PROSES PEMILU (ELECTORAL PROCESS)

A. PROSES PEMILU (ELECTORAL PROCESS)

I) Kampanye

1. Pengertian Kampanye Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye merupakan serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Beberapa ahli komunikasi mengakui bahwa definisi yang diberikan Rogers dan Story adalah yang sangat populer dan dapat diterima dikalangan ilmuan komunikasi.

Hal ini didasarkan kepada dua alasan. Pertama, definisi tersebut secara tegas menyatakan bahwa kampanye merupakan wujud tindakan komunikasi, dan alasan kedua adalah bahwa definisi tersebut dapat mencakup keseluruhan proses dan fenomena praktek kampanye yang terjadi dilapangan.

Adapun sifat kampanye terbagi menjadi dua, yakni kampanye negatif dan kampanye hitam (black campaign). Kampanye negatif adalah kampanye yang sifatnya menyerang pihak lain melalui sejumlah data atau fakta yang bisa diverifikasi dan diperdebatkan. Dan kampanye hitam (black campaign) adalah kampanye yang bersumber pada romur, gosip, bahkan menjurus ke implementasi sejumlah teknik propaganda.

Jadi pada dasarnya kampanye merupakan sesuatu hal yang lumrah dan sering ditemukan. Bahkan dalam beberapa waktu sering kali ditemukan implementasi dari proses kampanye yang tidak sejalan dengan regulasi yang telah disepakati bersama.

2. Regulasi Kampanye Pada era reformasi, peranan rakyat sangat penting dalam mekanisme pemilihan anggota parlemen DPR serta Presiden. Hal ini berbeda dengan masa orde baru, di mana intervensi pemerintah begitu kuat dalam mekanisme pemilu di Indonesia. Di masa reformasi, perbaikan terhadap undang - undang Pemilu lebih diperhatikan, terutama terhadap permasalahan yang terkait dengan kampanye.

Kampanye pada perkembangannya mengalami berbagai macam perubahan nilai dan perubahan gaya yang dilakukan untuk menyampaikan visi dan misi kepada masyarakat, model komunikasi pada era Soekarno berbeda dengan gaya komunikasi yang dilakukan pada masa pemilu 2004, 2009 dan bahkan pada pemilu 2014. Pada pemilu 2014, peranan media elektronik begitu dominan dibandingkan dengan komunikasi yang bersifat orasi. Atau bisa kita simpulkan bahwa bentuk komunikasi pada Pemilu 2014 telah mengalami perubahan.

Pada masa bung Karno, untuk berkomunikasi atau berkampanye, aktor politik cenderung melakukan apa yang disebut dengan retorika politik, aktor politik harus memiliki kemampuan berorasi yang baik sehingga dapat menarik massa yang banyak, tipe - tipe orang yang mampu berorasi / beretorika politik dengan baik disebut sebagai solidarity maker. Tipe solidarity maker tentunya lebih bisa mempengaruhi massa dalam jumlah yang besar, kemudian isu yang diangkat juga belum terlalu kompleks melainkan

hanya terbatas pada sebuah tatanan ideologi bangsa. 1 Dengan munculnya media massa, peran retorika menjadi sedikit

mengalami pergeseran dikarenakan melalui media massa isu - isu kepemimpinan mulai ditampilkan dan sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat. Pada era komunikasi media massa, peran lembaga pers menjadi perhatian khusus, karena isu - isu yang diangkat tidak lagi pada tataran ideologis melainkan turut memperhatikan aspek lain seperti ekonomi serta kesenjangan sosial yang terus terjadi di dalam sebuah Negara. Kemudian yang ketiga ialah media sosial, perkembangan dunia cyber yang begitu pesat sangat berperan dalam menggiring opini publik, berbagai akun yang bertebaran dalam dunia maya seperti facebook, twitter, dll.

Pergeseran nilai komunikasi yang selalu mengikuti perkembangan zaman ini mengharuskan adanya aktor yang mampu menjadikan masyarakat sebagai media massa dengan memainkan peran yang lebih dominan dalam proses penyelenggaraan berbangsa dan bernegara.

Karena perkembangan media kampanye yang berkembang begitu pesat, maka pelanggaran pun juga sering dilakukan oleh pihak yang berkampanye. Oleh karena itu, KPU sebagai lembaga yang mengatur mekanisme pemilu, membuat semacam aturan baru bagi para peserta kampanye yang menjadikan media elektronik sebagai alat untuk memobilisasi massa. Aturan Pemilu tersebut secara keseluruhan diatur oleh UU No.8 Tahun 2012.

Pada awal 2013, Tim Perumus Pansus Revisi UU Pemilu menggelar rapat mengenai aturan kampanye Pemilu 2014. Adapun hasil dari pembahasan UU tersebut diantaranya :

1) Pasal 86 ayat (1) huruf (h) yang terkait dengan penggunaan fasilitas kampanye. Fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan pendidikan dilarang untuk digunakan sebagai tempat kampanye, kecuali individu yang diundang secara resmi oleh pihak penanggungjawab kegiatan tanpa menggunakan atribut kampanye. Misalnya orang datang melakukan ceramah akbar di masjid, mengisi seminar di kampus dan yang sejenisnya tidak dilarang sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye, dan syaratnya hanya bersifat individu.

2) Yang diputuskan juga adalah tentang pemberitaan kampanye sebagaimana dalam Pasal 94 ayat 2 tentang kampanye iklan yang “Mengganggu

Kenyamanan”. Pansus UU Pemilu menilai kalimat ini subyektif, dan tidak memiliki tolak ukur yang jelas. "Mestinya bahasa UU tidak boleh sumir dan tolak ukurnya harus jelas. Karena itu, kosa kata “kenyamanan” oleh anggota Timmus dihapus.

3) Persoalan yang juga tidak kalah alotnya adalah perdebatan mengenai Dana Kampanye Pemilu. Hal ini diatur dalam bagian kesepuluh. Pasal 130 ayat (3) yang mengatur tentang Dana kampanye Pemilu dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.

4) Sementara itu Pasal 132 Ayat (1) tentang dana kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan, tidak boleh melebihi Rp.

1 miliar sementara untuk Dana kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan pihak lain, kelompok, perusahaan, maksimal Rp. 5 miliar. Untuk DPD Sumbangan Dana kampanye yang berasal dari perseorangan tidak boleh melebihi Rp. 250 juta. Dan sumbangan yang berasal dari kelompok atau perusaahan tidak boleh melebihi Rp. 500 juta.

5) Pasal 140 yang mengatur peserta Pemilu dilarang menerima sumbangan yang berasal dari pihak asing, baik perusahaan asing maupun negara asing.

3. Jadwal Kampanye UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 83 menyatakan, kampanye Pemilu Legislatif dimulai tiga hari setelah partai ditetapkan secara resmi dan berakhir saat dimulainya masa tenang. Pada Pemilu 2014, lamanya masa kampanye lebih kurang 15 bulan, dimulai sejak tanggal 11 Januari 2013 s.d 5 April 2014. Rentang masa kampanye Pemilu 2014 ini lebih lama dibandingkan Pemilu 2009 yang berjalan 9 bulan, yakni pada tanggal 5 Juli

2008 s.d 5 April 2009. 1 Sedangkan pada Pasal 1 ayat 20 PKPU Nomor 1 Tahun 2013

menjelaskan bahwa pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye adalah penyampaian pesan – pesan kampanye oleh peserta Pemilu kepada masyarakat melalui media massa secara berulang – ulang baik yang berbentuk tulisan, gambar, animasi promosi, suara, peragaan, sandiwara, debat dan bentuk lainnya yang berisi ajakan, imbauan untuk memberi dukungan kepada peserta Pemilu.

Pada Pasal 9 ayat 2 menjelaskan materi kampanye perseorangan peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh calon anggota DPD melalui visi, misi, dan program untuk meyakinkan dan mendapatkan dukungan pemilih, apabila tindakan ini dilakukan oleh caleg, maka diduga telah melakukan pelanggaran UU RI Nomor 8 Tahun 2012 jo Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Pelaksanaan Kampanye dalam bentuk rapat umum di Wilayah Prov. Kal - Sel, telah dilaksanakan sebanyak 21 kali kampanye terbuka / rapat umum, pertemuan terbatas sebanyak 34 kali, pertemuan tatap muka sebanyak

24 kali dan bentuk lainnya sebanyak 12 kali dengan menghadirkan juru kampanye nasional maupun lokal oleh masing - masing Partai Politik, dengan perincian sebagai berikut :

BENTUK NO.

PARPOL JURKAM

LAIN I II I II I II I II

1. NASDEM 2 2 2 6 4 1 3 2 Prov / Kota / Kab

Pusat / Prov / 2. PKB

1 Kota / Kab.

3. PKS 1 1 6 7 9 1 6 5 Prov / Kota / Kab

Pusat / Prov / 4. PDI P

- Kota / Kab.

5. GOLKAR

1 Pusat / Prov / Kota / Kab.

Prov / Kota / 6. GERINDRA

1 Kab Prov / Kota /

7. DEMOKRAT 1 1 1 1 2 1 3 - Kab

Prov / Kota / 8. PAN

- Kab Prov / Kota /

9. PPP 1 2 2 1 6 3 1 - Kab

Prov / Kota / 10. HANURA

2 Kab Prov / Kota /

11. PBB

- Kab

Prov / Kota / 12. PKPI

- Kab

4. Metode Kampanye

Beberapa metode dalam kampanye diantaranya :

1) Pertemuan Terbatas

2) Tatap muka dan dialog

3) Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik

4) Penyiaran melalui radio dan atau televisi

5) Penyebaran bahan kampanye umum

6) Pemasangan alat peraga ditempat umum

7) Rapat umum

8) Debat publik / debat terbuka antar calon

9) Kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang - undangan.

5. Pelanggaran terhadap Ketentuan Kampanye Berkaitan dengan keberadaan peraturan daerah maupun kesepakatan mengenai lokasi pemasangan alat peraga kampanye dan lokasi kampanye diluar rapat umum, analisa dilakukan pada tingkat Kabupaten/Kota, karena yang memiliki wilayah adalah mereka, untuk tingkat provinsi mengikuti tingkat Kabupaten/Kota tersebut. Beberapa pelanggaran yang terjadi pada saat pelaksanaan kampanye tersebut diantaranya :

1) Pelanggaran yang melibatkan anak dibawah umur ;

2) Melakukan kampanye di 2 (dua) dapil yang seharusnya hanya 1 (satu) dapil ;

3) Menggunaan fasilitas negara seperti kendaraan dinas ;

4) Menjanjikan memberikan barang dan uang kepada para simpatisan ;

5) Kampanye diluar jadwal yang ditetapkan oleh KPU ;

6) Pemasangan alat peraga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dari data yang diperoleh dari Bawaslu Prov. Kal - Sel bahwa pada waktu yang telah ditetapkan sebagai masa kampanye, terdapat sebanyak 13 kasus pelanggaran kampanye. 12 kasus diantaranya pelibatan anak dibawah umur, kegiatan kampanye diluar jadwal yang ditetapkan KPU, pemasangan alat peraga dan 1 kasus penggunaan fasilitas negara.

Pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye diluar ruang, diantaranya : - Setiap Partai Politik hanya diperbolehkan untuk memasang baliho atau

papan reklame masing - masing 1 (satu) buah di tiap desa/kelurahan. Namun pelaksanaan dilapangan, pemasangan alat peraga kampanye tersebut melebihi dari ketentuan yang ditetapkan oleh KPU. - Bendera dan umbul - umbul hanya dapat dipasang pada zona atau wilayah yang telah ditetapkan KPU dan pemerintah daerah. Namun pelaksanaan dilapangan, masih banyak yang melanggar peraturan tersebut.

Beberapa permasalahan yang terjadi pada saat masa kampanye, diantaranya :

1) Penempatan alat peraga kampanye yang tidak sesuai dengan tempat dan peruntukannya

2) Jadwal pemasangan alat peraga tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati

3) Perlakuan pencabutan atribut partai yang berbeda

4) Kampanye terbuka yang kurang efektif, efesien dan cenderung terjadi pengarahan masa

6. Kasus Politik Uang dan Black Campaign Praktek money politics telah terjadi pra-pelaksanaan Pileg dan pasca Pileg. Pra pelaksanaan Pileg caleg melalui tim pemenangannya bergerilya mendatangi rumah-rumah dengan modus kampanye namun sambil membuat perjanjian dengan pemilih untuk mencobols calon tertentu yang nantinya akan dikompensasi dengan sejumlah uang. Kemudian di saat pelaksanaan, masing- masing pemilih yang telah membuat komitmen harus membuktikan bahwa telah mencoblos calon tertentu, sebagai pembuktiannya maka diharuskan menujukan bukti yaitu pemilih ada yang cara mencoblosnya dengan menyobek nama calon dan kemudian dutunjukan kepada tim pemenangan yang selanjutnya ditukar dengan uang.

7. Implementasi Tugas Pengawas Pemilu Dalam Undang - Undang nomor 12 tahun 2003 pasal 120 dinyatakan bahwa

untuk melakukan pengawasan Pemilu, dibentuk Badan Pengawas Pemilu, Badan Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten / Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan.

Badan Pengawas Pemilu mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :

1) Mengawasi semua tahapan penyelenggaraan Pemilu

2) Menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan Pemilu

3) Menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan Pemilu

4) Meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut terutama dalam point 4, Pengawas Pemilu mempunyai keharusan untuk melakukan koordinasi dengan pihak terkait, terutama lembaga penegak hukum di Indonesia, yakni Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Sehingga dalam meneruskan temuan dan laporan Pemilu bisa berjalan dengan cepat dan baik melalui bantuan lembaga penegak hukum di Indonesia. Berbagai pemberitaan telah menyimpulkan bahwa Pileg 2014 menjadi Pileg yang banyak terjadi pelanggaran. Pemberitaan maupun pendapat yang demikian tidak salah, namun bagi Bawaslu banyaknya pelanggaran atau tidak disebabkan atas dua persepsi. Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi tentang suara terbanyak yang menentukan seorang calon legislatif (caleg) dapat menjadi legislator. Putusan tersebut telah menjadikan setiap caleg dipaksa bersaing matia-matian, bukan hanya bersaing dengan calon dari partai lain melainkan antar sesame calon dari partai yang sama juga diharuskan berkompetisi. Model yang demikian telah mengantarkan proses demokrasi liberal yang dengan segala cara akan dilakukan caleg guna mewujudkan niat menjadi legislatif. Oleh karenanya, pelanggaran menjadi satu hal yang sulit dikendalikan meskipun Bawaslu telah berupaya maksimal mengantisipasinya. Kedua, adanya proses rekruitmen caleg yang tidak memenuhi syarat. Partai politik (Parpol) cenderung melakukan perekrutan terhadap caleg yang secara basis massa tidak kuat namun memiliki kedekatan dengan elit Parpol atau mungkin memiliki modal besar yang bisa menyokong aktivitas kepartaian. Akibatnya ketika caleg yang diajukan dipandang kurang memiliki kapabilitas dan track record yang belum teruji maka pemilih yang berpendidikan enggan memilihnya, sehingga kemudian caleg menyisir pemilih kelas bawah yang secara beckground pendidikan kurang baik dan mudah disuap melalui money politics. Cara tersebut tentu dirasa efektif mengingat hampir mayoritas penduduk Indonesia masih dibawah garis sulit dari akses pendidikan atau bahkan tidak berpendidikan sama sekali. Peran Bawaslu dalam menindak lanjuti pelanggaran Pemilu sesungguhnya hanya pada lingkup administratif pelanggaran. Hal ini mengingat aspek pidan pelanggaran Pemilu diserahkan kepada kepolisian. Namun dalam pelaksanaannya, antara Bawaslu dan Kepolisina terus bekerjasama sehingga ketika ditemukan pelanggaran lebih cepat penindakannya. Meskipun telah berupaya bekerja cepat, masih ada saja beberapa kasus pelanggaran yang tidak bisa diselesaiakn karena limitasi waktu yang diberikan oleh Undang- undang. Dalam UU Pemilu alokasi waktu yang diberikan Bawaslu dan Polisi dalam menindak pelanggaran Pemilu snagat singkat, sehingga hal itu bis amenjadi kendala bagi Bawaslu dan Kepolisian untuk menyelesaikan pelanggaran secara tuntas. Maka dari itu, apabila banyak kasus pelanggaran Pemilu yang dinyatakan kadaluarsa itu bukan semata kesalahan Bawaslu dan Kepolisian, melainkan karena desain UU Pemilu yang sesungguhnya menjadi penghalang. Disamping faktor UU, personil Bawaslu yang jumlahnya relatif sedikit, juga menjadi kendala lain. Oleh karena itu, tugas pengawasan seharusnya bukan hanya menjadi lingkup kewenangan Bawaslu, melainkan masyarakat juga harus terlibat aktif melakukan pengawasan. Adanya peran masyarakat yang ikut membantu mengawasi, maka diharapkan akan memudahkan Bawaslu dalam melakukan langkah cepat penindakan sehingga dapat menjadi alternatif solusi dalam mengantisipasi minimnya alokasi waktu penindakan yang diberikan oleh UU Pemilu.

8. Audit Dana Kampanye Dalam pasal 134 UU No.8 Tahun 2012 menyatakan bahwa “Partai Politik peserta Pemilu sesuai dengan tingkatannya wajib memberikan laporan awal dana kampanye pemilu dan rekening khusus dana kampanye pemilu kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum”.

Ketentuan diatas jelas menyebutkan laporan awal dana kampanye paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan kampanye pemilu dalam bentuk rapat umum atau 2 Maret 2014. Tidak ada ketentuan waktu yang jelas jam berapa laporan tersebut harus diserahkan. Bila merujuk pada pasal di atas berarti paling lambat 2 Maret 2014 Pkl 00.00. Siapapun yang melewati batas waktu tersebut akan didiskualifikasi Pasal 138: Dalam hal pengurus partai politik peserta pemilu tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tidak menyampaikan laporan awal dana kampanye pemilu kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1), partai politik yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai peserta pemilu pada wilayah yang bersangkutan.

Hal di atas berbeda dengan surat edaran KPU No.70 /KPU/II/2014 tentang laporan dana kampanye partai politik peserta pemilu 2014, tertanggal 7 Februari 2014, menyebutkan pada point 1: partai politik peserta Pemilu 2014 menyampaikan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye periode II, rekening khusus dana kampanye, laporan awal dana kampanye kepada KPU pada tanggal 2 Maret 2014, pukul: 09.00-18.00 WIB.

Partai politik memiliki kecenderungan memaksimalkan waktu dan hanya menyetorkan laporan dana kampanye menjelang saat-saat terakhir batas akhir. Salah satu isu yang menjadi kendala internal adalah berkaitan dengan batas akhir penyerahan, dan interpretasi menganai perbedaan pemahaman soal batas waktu pelaporan dana kampanye hingga 18.00 atau 24.00.

Alasan perbedaan interpretasi menjadi rasional apabila terdapat kendala komunikasi dan pemahaman. Namun di sisi lain bisa dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi apalagi dikhawatirkan terjadi motif penundaaan, karena memberikan kesempatan partai politik untuk menyelesaikan laporannya yang belum selesai

Pelaporan dana kampanye oleh partai politik di setiap tingkatan dan DPD di hari terakhir (2 maret 2014) menunjukkan belum terkonsolidasinya sistem administrasi dan pengelolaan dana kampanye. Partai politik dan DPD belum mempunyai perhatian lebih dan masih menganggap mudah (menggampangkan), yang pada akhirnya, kerepotan menjelang batas akhir waktu pelaporan. Permasalahan

Keterlambatan penyerahan audit dana kampanye disebabkan karena terjadinya konflik internal didalam partai politik peserta pemilu Rekomendasi

Regulasi penyerahan dana audit kampanye diserahkan oleh calon - calon terpilih dan pa

II) Logistik Pemilu

1. Kesiapan Logistik Data kerusakan logistik Pemilu Legislatif 2014 di Kalimantan Selatan baik

yang sifatnya berat maupun ringan sebanyak 35.910 lembar. Surat Suara yang rusak tersebut diantaranya :

DPRD DPRD NO.

KAB/K

RI

PROV OTA

2. Distribusi Logistik

3. Aksesabilitas

4. Pengamanan Logistik