memberikan kontribusi sebesar 27. Namun pada tahun 2005, perekonomian Bireuen mengalami pertumbuhan yang melambat, karena hanya mampu mencapai
pertumbuhan sebesar 2,7. Pendapatan regional per kapita pada tahun 2005 hanya mengalami sedikit peningkatan dibanding tahun 2000. Penduduk miskin di
Kabupaten Bireuen berjumlah 8,9. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bireuen mempunyai sedikit penduduk miskin yang berada di bawah standar rata-rata
kemiskinan nasional BPS Kabupaten Bireuen, 2005. Kemiskinan dan kurang gizi yang saling berkaitan, akan mempengaruhi
pertumbuhan balita, oleh karena itu pemantauan pertumbuhan balita, disertai perbaikan gizi masyarakat akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan
balita dan juga pada peningkatan produktivitas yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan per kapita Baliwati dkk. 2002.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengkaji faktor determinan perilaku kader Posyandu dalam pemantauan
pertumbuhan balita di Kabupaten Bireuen.
1.2. Perumusan Masalah
Proses pertumbuhan balita sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia SDM di masa depan. Pertumbuhan balita ini mempunyai kaitan erat
dengan kondisi gizi balita. Namun masalah gizi di Indonesia dewasa ini semakin memprihatinkan, karena masih dijumpainya kasus BBLR 14, masalah anemia
balita 48 dan kurang energi protein KEP balita mencapai 27 Departemen
Israwati : Perilaku Kader Dalam Pelaksanaan Posyandu Untuk Memantau Pertumbuhan Balita di Kabupaten..., 2007 USU e-Repository © 2008
Kesehatan RI, 2006. Masalah gizi yang terjadi mungkin merupakan akibat dari kegiatan pemantauan pertumbuhan balita yang tidak berjalan sepenuhnya, karena
masih banyak ibu yang tidak membawa anaknya ke Posyandu, untuk ditimbang berat badannya.
Di Kabupaten Bireuen, pemantauan pertumbuhan balita belum optimal, karena balita yang naik berat badannya ND hanya 43,64, tingkat partisipasi DS
68,4 yang belum mencapai target 80, dan jumlah kader yang belum memadai 5 orang. Selain itu, belum seluruh Posyandu memiliki sarana yang memadai,
sedangkan revitalisasi Posyandu baru dimulai tahun 2006. Dari seluruh kader yang aktif 1365 orang yang telah dilatih dari program revitalisasi Posyandu relatif masih
sangat sedikit, yaitu 25 orang dari dana Merlin, 150 orang dari dana DIPA, 65 orang dan dana Save Children Dinkes Bireuen, 2006.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah faktor determinan, seperti faktor presdiposisi umur, pendidikan,
pengetahuan, sikap, pelatihan, faktor enabling Posyandu, Dacin, KMS serta faktor reinforcing pembinaan kader dan dukungan lurah terhadap Posyandu berpengaruh
terhadap perilakutindakan kader Posyandu dalam melakukan kegiatan pemantauan pertumbuhan balita.
Israwati : Perilaku Kader Dalam Pelaksanaan Posyandu Untuk Memantau Pertumbuhan Balita di Kabupaten..., 2007 USU e-Repository © 2008
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui komponen predisposisi yaitu umur, pendidikan,
pengetahuan sikap dan training petugas kader Posyandu di Kabupaten Bireuen.
2. Mengetahui gambaran komponen enabling yaitu keberadaan Posyandu, Dacin
dan KMS. 3.
Mengetahui gambaran komponen reinforcing yaitu pembinaan petugas, dan dukungan lurah terhadap Posyandu di Kabupaten Bireuen.
4. Mengetahui perilaku kader Posyandu dalam pelaksanaan posyandu untuk
memantau pertumbuhan balita di Kabupaten Bireuen. 5.
Menganalisa pengaruh faktor predisposisi, enabling, reinforcing terhadap perilaku kader Posyandu dalam pelaksanaan posyandu untuk memantau
pertumbuhan balita di Kabupaten Bireuen.
1.4. Hipotesa Penelitian