D. Penyelesaian sengketa Terhadap kontrak yang Bermasalah
Sengketa terjadi jika salah satu pihak menghendaki pihak lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak berlaku demikian.
Penyelesaian ini harus dilakukan menurut hukum atau berdasarkan kesepakatan awal di antara para pihak. Kedua belah pihak dapat menyelesaikan perselisihan
dengan cara: 1. Musyawarah
2. Mediasi 3. Konsiliasi
4. Arbitase 5. atau melalui Pengadilan
Keputusan hasil penyelesaian perselisihan adalah mengikat dan segala biaya yang timbul dipikul oleh para pihak.
Apabila kontrak tersebut bermasalah maka langka awal yang ditempuh oleh pihak- pihak dalam pengadaan barang dan jasa adalah dengan jalan
musyawarah kekeluargaan, apabila menemui kata sepakat maka para pihak akan melakukan addendum perubahan terhadap isi dari kontrak tersebut sesuai
dengan kesepakatan kedua belah pihak.Apabila tidak menemui kesepakatan maka akan ditempuh penyelesaian melalui litigasi dan non litigasi.
Penyelesaian sengketa dalam dunia ekonomi mengenal beberapa bentuk penyelesaian di luar mekanisme melalui badan pengadilan litigasi, yaitu
negosiasi dan arbitrase. Negosiasi dapat dilakukan secara langsung tanpa
Universitas Sumatera Utara
menyertakan pihak ketiga negosiasi simplisiter maupun dengan bantuan pihak ketiga yang selanjutnya berkembang dalam bentuk mediasi dan konsiliasi.
Sedangkan arbitrase adalah mekanisme yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga arbitrator yang ditunjuk dan diberi wewenang oleh para pihak.
Dari seluruh mekanisme yang ada, litigasi dianggap sebagai yang paling tidak efisien oleh para pelaku dunia ekonomi komersial, berkaitan dengan waktu
dan biaya yang dibutuhkan. Rendahnya kesadaran hukum juga ikut mempengaruhi, di mana para pihak yang berperkara dipengadilan bukan untuk
mencari keadilan melainkan untuk memenangkan perkara. Beberapa faktor lain yang mengakibatkan pengadilan bersikap tidak responsif, kurang tanggap dalam
merespon tanggapan umum dan kepentingan rakyat miskin ordinary citizen. Hal yang paling utama adalah kemampuan hakim yang sifatnya generalis hanya
menguasai bidang hukum secara umum tanpa mengetahui secara detil mengenai suatu perkara.
Faktor lain yang mengakibatkan badan pengadilan dianggap tidak kondusif bagi kepentingan penyelesaian sengketa. Rumitnya proses pemeriksaan
perkara di pengadilan mengakibatkan lambatnya pengambilan keputusan. Maka, dunia perniagaan modern berpaling pada Alternatif Dispute Resolution ADR
sebagai mekanisme alternatif karena keperluan perniagaan modern menghendaki penyelesaian sengketa yang cepat dan tidak menghambat iklim perniagaan.
Dengan kata lain pengadilan hanya dijadikan pilihan terakhir last resort apabila mekanisme non judikatif first resort tidak mampu menyelesaikannya.
Pilihan terhadap lembaga alternatif juga tampaknya didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
pertimbangan fleksibilitas, yaitu tidak diharuskannya para pihak untuk mengikuti prosedur yang baku dalam Alternatif Dispute Resolution ADR. Pihak ketiga
yang dimintakan bantuannya untuk mnyelesaikan sengketa tidak harus berpedoman pada prosedur beracara sebagaimana yang terjadi pada badan
pengadilan, para pihak bebas menentukan. Penyelesaian sengketa secara damai juga dapat menggunakan instrumen
reguler sendiri self-regulation yaitu kode etik yang dimiliki masing-masing organisasi profesi seperti kode etik Usaha farmasi Indonesia, Kode etik
kedokteran, kode etik periklanan dan sebagainya. Meski ditujukkan untuk kepentingan usaha organisasi, namun dapat pula berperan untuk penyelesaian
sengketa anggota organisasi dengan masyarakat. Penyelesaian sengketa melalui lembaga atau instansi yang berwenang bisa
dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berdasarkan hukum positif mempunyai otoritas menyelesaikan sengketa itu seperti departemen perdaganan dan
perindustrian, kesehatan, kehutanan dan sebagainya yang menjalankan kewenangan adminstratif untuk pemberian ijin, pembinaan dan pengawasan
terhadap perusahaan dan pabrik-pabrik tertentu dan sebagainya. Dalam kontrak pengadaan barang dan jasa biasanya dilakukan
penyelesaian sengketa dengan Arbitrase. Dapat juga diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI Dimana disebutkan bahwa putusan mana
mengikat secara mutlak untuk tingkat pertama dan terakhir. Banyak permasalahan yang terjadi pada suatu kontrak bila tidak tersusun
dengan baik, rapi dan jelas. Permasalahan tersebut akan semakin merugikan pihak
Universitas Sumatera Utara
yang lemah kedudukannya dalam kontrak tersebut bila terjadi perselisihan dan terpaksa memasuki jalur pengadilan. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan
dengan seksama efek atau akibat kontrak tersebut sebelum menandatanganinya. Apakah kita telah memiliki kedudukan yang seimbang atau tidak.
Mengingat pengaturan hukum kontrak kita yang memang tidak berubah sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, tidak ada salahnya bagi kita para
praktisi, bisnis, masyarakat maupun akademis untuk mempelajari dan mengerti. Tak kalah penting pula untuk memperhatikan peratuan perundang-undangan lain
yang terkait dengan kontrak yang hendak dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebelum terjadinya suatu perjanjian pengadaan barang dan jasa, terdapat serangkaian kegiatan pendahuluan yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak
yaitu CV BIMA PUTRA PERKASA sebagai pihak pemborong dan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara sebagai pihak yang memborongkan
pekerjaan, yaitu dalam proses pembuatan perjanjian ini mengikuti Keputusan Presiden no 80 tahun 2003 tentang Pedoman pelaksanaan barang dan jasa,
melalui: 1. Pelelangan Umum
2. Pelelangan Terbatas 3.Pemilihan Langsung
4. Pengadaan Langsung Dimana dalam kasus ini proses pengadaan barang dan jasa dilakukan
dengan cara Pemilihan Langsung. Yaitu Merupakan metode pemilihan yang membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran dan sekurang-kurangnya 3
penawaran dari penyedia barangjasa yang telah lulus prakualifikasi. Metode ini
106
Universitas Sumatera Utara