu setempat belum menerima surat edaran tersebut. Sementara pembukaan kotak sudah sangat mendesak saat itu sehubungan dengan kelengkapan berkas untuk sidang di MK. Oleh karena itu perlu standar operasional prosedur (SOP) tentang pembuatan dan pengedaran surat-surat resmi dari penyelenggara di tingkat pusat dan kemudian untuk diserahkan di daerah. SOP tersebut berisi tentang prosedur pengedaran dan waktu pembuatan dengan waktu tiba. Perlu juga ada perlakuan khusus tentang waktu tiba bagi daerah-daerah di perkotaan dengan daerah-daerah pedalaman, perbatasan maupun daerah-daerah laut. Keterlambatan surat edaran dari pusat kerap juga berkaibat pada terganggunya tahapan.

Produk hukum kepemiluan memiliki kendala juga manakalah diterapkan di daerah seperti ketentuan soal batasan hari kerja seperti laporan atau aduan masyarakat yang berkaitan dengan sengketa hukum yang menurut ketentuan harus diajukan paling lambat 3

hari setelah pelaksanaan. 1 Lewat batas waktu tersebut akan dinyatakan kadaluarsa padahal geografi di Sulawesi Utara sangat beragam. Daerah perbatasan yang melewati tranportasi laut

tentu berbeda jarak dan waktu dengan daerah yang langsung melewati tranportasi udara.

2.2. Penyelenggara Indikator keberhasilan Pemilihan Umum (Pemilu) sangat ditentukan oleh persiapan

dan proses penyelenggaraan Pemilu serta hasil yang dicapai yaitu melahirkan anggota DPR, DPD dan DPRD yang berkualitas. Penyelenggara yang profesional, independen dan berintegritas memberikan pengaruh besar terhadap kualitas DPR, DPD dan DPRD.

Pemilu 2014 di Sulawesi Utara masih mengisahkan persoalan terkait dengan penyelenggara Pemilu. Pengaduan masyarakat ke Mahkamah Kontitusi terkait dengan

penyelengara Pemilu di Sulawesi Utara sebanyak 50 kasus (Parludem, 2014) 1 . Kemudian DKPP memberhentikan 4 penyelenggara serta teguran keras terhadap sejumlah

penyelenggara baik di KPU Provensi maupun di KPU Kota Manado. Mereka yang diberhentikan yaitu 3 orang KPU Kota Manado dan 1 orang KPU dari Kabupaten Minahasa Utara. Menurut DKPP bahwa pemecatan dilakukan sehubungan Keputusan Komisioner KPU Manado yang merubah data tanpa melibatkan saksi peserta Pemilu dan DKPP menilai keputusan tersebut merupakan perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan.

Faktor profesionelisme, integritas dan independensi penyelenggara sangat ditentukan pada faktor mekanisme seleksi maupun tim seleksinya. Selama ini proses penerimaan penyelenggara belum dilakukan secara ketat artinya masyarakat siapa saja dengan berlatar belakang apa saja boleh menjadi penyelenggara sepanjang ia memenuhi persyaratan seleksi seperti ketentuan administrasi maupun lulus ujian. Ketentuan penguasaan kepemiluan dari Faktor profesionelisme, integritas dan independensi penyelenggara sangat ditentukan pada faktor mekanisme seleksi maupun tim seleksinya. Selama ini proses penerimaan penyelenggara belum dilakukan secara ketat artinya masyarakat siapa saja dengan berlatar belakang apa saja boleh menjadi penyelenggara sepanjang ia memenuhi persyaratan seleksi seperti ketentuan administrasi maupun lulus ujian. Ketentuan penguasaan kepemiluan dari

Terdapat dua aspek yang kerap melandasi pengangkatan tim seleksi selama ini yaitu aspek ketokohan dan aspek proporsionalisme. Tim seleksi biasanya dari tokoh-tokoh masyarakat seperti tokoh agama maupun tokoh pendidikan yang bergelar pendidikan tinggi walaupun ketokohan mereka tidak ada korelasi langsung dengan kepemiluan. Dari aspek proporsionalisme ditunjukan dengan pembagian jatah tim seleksi berdasarkan unsur keagamaan dan keseimbangan antara perempuan dan laki-laki. Akhirnya penyelenggara pemilu yang merupakan produk tim seleksi menggambarakan keberagaman sebagaimana komposisi tim seleksi.

Aspek ketokohan maupun aspek proporsionalisme sebagai tim seleksi sulit melahirkan penyelenggara yang independen ataupun profesionalisme karena kebanyakan dari mereka berafiliasi atau memiliki hubungan secara emosional dengan elit-elit politik di daerah sehingga keputusan-keputusan mereka kerap diintervensi oleh elit-elit politik tersebut. Itulah sebabnya pelanggaran penyelenggara kepemiluan di Sulawesi Utara sebagiannya didominasi oleh tindakan-tindakan keberpihakan. Bahkan ada tim seleksi yang menjadi penghubung antara elit politik dengan penyelenggara dalam rangka pemenuhan kepentingan politik.

Pada saat rekrutmen KPUD Provensi Sulawesi Utara, ada salah satu calon yaitu Ferdinan Suwawa dinyatakan lolos seleksi berkas padahal beliau saat itu masih tercatat sebagai salah satu pengurus partai politik padahal ketentuan perundang-undangan sebagaimana Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu mensyaratkan bahwa calon anggota KPUD bukan berasal dari pengurus partai politik.

Untuk menghindari adanya kecurangan yang dilakukan oleh Tim Seleksi maka persyaratan menjadi anggota Tim Seleksi harus dilakukan secara ketat. Selain pengalaman kepemiluan, syarat integritas harus menjadi hal utama 1 . Oleh karena itu perlu

direkomendasikan tentang penanganan pelanggaran kode etik tim seleksi oleh DKPP. Proses penetapan penyelenggara dengan tahapan awal pelaksanaan pemilu menjadi

salah satu permasalahan dalam rangka kualitas pemilu 1 . Proses rekrutmen penyelenggara Pemilu dengan tahapan Pemilu sudah sedang berjalanternyata memunculkan ketidaksiapan

atau kekuarangpahaman penyelenggara terhadap tahapan yang akan dihadapi. Penguasaan dan kemampuan kepemiluan bagi komisioner yang masih terbatas (pemahaman regulasi, administrasi maupun teknis operasional), dan konsolidasi tim penyelenggara belum terbangun tapi sudah langsung diperhadapkan pada pekerjaan tahapan pemilu yang sesungguhnya membutuhkan perhatian dan pelatihan khusus.

Proses pengangkatan KPPS dan PPS yang melalui usulan kepala desa rentan menjadikan penyelenggara tidak independen. Kepala daerah yang memiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan Pemilu kerap mengintervensi kepala desa agar memenangkan parpol dari kepala daerah. Sehingga intervensi yang sama pula dilakukan kepala desa kepada anggota PPS dan KPPS yang diusulkannya.

Sebanyak 16 personil Panitia Pemungutan Suara (PPS) dari berbagai desa di wilayah kecamatan Ratahan, Ratahan Timur, Pasan dan Tombatu Utara, kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) diberhentikan karena dinilai memiliki sikap tidak netral saat pemilu legislatif. Keputusan merupakan bagian dari tindaklanjut Surat KPU RI, Nomor 331/KPU/IV/2014, perihal Evaluasi Kinerja KPU/KPU Provinsi/Kabupaten/Kota/PPK/PPS

serta KPPS. 1

Dari hasil evaluasi KPUD, penyelenggaratersebut secara sengaja melakukan pelanggaran kode etik dan ada pula yang selama pemilu tidak lagi melaksanakan tugas yang diamanatkan kepada mereka. Ke 16 personil PPS yang diganti itu, terdiri dari 13 orang dari semua desa di Wioi Raya, Satu personil PPS Liwutung, Kecamatan Pasan, Satu personil PPS kelurahan Wawali, kecamatan Ratahan dan Satu personil PPS desa Kuyanga, kecamatan Tombatu Utara.

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Minahasa Selatan (Minsel) juga mengganti semua personil KPPS yang telah bertugas pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 9 April lalu karena ditemukannya banyak indikasi kecurangan pada pelaksanaan pileg lalu,serta aksi

protes dari masyarakat bahkan gugatan dari partai politik (parpol) tertentu. 1 Di Kecamatan Tumpaan, sejumlah anngota PPK dipecat KPUD karena memobilisasi masyarakat untuk

melakukan pertemuan dengan salah satu calon anggota DPD Prof Lucky Sondakh. 1 Pembehentian penyelenggara Pemilu dibeberapa tempat di Sulawesi Utara

mengindikasikan bahwa proses rekrutmen maupun kapasitas SDM penyelenggara masih bermasalah, oleh karena itu untuk mendapatkan penyelenggara pemilu berintegritas terutama di tingkat ad-hoc maka pengangkatannya perlu dilakukan oleh KPUD, bukan oleh aparatur desa.

Banyaknya kasus aduan masyarakat terhadap eksitensi penyelenggara pemilu di Sulawesi Utara mengindikasikan bahwa sebagian penyelenggara pemilu masih bermasalah dari aspek integritas (masalah moral, pelanggaran administrasi, etika dan pidana), tidak independen, tidak diakui, tidak dipercaya (legitimasi) dan kemampuan kapasitas SDM yang

sangat terbatas 1 . Penilaian tersebut dipertegas pula dengan keputusan DKPP yang memberhentikan sejumlah komisioner KPU dan terdapat sebagian pula mendapat peringatan

keras. Permasalahan integritas, independensi, legitimasi dan kemampuan SDM banyak

ditemuai dikalangan penyelenggara ditingkat PPK, PPS mupun KPPS. Persyaratan penyelenggara yang mengamantkan harus memiliki ijasah SMA dan sederajat sangat menyulitkan terutama dibagian pedesaan. Persyaratan itu sangat sulit dipenuhi, maka tidak ada pilihan lain dengan mengangkat dan mengusulkan mereka yang berprofesi sebagai PNS seperti guru.

Baik pemilu maupun pemilukada, PNS ini kerap menjadi alat mobilisasi dari calon- calon tertentu. Pada saat pemilukda, PNS dijadikan mesin politik oleh calon incunbent, kemudian pada saat pemilu, PNS dijadikan alat mobilisasi oleh kepala daerah untuk memenangkan partai politiknya. Itulah sebabnya dimana parpol dari kepala daerah berasal, maka parpol itulah yang memenangi pemilu di daerah itu. Misalnya PAN di Kotamobagu, PKPI di Bitung,Golkar di Tomohon dan Minsel, PDIP di Minahasa dan Mitra, Sitaro dan Sangihe, Partai Demokrat di Manado.

Pengawasan penyelenggara pemilu sangat lemah sampai ditingkat ad-hoc. Karena luput dari pengawasan sehingga ketidakprofesionalan dan tidak independen kerap terjadi. Tindakan ini diperparah karena adanya hubungan antara penyelenggara di tingkat ad-hoc dengan para calon anggota legislatif memiliki hubungan kekerabatan yang sangat erat yang didasari oleh seperti satu kampung, satu kepercayaan agama dan kekerabatan kekeluragaan, sehingga penyimpangan sulit terhindarkan. Faktor kemisikinan dan pendapatan ekonomi penyelenggara terutama dibagian pedesaan dan pedalaman memberi peluang terjadinya berbagai transaksi, apalagi mereka luput dari pengawasan

Tidak profesionalisme penyelenggara ditingkat ad-hoc dipicu pula oleh tidak efektifnya pelaksanaan bimtek oleh penyelenggara diatasnya. Waktu pelaksanaan bimtek Tidak profesionalisme penyelenggara ditingkat ad-hoc dipicu pula oleh tidak efektifnya pelaksanaan bimtek oleh penyelenggara diatasnya. Waktu pelaksanaan bimtek

kekurangprofesionalan penyelenggara. 1 Hal itu juga kian diperparah manakalah pengangkatan PPK, PPS dan KPPS dengan jarak tahapan pemilu yang sangat dekat sehingga

penguasaan teknis, penguasaan regulasi dan konsolidasi tim belum benar-benar siap. Penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas sangat ditetukan pula oleh adanya

dukungan staf penunjang kegiatan operasional penyelenggara Pemilu. Namun permasalahannya adalah keterbatasan jumlah tenaga staf organik sehingga untuk melengkapinya biasanya meminjam tenaga PNS dari pemerintah daerah setempat. Kondisi ini kerap bermasalah karena loyalitas PNS milik pemerintah daerah lebih tundak kepada perintah

atasannya daripada mengikuti komando dari penyelenggara. 1 Bahkan terdapat seorang staf sekretariat di KPU Sangihe bernama Freddy Barahama terbukti dalam proses hukum telah

melakukan pengelembungan suara. 1 Kualitas pemilu juga sangat ditentukan oleh pola pengawasan pemilu yang baik.

Kewenangan Panitia Pengawas yang hanya sebatas memberikan rekomendasi terhadap setiap pelanggaran pemilu justru sangat menghambat terlaksananya pemilu yang berkualitas. 1

Panwas diberikan senjata yang hanya memiliki teropong tetapi tidak punya peluru. Panwas bisa saja mengungkapan semua pelanggaran yang ditemukannya tetapi belum tentu pelanggaran itu bisa sampai pada keputusan vonis (eksekusi). Temuan yang bersifat pelanggaran pidana direkomendasikan kepada polisi, pelanggaran yang bersifat administrasi direkomendasikan kepada KPU dan pelanggaran yang terkait etik di rekomendasikan ke DKPP. Itulah sebabanya memunculkan keresahan masyarakat akibat banyaknya terjadi pelanggaran tapi tidak tuntas sampai ke tahap eksekusi. Panwas hanya dibatasi pada monitor dan melapor pelanggaran, tapi tidak bisa sampai pada tahap eksekusi terhadap pelaku pelanggaran.

Pada masa uji publik, dalam hal adanya pengaduan masyarakat atau didapatinya ada caleg yang bermasalah dari aspek moral, oleh ketentuan KPUD tidak punya kewenagan untuk mendiskualifikasi caleg yang bersangkutan melainkan hanya mengembalikan lagi berkas calon yang bersangkutan kepada partai politik pengusung. Hal ini mengisyaratkan bahwa KPUD ternyata tidak diberikan kewenangan untuk mengeksekusi caleg-calag yang

bermasalah. 1 Kewenangan terbatas yang dimiliki oleh penyelengara terkait pula dalam hal

verifikasi caleg. Banyak caleg yang lolos tapi tidak memenuhi syarat dikarenakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebutkan bahwa tugas dan kewenangan KPUD

untuk pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD hanya sebatas pada verifikasi administrasi. 1 KPUD tidak diberikan kewenangan untuk melaksanakan verifikasi faktual. Kenyataannya,

manipulasi data kerap dilakukan oleh para caleg agar lolos persyaratan pencalonan. Koordinasi dan hubungan penyelenggara dengan instansi terkait seperti pemerintah

daerah dan kepolisian sangat mempengaruhi hasil Pemilu yang berkualitas. Namun kooridinasi tersebut sering terkendala oleh keterbatasan anggaran. Misalnya penerbitan alat peraga kampanye (APK) yang sesungguhnya dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal ini Kesbangpol sering terkendala akibat keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Sehingga banyak sekali APK yang masih rapih terpasang walaupun masa kampanye sudah selesai. Pelibatan pihak kepolisian dalam sejumlah tahapan tertentu kerap mengalami

kendala akibat keterbatasan anggaran penyelenggara untuk membiayai makan dan minum. 1 Jika anggaran bermasalah, maka tahapan yang dihadapi sering juga bermasalah juga.

Sejumlah penyelenggara tidak menunjukan kinerja terbaik mereka karena masalah Sejumlah penyelenggara tidak menunjukan kinerja terbaik mereka karena masalah

Pengawas Pemilu (Panwaslu) Minsel. Awalnya setiap bulan mereka menerima Rp 325 ribu. 1 Keterbatasan anggaran juga menyebabakan terjadinya Pengurangan dan

pemberhentian tenaga Petugas Pengawas Lapangan (PPL). Sejumlah PPL terpaksa tidak dipekerjakan lagi setelah surat keputusan (SK) mereka tidak diperpanjang oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel). Sebanyak 131 orang PPL yang tidak diperpanjang lagi SK-nya sehingga tersisa sebanyak 356 orang PPL. Pengurangan PPL di tiap kecamatan bervariasi jumlahnya. Ada kecamatan yang dikurangi tiga orang, ada yang lima orang, bahkan ada yang 20 orang. Selain memang dana terbatas, PPL yang tidak diperpanjang SK-nya, dianggap kurang aktif dalam melaksanakan tugas mereka, pada waktu yang lalu.

Masalah anggaran juga menyebabkan pengunduran diri sebagian PPS dan KPPS Kecamatan Wori. Pengunduran diri terjadi dikarenakan biaya operasional PPS yang sebelumnya Rp 650 ribu per bulan menjadi Rp 290 ribu. Turunnya biaya operasional memberatkan PPS yg ada di kepulauan. Tanggung jawab pekerjaan besar dan upah tidak

memadai apalagi mereka berada di Kepulauan. 1 Keterbatasan anggaran sangat mempengaruhi pula kinerja Pantarlih. Selama ini proses

verifikasi daftar pemilih sering bermasalah diakibatkan oleh kinerja pantarlih yang tidak professional. Salah satu faktor penyebab adalah keterbatasan angggaran tunjangan. 1

2.3.Juklak dan Juknis. Permasalahan pemilu juga kerap terjadi akibat adanya juknis/juklak yang

bertentangan dengan kondisi di daerah seperti adanya tahapan-tahapan pemilu yang disusun KPU Pusat yang bertepatan dengan hari-hari ibadah bagi golongan-golongan agama di daerah. Seperti ada tahapan yang dilakukan di hari minggu padahal umat nasrani harus berada di gereja pada hari itu. Ada tahapan yang dilakukan pada sabtu padahal warga advent harus berada di rumah ibadah pada hari itu dan tahapan pada hari jumat yang mengganggu umat muslim yang harus melakukan sholat jumat. Jika tahapan dilakukan pada hari-hari keagamaan maka baik penyelenggara, kontestan maupun masyarakat pasti tidak akan terkonsentrasi menghadapi tahapan tersebut sehingga seringg mengganggu proses pemilu di

daerah. 1