Data Pemilih

1. Data Pemilih

Isu validitas data pemilih merupakan isu klise yang selalu terjadi dari pemilu ke pemilu. Salah satu persoalan yang terkait dengan pendataan pemilih adalah Data Agregat Kependudukan per Kecamatan (DAK2) di masing-masing kabupaten/kota yang disusun oleh pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang kurang valid. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap jumlah kursi DPRD di tingkatan propinsi dan DPRD

di tingkatan kabupaten/kota. 77 Isu validitas data pemilih sangat terkait dengan isu lain yang bersifat makro, yaitu sistem pendataan penduduk yang dikelola oleh pemerintah.

Selain itu, juga ada persoalan antara regulasi dan implementasi dari regulasi tersebut. Sebagai contoh, regulasi telah mengatur bahwa Data Penduduk Potensial Pemilu (DP4) yang telah disusun oleh Kemendagri harus disinkronisasi dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di pemilu terakhir yang telah disusun oleh KPU. Pada prakteknya, sinkroniasi yang ada kemudian diterjemahkan dengan menggabungkan kedua sumber data tersebut. Konsekuensinya, masih banyak ditemukan adanya data ganda dan terhapusnya data pemilih yang sebenarnya sudah valid. Di wilayah DIY juga terjadi banyak kesalahan dalam proses penyusunan daftar pemilih dalam format pdf sehingga data yang sudah terhapus ternyata

muncul kembali. 78 Ketua Bawaslu DIY menjelaskan bahwa jumlah pemilih di Daftar Pemilih Khusus

Tambahan (DPKTb) masih sangat tinggi. Hal ini sebenarnya menjadi indikasi kuat bahwa proses pendaftaran pemilih dengan mengkombinasikan antara data dari DP4 dan data dari DPT di pemilu terakhir masih lemah. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa sesuai dengan alat ukur yang dimiliki oleh Nawaslu, angka kewajaran DPT di DIY yang rata-rata sebesar

76 Wawancara dengan Bambang Prastowo (Wakil Ketua DPD PDIP DIY dan Ketua Timses Jokowi-Jkdi DIY), 5 Desember 2014; Wawancara dengan Herry Zudianto (simpatisan Partai Amanat Nasional dan Ketua

Timses Prabowo-Hatta di DIY), 5 Desember 2014. 77 Dokumen Evaluasi Pileg 2014 yang disusun oleh KPU DIY.

78 Dokumen Evaluasi Pileg 2014 yang disusun oleh KPU DIY.

76,35% dari DAK2 merupakan bukti bahwa meskipun masalah DPT di DIY masih wajar, namun DPT masih menyisakan persoalan berupa banyak pemilih ganda dan terdaftarnya

pemilih yang sebenarnya belum memenuhi syarat untuk dapat menjadi pemilih. 79 Selengkapnya angka kewajaran daftar pemilih di DIY menurut Ketua Bawaslu DIY tersaji di

tabel berikut ini.

Tabel 1. Kewajaran Daftar Pemilih per Oktober 2013 (DPT:DAK=60%<Wajar<80%)

No. Kabupaten/Kota

DPT:DAK 1 Kota Yogyakarta

DPT

DAK

73,88% 2 Kabupaten Bantul

75,10% 3 Kabupaten Kulon Progo

79,03% 4 Kabupaten Gunung Kidul

86,84% 5 Kabupaten Sleman

76,35% Sumber: Dokumen Bawaslu DIY 2014

Dokumen Laporan Evaluasi Pemilu 2014 yang dikeluarkan oleh KPU juga mengidentifikasi empat isu utama yang lain terkait dengan pendaftaran pemilih. Pertama, kinerja Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) yang sebagian besar berasal dari perangkat desa dan RT/RW tidak maksimal dalam proses pemutakhiran data. Tidak sedikit anggota Pantarlih yang melakukan pendaftaran pemilih tidak sesuai dengan aturan yang ada. Sebagai contoh, mereka tidak turun langsung ke lapangan sehingga hanya bekerja di belakang meja dengan mengandalkan pada ingatan semata. Namun demikian, kondisi yang ada ini sebenarnya bukan semata kesalahan dari pihak penyelenggara pemilu. Masyarakat atau pemilih juga memberi kontribusi bagi munculnya kondisi ini. Idealnya, calon pemilih juga aktif terlibat dalam proses pendaftaran pemilih. Faktanya, sebagian besar tidak aktif dalam proses ini. Tentu saja banyak factor yang menjelaskan hal ini. Salah satunya adalah tingkat apatisme dan ketidakpercayaan yang tinggi dari para pemilih kepada pemilu. Selain pemilih, pihak lain yang member kontribusi pada persoalan klise ini adalah pemerintah. Sebenarnya pemerintah dapat mendukung proses pendaftaran pemilih, terutama ketika pemerintah melancarkan program e-KTP yang telah menelan biaya yang sangat besar. Namun demikian, program tersebut ternyata tidak dapat mendukung proses pendaftaran pemilih. Dalam perkembangannya, program e-KTP malah menjadi sumber masalah baru karena ada indikasi terjadinya penyalahgunaan kewenangan dari pelaksana program tersebut.

Kedua, adanya surat edaran KPU yang memperbolehkan pemilih untuk mempergunakan hak pilihnya pada TPS lain hanya dengan surat keterangan domisili dari kelurahan yang dapat diperoleh sampai dengan hari pemungutan suara. Ketiga, adanya formulir A5 yang fiktif, namun diterima dan dianggap sah oleh KPPS. Keempat, regulasi yang ada terlalu banyak mengatur kategori jenis pemilih. Selain itu, salah satu problematika yang juga menonjol di pileg 2014 adalah masih banyaknya pemilih yang berada di lokasi tertentu yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak adanya fasilitas Tempat Pemungutan Suara (TPS), misalnya pemilih di rumah sakit, rumah tahanan, di bandara, di terminal, dan di stasiun.

Namun demikian, KPU di pileg 2014 telah mengembangkan dan menerapkan Sistem Pendaftaran Pemilih (Sidalih) yang sangat membantu dan memudahkan tidak saja para penyelenggara, tapi juga para pemilih, dalam mendapatkan data pemilih. Selain itu, KPU juga telah membuat formulir Model A5 (surat keterangan pindah memilih) bagi pemilih yang

79 Wawancara dengan Muhammad Najib (Ketua Bawaslu DIY), 9 Desember 2014.

memiliki mobilitas sangat tinggi. Sayangnya, prosedur untuk mendapatkan formulir ini masih bersifat manual dan sedikit birokratis, dimana pemilih harus mendatangi panitia pemilu dan menunjukkan berbagai macam dokumen persyaratan. Jangka waktu untuk mendapatkan formulir ini juga sangat pendek, yaitu maksimal tiga hari sebelum pelaksanaan pemungutan suara. Sistem yang sudah ada juga masih memiliki kelemahan. Misalnya, ada mahasiswa asal Kalimatan Tengah yang kuliah di Yogyakarta. Ketika mahasiswa tersebut mendapatkan A5 dan dapat memilih di Yogyakarta, data yang bersangkutan di Kalimantan Tengah belum terhapus sehingga pemilih tersebut memiliki data ganda.