Perbuatan Melawan Hukum Berhubungan Dengan Adanya Kesalahan

Verdianto I. Bitticaca : Ajaran Perbuatan Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi, 2010.

C. Perbuatan Melawan Hukum Berhubungan Dengan Adanya Kesalahan

Schuld Sebagai Syarat Pengenaan Pidana Prinsip pertanggungjawaban pelaku kejahatan di dalam hukum pidana dilandasi oleh adanya kesalahan shuld di dalam perbuatan melawan hukum wederechtelijk sebagai syarat untuk pengenaan pidana, 68 sehingga untuk pertanggungjawaban suatu perbuatan pidana di dalam faham KUH Pidana diperlukan beberapa syarat yakni: Pertama, adanya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh kealpaan. Kedua, adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan. Ketiga, adanya pembuat yang mampu bertanggungjawab dan tidak ada alasan pemaaf. Kesalahan schuld sangat erat kaitannya dengan suatu kejahatan yang dilakukan oleh subjek hukum manusia alamiah yang mengandung arti bahwa dapat dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau sifat melawan hukum. Meskipun perbuatannya memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang dan tidak dapat dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana karena penjatuhan pidana memerlukan adanya syarat bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah subjective guilt. 69 68 Bandingkan, Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Badan Penyediaan Bahan-Bahan Kuliah FH Undip, 19871988, hal. 85, bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-undnag dan tidak dibenarkan an objective breach of a penal provision, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemindanaan masih perlu adanya syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemindanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah subjektive guilt. Dengan perkataan lain orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatanya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut. 69 H. Setiyono, Op.cit, hal. 101 Hal ini Verdianto I. Bitticaca : Ajaran Perbuatan Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi, 2010. tentunya mengambarkan bahwa perbuatan melawan hukum berhubungan dengan kesalahan sebagai syarat penjatuhan pidana dalam rangka meminta pertanggungjawaban pelaku sesuai dengan asas geen straf zonder schuld di dalam faham hukum pidana, untuk menentukan kesalahan sebagai dasar penjatuhan pidana tentunya didasarkan kepada perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Selanjutnya, pertanggungjawaban pidana akibat timbulnya perbuatan melawan hukum pada dasarnya dapat dipertanggungjawabkan kepada diri seorang pelaku tindak pidana harus memenuhi 4 empat persyaratan sebagai berikut: 70 1. Ada suatu tindakan commission atau ommission oleh si pelaku: 2. Yang memenuhi rumusan-rumusan delik dalam undang-undang; 3. Dan tindakan itu bersifat “melawan hukum” atau unlawful serta’ 4. Pelakunya harus dapat dipertanggungjawabkan. Hubungan perbuatan melawan hukum dengan kesalahan sebagai syarat dapat dipertanggungjawabkannya perbuatan pelaku tindak pidana bermakna bahwa schuld harus mengadung unsur pencelaan terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Jadi orang yang bersalah melakukan perbuatan berarti bahwa perbuatan itu dapat dicelakan kepadanya. Pencelaan dimaksud bukannya diartikan pencelaan berdasarkan kesusilaan melainkan pencelaan berdasarkan hukum yang berlaku 70 Lihat, Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal. 67. Verdianto I. Bitticaca : Ajaran Perbuatan Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi, 2010. bukan ethische schuld melainkan verantwoordelijk heid rechtens. 71 Hal ini berarti bahwa penjatuhan pidana berdasarkan syarat pertanggungjawaban pelaku tindak pidana dilandasi oleh kriminalisasi suatu perbuatan pidana di dalam undang- undang. 72 Menurut Komariah Emong Sapardjaja bahwa suatu tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik melawan hukum dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu. 73 Unsur untuk dikatakan bahwa adanya perbuatan pidana sebagai perbuatan yang bertentangtan dengan undang-undang atau perbuatan melawan didasarkan pada Perumusan delik ini dikarenakan asas legalitas dianut dalam konsepsi hukum pidana yang mewajibkan kepada pembuat undang- undang untuk menentukan terlebih dahulu dalam undang-undang dan apa yang dimaksud dengan tindak pidana harus dirumuskan dengan jelas karena perumusan mempunyai peranan yang menentukan mengenai apa yang dilarang dan apa yang harus dilakukan orang. Hal ini sebagaimana dirumuskan oleh Enschede bahwa “een strafbaar feit is een menselijke gedraging, die valt binnen de grenzen van een delictsomschrijving, wederrechtelijk is en aan schuld te wijten” tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia yang termasuk dalam perumusan delik, melawan hukum dan kesalahan yang dapat dicelakan padanya. 71 Ibid 72 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Op.cit, hal. 240 bahwa kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana tidak dipidana menjadi suatu tindak pidana perbuatan yang dapat dipidana. Jadi, pada hakikatnya kebijakan kriminalisasi merupakan bahagian dari kebijakan kriminal criminal policy dengan menggunakan sarana hukum pidana penal dan oleh karena itu termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana penal policy. 73 Komariah Emong Sapardjaja, Op.cit, hal. 23 Verdianto I. Bitticaca : Ajaran Perbuatan Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi, 2010. adanya kesalahan berupa kesengajaan dolus, opzet, intention yang diwarnai dengan sifat melawan hukum kemudian dimanifestasikan dalam sikap tindak. Di samping kesalahan berupa kealpaan atau culpa yang diartikan sebagai akibat kurang kehati- hatian secara tidak sengaja sesuatu terjadi. 74 Dalam bahasa Belanda asas tindak pidana tanpa kesalahan dikenal dengan istilah “Geen Straf Zonder Schuld”. Asas ini tidak dijumpai pada KUH Pidana sebagaimana halnya asas legalitas, karena asas ini adalah asas yag ada dalam hukum tidak tertulis. 75 Asas kesalahan ini merupakan asas yang diterapkan dalam pertanggungjawaban pidana akibat terjadinya perbuatan melawan hukum, artinya pidana hanya dijatuhkan terhadap mereka yang benar-benar telah melakukan kesalahan dalam suatu tindak pidana. Adapun mengenai pengertian kesalahan ini, Mezger mengatakan bahwa “kesalahan adalah keseluruhan syarat uang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat pidana”. 76 74 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Jawab Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Jakarta: Centra, 1968, hal. 23 bahwa asas legalitas mengandung asas perlindungan yang secara historis merupakan reaksi terhadap kesewenangan-wenangan penguasa di jaman Ancient Regime, serta jawaban atas kebutuhan fungsional terhadap kepastian hukum yang menjadi keharusan dalam suatu negara liberal pada waktu itu. Roeslan Saleh, menyatakan dengan tegas ”nyata bahwa penolakan atas asas legalitas, suatu asas dan pengertian dalam lapangan hukum pidana adalah bertentangan dengan makna hukum pidana itu sendiri”. 75 Moeljanto, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1980, hal. 3. 76 Sudarto, Op.cit, hal. 30. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa kesalahan itu mengandung unsur pencelaan terhadap seseorang yang telah melakukan perbuatan itu, berarti bahwa perbuatan itu dapat dicelakan kepadanya. Perbedaan antara kesengajaan dan kelalaian semata-mata diperlukan dalam pembidanaan dan bukan penghapusan kesalahan. Oleh Verdianto I. Bitticaca : Ajaran Perbuatan Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi, 2010. sebab itu pada hakikatnya pertanggungjawaban selalu dimintakan terhadap individu yang dianggap bersalah dalam terjadinya suatu tindak pidana. Selanjutnya, hukum pidana mengenai 3 pengertian dasar yaitu sifat melawan hukum unrechf, kesalahan schuid, dan pidana strafe yang secara dogmatis unsur kesalahan harus ada dalam hukum pidana. Unsur-unsur kesalahan dalam arti yang seluas- luasnya dimana antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan, yaitu : a. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat; b. Hubungan batin antara pelaku dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan dolus atau kealpaan culpa; c. Tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf; Verdianto I. Bitticaca : Ajaran Perbuatan Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi, 2010.

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI

Dokumen yang terkait

Perbuatan Melawan Hukum Materil Berfungsi Positif Dan Berfungsi Negatif Dalam Tindak Pidana Korupsi

8 114 109

Analisa Hukum Mengenai Eksistensi Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi Pasca Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 003/PUU-IV/2006

0 64 93

Penerapan Batas-Batas Antara Wanprestasi Dengan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Suatu Perikatan

11 108 97

ANALISIS YURIDIS UNSUR MELAWAN HUKUM DAN MENYALAHGUNAKAN WEWENANG DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

0 3 16

PENERAPAN AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM PERUNDANG-UNDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA.

0 0 1

PERGESERAN ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA (studi tentang Ajaran sifat Melawan Hukum Materil dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

0 4 9

BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA A. Sejarah Perbuatan Melawan Hukum - Perbuatan Melawan Hukum Materil Berfungsi Positif Dan Berfungsi Negatif Dalam Tindak Pidana Korupsi

0 0 14

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbuatan Melawan Hukum Materil Berfungsi Positif Dan Berfungsi Negatif Dalam Tindak Pidana Korupsi

0 0 29

Perbuatan Melawan Hukum Materil Berfungsi Positif Dan Berfungsi Negatif Dalam Tindak Pidana Korupsi

0 0 9

BAB II KONSEP SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Sejarah dan Teori Mengenai Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana - Analisa Hukum Mengenai Eksistensi Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi Pasca Keluarnya Putusan Mahkamah K

0 1 24