Pengaruh Karakteristik Masyarakat Terhadap Utilisasi Puskesmas Di Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK MASYARAKAT TERHADAP

UTILISASI PUSKESMAS DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TAHUN 2007

T E S I S

Oleh

AMIR ADDANI

047012002/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK MASYARAKAT TERHADAP

UTILISASI PUSKESMAS DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TAHUN 2007

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh AMIR ADDANI

047012002/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Karakteristik Masyarakat Terhadap Utilisasi Puskesmas Di Kabupaten Bireuen Tahun 2007”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan dan do’a dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang terhormat :

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS, Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA, Ak selaku ketua pembimbing dalam penulisan tesis ini.

5. dr. Masroel Siregar, SKM selaku anggota komisi pembimbing dalam penulisan tesis ini atas bimbingan, masukan dan dukungan yang diberikan dalam penyempurnaan penulisan ini.

6. dr. Fauzi, SKM selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan, masukan yang diberikan dalam penyempurnaan penulisan ini.

7. Dr. Dra. Ida Yustina MSi, selaku Dosen Pembanding yang banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.

8. Dr. Surya Darma MPH, selaku Dosen Pembanding yang banyak memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.

9. Seluruh staf dosen program studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Kosentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana


(4)

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelajaran selama penulis mengikuti pendidikan.

10.Untuk seluruh keluargaistimewa buat Ibunda tercinta Hj. Syarifah Ranyek yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil selama dalam mengikuti proses pendidikan.

11.Untuk Istri tercinta Nurlina Harun, S.Ag, yang senantiasa dengan penuh pengertian dan doa sehingga memotivasi saya untuk menyelesaikan tesis ini. 12.Rekan-rekan mahasiswa program studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Kosentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2002/2003 atas kerja sama, persahabatan dan persaudaraan selama masa pendidikan.

13.Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

14.Bapak dr. Amren Rahim, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Bireuen beserta staf, atas izin dan bantuan data hingga selesainya penelitian ini.

15.Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya penulis mengharapkan kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Manajemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Medan,


(5)

ABSTRAK

Puskesmas adalah satu kesatuan organisasi fungsional yang berlangsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan. Pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh lokasi dan tempat, tenaga dan fasilitas yang disediakan. Program kerja di Puskesmas Bireuen 3 tahun terakhir dalam pemanfaatannya oleh masyarakat, menurun berkisar 20 – 30 %.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa pengaruh karakteristik masyarakat (pengetahuan, akses, pengeluaran biaya dan rasa aman) terhadap utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

Jenis penelitian ini adalah rancangan cross sectional study yang dilakukan selama 3 bulan dan mengumpulkan data melalui kuesioner yang di distribusikan kepada 200 responden yaitu 100 responden yang berkunjung ke Puskesmas dan 100 responden tidak berkunjung ke Puskesmas.

Hasil pengujian hipotesa analisis Regresi Logistik dengan tingkat signifikan < 0,05, (variabel pengetahuan akses, pengeluaran biaya dan rasa aman). Hasil koefisien regresi variabel karakteristik terhadap utilisasi Puskesmas yang memiliki pengaruh; variabel pengetahuan (B = 3.750), akses (B = 2.517), rasa aman (B = 2.096), yang tidak memiliki pengaruh variabel pengeluaran biaya (B = -3.478).

Disarankan untuk meningkatkan utilisasi Puskesmas hendaknya pihak Puskesmas melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengobatan gratis serta meningkatkan pengetahuan responden melalui penyuluhan yang disesuaikan dengan latar belakang pendidikan.


(6)

ABSTRACT

Puskesmas (community health center) is a unit of fuction organization that provided an overall service to the community in a specified work area in the form of health action. The utilization of Puskesmas by the community is extremely influenced by location, human resources, facilities available and work program. The utilization of Puskesmas Bireuen by the community ini the past 3 (three) years decreased abaout 20 to 30%. The purpose of this study is to examine the influence of the characteristics of community in terms of knowledge, access, expenses ad feeling of security on the utilization of Puskesmas in Bireuen district. This explanatory research with cross-sectional design was conducted for 3 (three) mounths. The data needed for this study were obtained through questionnaires distributed to 200 respondents – 100 respondent were those who visited Puskesmas and the other 100 responden were who did visit Puskesmas. The result of logistic regression analysis with significant level of < 0.05 (the variables of knowledge, access, expenses and feeling of security) shows that the regression coefficient of characteristic variable that has an influence on Puskesmas utilization are the variable of knowledge (B = 3.750), access (B = 2.517), feeling of security (B = 2.096) and the variable that has no influence is the of expenses (B = -3.478). To improve the utilization of Puskesmas, it is suggested that the management of Puskesmas socialize the free medical treatment program to the community and improve the knowledge of respondents of respondent through providing extension based on the respondents’ education background.


(7)

DAFTAR ISI

Hala man

ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Permasalahan ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Karakteristik Masyarakat dalam Pemanfaatan Puskesmas ... 6

Pengetahuan, Akses ... 7

Pengeluaran Biaya ... 11

Rasa Aman ... 12

Puskesmas ... 13

Utilisasi Puskesmas ... 15

Tujuan Puskesmas ... 16

Upaya Kesehatan Puskesmas ... 16

Wilayah Kerja Puskesmas ... 19

Kedudukan Puskesmas ... 20

Landasan Teori ... 20

Kerangka Konsep ... 21

METODE PENELITIAN ... 22

Jenis Penelitian ... 22

Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian ... 22

Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

Populasi ... 22

Sampel ... 23

Metode Pengumpulan Data ... 25

Pengujian Validitas dan Realibilitas ... 25

Variabel dan Definisi Operasional ... 28

Aspek Pengukuran ... 30

Metode Analisis Data ... 31


(8)

Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32

Geografi ... 32

Demografi ... 32

Data Responden ... 33

Analisa Deskriptif ... 34

Variabel Pengetahuan ... 34

Variabel Akses ... 35

Variabel Pengeluaran Biaya ... 35

Variabel Rasa Aman ... 36

Uji Hipotesis ... 37

Analisa Multivariat ... 42

PEMBAHASAN ... 45

Identitas Responden ... 45

Karakteristik Responden ……….. ... 46

Keterbatasan Peneliti ……….... 49

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

Kesimpulan ... 50

Saran ... 51


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Distribusi pemanfaatan masyarakat terhadap puskesmas ... 4

2 Distribusi Proposi Sampel yang Diambil pada Setiap Puskesmas Dikabupaten Bireuen ... 24

3 Uji Validitas Variabel Pengetahuan ... 26

4 Uji Validitas Variabel Akses ... 26

5 Uji Validitas Variabel Biaya ... 27

6 Uji Validitas Variabel Rasa Aman ... 27

7 Uji Validitas Variabel Utilisasi Puskesmas ... 27

8 Uji Reliabilitas ... 28

9 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29

10 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 33

11 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas menurut Tingkat Pendidikan Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 34

12 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 35

13 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Akses Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 35

14 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Pengeluaran Biaya Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 36

15 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Rasa Aman Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 36


(10)

16 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari Aspek Pengetahuan terhadap Utilisasi

Puskesmas ... 38 17 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat

dari Aspek Akses terhadap Utilisasi Puskesmas ... 39 18 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat

dari Aspek Pengeluran Biaya terhadap Utilisasi

Puskesmas ... 41 19 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat

dari Aspek Rasa Aman terhadap Utilisasi Puskesmas ... 42 20 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat terhadap


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 55

2 Kuesioner Pembanding ... 62

3 Tabel Skor ... 69

4 Hasil Uji Asumsi Klasik... 70

5 Hasil Uji Normalitas... 72

6 Hasil Output Univariat ... 76


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah salah satu faktor penentu derajat kesehatan masyarakat. Salah satu sasarannya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat atau sering dikenal Puskesmas. Visi Puskesmas secara umum adalah mewujudkan kecamatan sehat melalui pelayanan kesehatan yang sesuai dengan masalah kesehatan lokal yang ada, termasuk masalah kesehatan nasional yang sedang dihadapi (Ditjen Kesehatan Masyarakat, 2002). Dengan demikian, Puskesmas diharapkan menjadi pusat pelayanan kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat dan mampu memberikan pelayanan proaktif dan responsif.

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Depkes.RI, 2005).

Utilisasi adalah pemanfaatan oleh masyarakat terhadap puskesmas hasilnya baik, nilai utilisasi sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat dan kegiatan sumber daya manusia. Adapaun kegunaan utilisasi dari pada Puskesmas adalah membantu masayarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Rendahnya angka kunjungan, utilisasi Puskesmas tersebut disebabkan oleh


(14)

berbagai macam faktor, baik itu faktor masyarakat sebagai penguna pelayanan kesehatan maupun faktor Puskesmas itu sendiri sebagai penyedia pelayanan kesehatan.

Azwar (1996) mengatakan bahwa Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional masyarakat yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberi pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Wilayah kerja Puskesmas dapat merupakan satu Kecamatan atau sebagian dari Kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat pemerintah kabupaten, Sehingga pembagian wilayah kerja Puskesmas di tetapkan oleh Bupati KDH, mendengar saran tehnis dari kepala kantor Departemen Kesehatan Kabupaten/ Kota yang telah disetujui oleh kepala kantor wilayah kerja Puskesmas. (Depkes RI, 2005)

Sejak konsep puskesmas diperkenalkan pada tahun 1968, jumlahnya terus bertambah. Selama periode 1987-2002, misalnya, jumlah puskesmas meningkat dari 5.524 menjadi 7.243. Peningkatan ini belum termasuk jumlah sarana kesehatan primer lainnya seperti Puskesmas pembantu (Pustu) yang mencapai 21.856 di tahun 2006, Puskesmas keliling (pusling), penempatan bidan di desa (bides), dan kegiatan Pos pelayanan terpadu (Posyandu). Menurut Kepmenkes (2004), pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas setidaknya meliputi


(15)

enam kegiatan pokok diantaranya upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan pemberantasan penyakit menular dan upaya pengobatan. Kesemuanya merupakan sarana kesehatan penunjang Puskesmas yang dijalankan pemerintah secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu bersama Puskesmas. Ini dapat dilakukan karena lokasi puskesmas tersebar di hampir semua kecamatan dan Kota Madya.

Kebijakan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui Instruksi Gubernur No. 1 INT/2003 tentang Program Askeskin oleh Departermen Kesehatan Republik Indonesia tentang kebijakan tersebut diikuti juga dengan penyediaan sarana dan prasarana berupa pembangunan fisik, peskesmas keliling, askes serta alat penunjang lain melalui bantuan dana alokasi khusus anggaran APBD Kabupaten. Penyediaan sumber daya manusia serta kebijakan persiapan tenaga dipersiapkan tenaga kesehatan melalui peningkatan tenaga honor melalui buku putih guna untuk mencapai pelayanan terhadap masyarakat.

Pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh lokasi dan tempat keberadaan Puskesmas, tenaga pelayanan kesehatan dan fasilitas yangdisediakan. Diketahui bahwa program kerja di Puskesmas Bireun bahwa untuk 3 tahun terakhir pemanfaatan masyarakat terhadap Puskesmas menurun. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.1 Pemanfaatan Masyarakat terhadap Puskesmas di Kabupaten Bireuen

No Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005


(16)

Maslow dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa kebutuhan manusia secara hierarki ada dua kategori yaitu kebutuhan tingkat dasar dan kebutuhan tingkat tinggi. Salah satu kebutuhan adalah kebutuhan akan rasa aman yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. Sedangkan menurut Blum (1974) dalam Notoatmodjo (2005), lingkungan merupakan faktor yang paling mempengaruhi kesehatan baik individual maupun kelompok. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan sosial budaya, politik dan ekonomi.

Berdasarkan data kunjungan Puskesmas di Kabupaten Bireuen dalam tiga tahun terakhir yang terus menurun dari tahun 2003 (353.094 jiwa), tahun 2004 (274.318 jiwa) dan tahun 2005 (221.839 jiwa) (Dinas kesehatan Kabupaten Bireuen, 2005). Angka penurunan ini terjadi disebabkan beberapa faktor diantaranya yang berkaitan dengan karakteristik masyarakat seperti pengetahuan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas, akses menuju ke puskesmas yang jaraknya terlalu jauh, sedangkan untuk pengeluaran biaya yang harus dikeluarkan pada saat akan ke puskesmas relatif masih mahal yang dikarenakan biaya transportasi yang tinggi serta rasa aman pada saat akan berkunjung ke Puskesmas.

1.2 Permasalahan

Belum diketahuinya apakah ada pengaruh karakteristik masyarakat terhadap utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireuen.


(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisa pengaruh karakteristik masyarakat berupa pengetahuan, akses kepelayanan kesehatan, pengeluaran biaya dan rasa aman masyarakat) terhadap utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireuen tahun 2006.

1.4 Hipotesis

Terdapat pengaruh karakteristik masyarakat (pengetahuan, akses, pengeluaran biaya dan rasa aman) terhadap utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireuen tahun 2006.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Merupakan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, sebagai strategi meningkatkan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas.

2. Bagi peneliti lain, sebagai bahan perbandingan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan kebijakan pelayanan kesehatan dasar.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Masyarakat Dalam Pemanfaatan Puskesmas 2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai hal atau sesuatu. Pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Syarif dalam Notoadmodjo (1997) pengetahuan adalah kesan dari pikiran manusia sebagai hasil panca indra. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting sebelum suatu tindakan kesehatan terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat untuk memotivasinya bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menghasilkan perubahan namun tidak memadai dalam perubahan perilaku kesehatan (Azwar, 1996).

Notoatmodjo (1996) menjelaskan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, yang termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Memahami (comprehension) yaitu sebagai suatu kemampuan


(19)

untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real/sebenarnya. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Sintesis (Syntesis) menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan evaluasi (evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melalukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatjmodjo, 1996).

2.1.2. Akses

Akses terhadap pelayanan kesehatan dapat berarti akses geografis (ketidak terjangkauan dari segi jarak terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan). Akses sosial (karena keterbatasan dari segi sosial, rumah sakit misi cenderung enggan dikunjungi oleh masyarakat dari latar belakang sosial yang berbeda). Prosentase dari masyarakat yang mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan formal (milik swasta maupun pemerintah) menurun menjadi 53% pada Susenas, 2001, diperkirakan 30% yang memanfaatkan Puskesmas dan Pustu. (SKN, 2004).

Kecenderungan yang terjadi ini menunjukkan bahwa hampir 50% dari masyarakat yang mempunyai keluhan sakit sama sekali tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan formal yang tersedia. Sebagian besar dari mereka


(20)

melakukan pengobatan sendiri, sedangkan sisanya berobat ke dukun atau bahkan sama sekali tidak berobat.

Hak untuk kesehatan di Indonesia telah diakui secara formal sejak tahun 1960 dengan adanya Undang-Undang Pokok Kesehatan dan diperbaharui oleh Undang-Undang No.23 tahun 1992. Health for all sebagai suatu tujuan ditetapkan berdasarkan prinsip dasar dari equity, keadilan sosial dan solidaritas (equity, sosial justice and solidarity). Sebutan for all sudah jelas mengandung arti equity. Upaya pemerataan pelayanan kesehatan dengan pendekatan melalui Puskesmas Public Health Care (PHC) juga telah membuka kesempatan cakupan pelayanan kesehatan kepada semua lapisan masyarakat terutama menyediakan pelayanan kesehatan yang tidak disediakan system pelayanan kesehatan lain. Meskipun telah menyediakan pelayanan lebih meluas secara geografis dan mencapai berbagai lapisan masyarakat. Kenyataannya responsitivitasnya masih kurang adekuat. Fokus utama pelayanan PHC masih diasumsikan menjawab kebutuhan (needs) dari pada permintaan (demands). (Depkes. RI, 2004)

Access to health care dapat diartikan sebagai selalu adanya kemungkinan memperoleh pelayanan kesehatan disaat kapanpun dibutuhkan. Kesehatan masyarakat harus dipandang dari perspektif yang luas. Tidak hanya sebagai preventive, promotive, curative and rehabilitative,tetapi juga cakupan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan pemerintah atau institusi pelayanan kesehatan lainnya. Pendekatan terbaru WHO dalam mengukur performans pelayanan kesehatan menekankan pengukuran equity dalam pelayanan kesehatan (equity in


(21)

health status), responsiveness dan dalam penyelenggaraan pembiayaannya (financing of health care).

Mill, et all (2001) menjelaskan secara umum Equity, Equality dan Access dapat diartikan sebagai berikut :

a. Equity diartikan sebagai suatu keadilan dalam mengalokasikan sumberdaya pada berbagai individu atau kelompok (Fairness in the allocation of resources or treatment among different individuals or group); merupakan suatu konsep etika yang biasanya dikaitkan dengan standar atau norma keadilan. Sinonimnya serupa sosial justice dan fairness, yang pengertiannya dapat berbeda pada orang dan waktu. Misalnya, bila disuatu daerah disediakan pelayanan yang murah untuk semua orang dan dapat menyelamatkan 100 orang. Disediakan juga pelayanan yang relative lebih mahal tetapi hanya mencakup setengah populasi didaerah yang sama dan jumlah biaya yang sama menyelamatkan 110 orang. Masyarakat akan melihat bahwa pilihan pertama (untuk semua orang), lebih equitable. Dokter akan lebih memilih pilihan kedua karena lebih efektif untuk biaya yang sama menyelamatkan hidup lebih banyak. b. Equality, equality harus dibedakan dari equity. Equality tidak terkait

terhadap biaya tetapi lebih kepada kesetaraan, sedangkan equity lebih kepada keadilan. Equity in health: WHO secara operasional mendefinisikannya sebagai “Minimizing avoidable disparities in health and its determinants including but not limited to health care between groups of people who have different levels of underlying sosial attributes”.


(22)

Definisi “equity in health” WHO ini mengandung dua pengertian: 1) Equity in health (health status) berarti mencapai derajat kesehatan fisik, psikologik dan sosial setinggi-tingginya. 2) Equity in health care berarti bahwa sumber daya kesehatan dialokasikan berdasarkan need; pelayanan kesehatan diarahkan untuk memenuhi harapan masyarakat dan pembayaran biaya pelayanan kesehatan dilakukan sesuai kemampuan membayar (the ability to pay).

c. Access merupakan suatu equity in health care dalam bentuk komitmen untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan yang tinggi sesuai need untuk semua orang. Access dapat juga diartikan secara arti maupun potensinya seperti potential access, realized access, equitable access, effective access and efficient access.

Potential access adalah situasi dimana karakteristik dan sumberdaya system pelayanan kesehatan menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Realized access adalah situasi dimana pelayanan kesehatan yang tersedia telah benar-benar dimanfaatkan.

Equitable access merupakan penyebaran pelayanan kesehatan dilaksanakan berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi, demografik dan needs.

Effective access adalah kondisi dimana pelayanan kesehatan telah mampu meningkatkan status kesehatan (health status) dan kepuasan masyarakat.


(23)

Efficient access adalah kondisi dimana pelayanan kesehatan ada pada biaya minimal dengan status pelayanan dan kepuasan yang maksimal.

2.1.3. Pengeluaran biaya

Keadaan pendapatan penduduk juga ikut memberi andil dalam sulitnya mengupayakan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Penduduk desa yang umumnya berpenghasilan dari sektor pertanian memang lemah kondisi ekonominya. Walaupun ada ketentuan yang memperbolehkan mereka yang tidak mampu untuk tidak membayar restribusi di Puskesmas, namun kenyataannya orang-orang yang demikian justru enggan datang ke Puskesmas. Disini petugas Puskesmas diharapkan tidak membedakan pelayanan kepada mereka yang tidak mampu agar tidak timbul perasaan dianaktirikan, yang pada akhirnya membuat mereka enggan untuk datang ke Puskesmas (Tjiptoherijanto, 1993 ).

Tingkat ekonomi keluarga yang mapan memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh kebutuhan yang lebih misalnya dibidang pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya jika ekonomi lemah maka menjadi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan. Keadaan sosial ekonomi (kemiskinan, orang tua yang tidak bekerja atau berpenghasilan rendah) yang memegang peranan penting dalam meningkatnya status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, dimana bila penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga meningkat dibandingkan dengan penghasilan yang rendah, akan


(24)

berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena kurangnya daya beli obat maupun biaya transportasi dalam hal mengunjungi pusat pelayanan kesehatan. Dalam mencari pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan pengobatan gratis yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Pusekmas (Notoadmodjo, 2005).

2.1.4. Rasa Aman

Maslow membagi kebutuhan menjadi 5 tingkatan yaitu (1) kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan makan dan minum, tidur dan seks. (2) kebutuhan akan rasa aman dalam hal ini setiap manusia selalu ingin mendapatkan lingkungan hidup yang aman (kebutuhan primer). (3) kebutuhan mencintai dan mencintai, kebutuhan ini mencerminkan bahwa manusia adalah makhuk sosial dimana setiap manusia ingin hidup berkelompok. (4) Kebutuhan untuk dihargai yaitu kebutuhan diakui oleh lingkungannya. (5) Kebutuhan aktualisasi diri, kondisi dimana seseorang merasa telah mampu yaitu perasaan bahwa ia telah memahami poteni dirinya dan telah mengembangkannya dengan cara yang unik, namun kebutuhan ini sulit untuk dipenuhi.

Walaupun hierarki dari kebutuhan ini sering kali gagal dilaksanakan sesuai dengan teori yang banyak dikenal di Indonesia, hal ini disebabkan kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman dimana kedua kebutuhan ini masih belum terpenuhi oleh masyarakat kebanyakan di Indonesia (Notoatmodjo, 2005).


(25)

2.2 Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal disuatu wilayah kerja tertentu (Muninjaya, 1999).

Menurut Dep.Kes RI (2002) Puskesmas dibedakan atas 4 macam, yaitu : 1. Puskesmas tingkat desa

2. Puskesmas tingkat kecamatan 3. Puskesmas tingkat kewedanan 4. Puskesmas tingkat kabupaten

Pada raker kesnas ke II tahun 1969, pembagian Puskesmas dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

1. Puskesmas tipe A, dipimpin oleh dokter penuh 2. Puskesmas tipe B, dipimpin dokter tidak penuh 3. Puskesmas tipe C, dipimpin oleh tenaga paramedik

Pada tahun 1970 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional dirasakan pembagian Puskesmas berdasarkan kategori tenaga ini kurang sesuai karena untuk puskesmas tipe B dan tipe C tidak dipimpin oleh dokter penuh atau sama sekali tidak ada tenaga dokternya, sehingga dirasakan sulit untuk mengembangkannya. Sehingga mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam puskesmas dengan wilayah kerja tingkat kecamatan atau pada suatu daerah dengan jumlah penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa. Konsep berdasrkan wilayah kerja ini tetap dipertahankan sampai dengan akhir Pelita II pada tahun


(26)

1979 yang lalu, dan ini yang lebih dikenal dengan konsep wilayah (Dep.Kes RI, 2002).

Sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pemerintah dan dikeluarkannya Inpres Kesehatan Nomor 5 tahun 1974, Nomor. 7 tahun 1975 dan Nomor. 4 tahun 1976, telah berhasil mendirikan serta menempatkan tenaga dokter di semua wilayah tingkat kecamatan diseluruh pelosok tanah air, maka sejak Repelita III konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wilayah dengan penduduk sekitar 30.000 jiwa (Dep.Kes RI, 2002).

Sejak tahun 1979 mulai dirintis pembangunan Puskesmas di daerah-daerah tingkat kelurahan atau desa yang memiliki jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa. Untuk mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang berada di suatu kecamatan, maka salah satu puskesmas tersebut ditunjuk sebagai penanggung jawab dan disebut dengan nama Puskesmas tingkat kecamatan atau Puskesmas pembina. Puskesmas-Puskesmas yang ada ditingkat kelurahan atau desa disebut Puskesmas-Puskesmas kelurahan atau yang lebih dikenal dengan puskesmas pembantu, dan sejak itu puskesmas dibagi dalam 2 kategori yaitu:

1. Puskesmas kecamatan (Puskesmas pembina)

2. Puskesmas Kelurahan/desa (Puskesmas pembantu) (Dep.Kes RI, 2002). Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilakukan dengan cara:

1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong mereka sendiri.

2. Memberi petunjuk kepada masyarakat bagaimana menggali dan menggunakan sarana yang ada secara efektif dan efisien.


(27)

3. Memberikan bantuan-bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.

4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat. 5. Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam

melaksanakan program Puskesmas (Dep.Kes RI, 2002).

2.2.1. Utilisasi Puskesmas (Pemanfaatan Puskesmas)

Pandangan Beberapa Orang Ahli Mengenai Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Mckinlay (1972), mengidentifikasikan 6 (enam) pendekatan utama mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu dari sudut ekonomi, sosiodemografi, psikologi sosial, sosial budaya, dan organisasional. Banyak penelitian tentang kesehatan, penyakit dan perilaku sakit, masing-masing melihat dari salah satu perspektif pendekatan tersebut (Marshall, dalam Muzaham, 1995).

Pemanfaatan fasilitas kesehatan Puskesmas oleh masyarakat dapat dilihat dari beberapa indikator yang antara lain sebagai berikut :

1) Rata-rata kunjungan per hari buka Puskesmas 2) Frekwensi kunjungan Puskesmas

Rendahnya angka kunjungan rata – rata ke Puskesmas tersebut dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik itu faktor masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan maupun faktor Puskesmas itu sendiri sebagai


(28)

penyedia pelayanan kesehatan. Adapun faktor–faktor tersebut beberapa diantaranya akan dibahas berikut ini.

Menurut Anderson (1968) sekuensi determinan individu terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan tergantung pada: (1) predisposisi keluarga untuk pemanfaatan pelayanan kesehatan, (2) kemampuan mereka untuk melaksanakannya, dan (3) kebutuhan mereka terhadap jasa pelayanan tersebut. Masing-masing komponen mencakup beberapa dimensi “sub komponen” yang menghasilkan defenisi teoritis dan operasional dari model tersebut (Marshall, dkk dalam Muzaham, 1995).

2.2.2. Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal diwilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat 2010 (Dep.Kes RI, 2002).

2.2.3. Upaya Kesehatan di Puskesmas (Dep.Kes RI, 2002)

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yakni terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional


(29)

merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut yakni :

Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus dilaksanakan oleh setiap Puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah : (Kepmenkes, 2004).

1. Upaya promosi kesehatan 2. Upaya kesehatan lingkungan 3. Upaya perbaikan gizi masyarakat

4. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular 5. Upaya pengobatan

Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang terbaru terdapat 20 usaha pokok kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas, hal ini sangat tergantung kepada faktor tenaga, sarana dan prasarana serta biaya yang tersedia. Kegiatan pokok puskesmas tersebut antara lain:

1. Upaya kesehatan ibu dan anak 2. Upaya keluarga berencana 3. Upaya Peningkatan gizi 4. Upaya kesehatan lingkungan

5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

6. Upaya pengobatan termasuk pelayanan gawat darurat karena kecelakaan 7. Upaya penyuluhan


(30)

8. Upaya kesehatan sekolah 9. Upaya kesehatan olah raga

10. Upaya perawatan kesehatan masyarakat 11. Upaya kesehatan kerja

12. Upaya kesehatan gigi dan mulut 13. Upaya kesehatan jiwa

14. Upaya kesehatan mata

15. Upaya laboratorium sederhana

16. Upaya pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan 17. Upaya kesehatan usia lanjut

18. Upaya pembinaan pengobatan tradisional 19. Upaya kesehatan remaja

20. Dana sehat

Pelaksanaan kegiatan pokok diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Oleh karena itu kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk kepentingan keluarga sebagai bagian dari masyarakat diwilayah kerjanya (Effendy, 1998).

2.2.4. Wilayah Kerja Puskesmas

Puskesmas harus bertanggung jawab untuk setiap masalah kesehatan yang terdiri dari wilayah kerjanya, meskipun masalah tersebut lokasinya berkilo-kilo meter dari Puskesmas. Azas inilah puskesmas dituntut untuk lebih mengutamakan tindakan pencegahan penyakit, dan bukan tindakan untuk pengobatan penyakit,


(31)

sehingga dengan demikian puskesmas harus secara aktif terjun ke masyarakat dan bukan menantikan masyarakat datang ke puskesmas (Dep.Kes RI, 2002).

Wilayah kerja Puskesmas, bisa kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografis dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan faktor pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Kabupaten, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati, mendengar saran teknis dari Kantor Dinas Kesehatan Provinsi.

Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa satu kelurahan, sedangkan Puskesmas di ibu kota kecamatan merupakan puskesmas rujukan, yang berfungsi sebagai pusat rujukan dari puskesmas kelurahan yang juga mempunyai fungí koordinasi. Sasaran penduduk yang dilaksankan oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk. Luas wilayah yang masih efektif untuk sebuah puskesmas di daerah pedesaan adalah suatu area dengan jari-jari 5 km, sedangkan luas wilayah kerjanya yang dipandang optimal adalah dengan radius 3 km (Effendy, 1998).

2.2.5. Kedudukan Puskesmas

a. Kedudukan dalam bidang administrasi

Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati II. b. Kedudukan dalam hirarki pelayanan kesehatan


(32)

Dalam urutan hirarki pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) maka puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas kesehatan pertama.

2.3 Landasan Teori

Djoko (1997), megemukakan bahwa Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat tidak terlepas dari dua faktor utama yaitu : Predispossing Factors dan Enabling factors.

Predisposing factors, merupakan faktor berpengaruh yang dapat menambah secara positif terhadap kebutuhan (demands) masyarakat, yang sudah tampak yang akan diarahkan melalui peningkatan program kesehatan itu sendiri. Faktor tersebut meliputi faktor demografi, faktor sosial ekonomi (tingkat pendapatan rata-rata masyarakat) dan faktor Psikologi sosial (pendidikan, sikap, kecocokan dalam pelayanan).

Sedangkan Enabling factors, merupakan factor pengaruh yang secara mutlak pada keadaan permulaan memang harus ada sebagai syarat yang mutlak dibutuhkan. Faktor tersebut meliputi pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan. Jangkauan pusat-pusat pelayanan kesehatan (availability) dihubungkan dengan jarak tempat tinggal konsumen (perkotaan atau pedesaan), fasilitas yang tersedia, sistem pelayanan, organisasi dan management serta administrasi, kualitas pelayanan (secara medis dan kecepatan pelayanan) dan jangkauan tarif.

Sedangkan Andersen (1968), mengemukakan bahwa tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan fasilitas kesehatan yaitu mudahnya menggunakan


(33)

pelayanan, adanya faktor-faktor yang mendiami terhadap pelayanan kesehatan yang ada dan adanya kebutuhan akan pelayanan kesehatan.

2.4 Kerangka Konsep

Karakteristik Masyarakat - Pengetahuan

- Akses

- Pengeluaran Biaya - Rasa Aman

Utilisasi Puskesmas

Pandangan tentang Kebijakan Pengobatan

Gratis


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Kuantitatif dengan rancangan Cross Sectional Study yaitu mencari pengaruh karakteristik masyarakat antara variabel independen dan variabel dependen dengan melakukan pengukuran dalam waktu yang bersamaam (simultan) (Notoadmodjo, 2005).

3.2 Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung selama 8 (delapan) bulan ini telah dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan Mei 2007 dengan mengambil tempat di puskesmas dalam wilayah Kabupaten Bireuen.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien baik laki-laki maupun perempuan yang berumur > 15 tahun yang mendapatkan pelayanan kesehatan dan yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, kriteria ini untuk memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara dan pada umur tersebut responden yang berkunjung untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ke Puskesmas-puskesmas di wilayah Kabupaten Bireuen dengan jumlah keseluruhan kunjungan rata-rata dari 14 Puskesmas adalah sekitar 1320 orang perbulan.


(35)

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus penentuan jumlah sampel dari Notoatmodjo (2002) sebagai berikut:

) ( 1 N d2

N n

+ =

N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d2 = Tingkat Kepercayaan (0.1)

Perhitungan besar sampel untuk masing-masing Puskesmas diambil berdasarkan rata-rata angka kunjungan perbulan pada tahun 2005, sehingga ditetapkan sampel penelitian sebagai berikut:

100 95 , 92 2 , 14 1320 2 , 13 1 1320 ) 01 , 0 ( 1320 1 1320 ) 1 , 0 ( 1320 1 1320 ) ( 1 2 ⎯→ ⎯ = = + = + = + = + = n n n n n d N N n

Untuk menentukan sampel yang akan diambil pada setiap Puskesmas, maka digunakanlah Proportional Random Sampling. Berikut ini adalah Tabel yang menjukkan proporsi sampel yang diambil pada setiap Puskesmas disaat penelitian.


(36)

Tabel 3.1 Distribusi Proporsi Sampel yang Diambil pada Setiap Puskesmas Di Kabupaten Bireuen

No Puskesmas Jumlah Kunjungan Gratis Tahun 2005

Rata-rata Kumjungan

perbulan

Proporsi

Sampling Pembanding

1 Samalanga 36984 3.082 17 17

2 Simpang

Mamplam 28234 2.353 13 13

3 Cot Glungku 4930 411 2 2

4 Jeunib 17068 1.422 8 8

5 Peudada 3813 318 2 2

6 Jeumpa 17654 1.471 8 8

7 Juli Tp Mane 9953 829 4 4

8 Peusangan 18842 1.570 8 8

9 Ulee Jalan 11775 981 5 5

10 Lueng Daneum 12270 1.023 6 6

11 Makmur 5220 435 2 2

12 Kuta Blang 9374 781 4 4

13 Gandapura 23749 1.979 11 11

14 Jangka 21973 1.831 10 10

Total 221839 18.487 100 100

Total Rata-rata Kunjungan perbulan 1.320

3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data diambil melalui :

1. Data primer, dikumpul dengan cara wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuisioner. 2. Data sekunder, dikumpul dari laporan kunjungan responden ke puskesmas.


(37)

3.4.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Pengujian Validitas

Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen sebagai alat ukur penelian yang dapat mengukur apa yang diinginkan atau dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara cepat. Koefisien korelasi dikatakan baik atau Valid apabila lebih besar dari 0.30. (Arikunto, 2002)

Pengujian Reliabilitas

Pengujian reliabilitas menunjukkan suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk alat pengumpulan data, reabilitas yang dapat diterima apabila nilai Reability Coeficients lebih atau sama dengan 0.60. (Arikunto, 2002)

3.4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Tabel 3.2 Uji Validitas Variabel Pengetahuan

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 21.0667 15.306 .637 .864

p2 20.8333 16.351 .384 .887

p3 20.9333 16.685 .490 .874

p4 21.1667 15.937 .599 .866

p5 20.5667 16.047 .762 .858

p6 20.9333 16.685 .490 .874

p7 20.5667 16.047 .762 .858

p8 20.7000 14.148 .662 .865

p9 20.5667 16.047 .762 .858


(38)

Tabel 3.3 Uji Validitas Variabel Akses

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 13.0667 14.409 .749 .889

p2 13.1667 15.868 .542 .903

p3 13.2000 14.579 .753 .889

p4 12.9667 15.689 .581 .900

p5 13.4000 14.938 .881 .882

p6 13.4000 15.145 .827 .885

p7 13.2000 15.890 .696 .894

p8 13.2333 16.254 .369 .918

p9 13.5333 16.947 .552 .902

p10 13.4333 15.495 .885 .885

Tabel 3.4 Uji Validitas Variabel Biaya

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 5.8333 2.764 .680 .796

p2 5.7333 3.306 .519 .838

p3 6.1667 3.040 .808 .754

p4 5.9667 3.275 .734 .779

p5 6.3000 3.872 .525 .833

Tabel 3.5 Uji Validitas Variabel Rasa Aman

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 6.4333 3.495 .444 .789

p2 6.4000 3.283 .631 .720

p3 6.5667 3.426 .668 .712

p4 6.6667 3.402 .676 .709


(39)

Tabel 3.6 Uji Validitas Variabel Utilisasi Puskesmas

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 13.0667 17.030 .783 .908

p2 13.6667 20.092 .549 .919

p3 13.2667 19.237 .626 .915

p4 13.3667 19.206 .827 .904

p5 13.6000 19.421 .816 .905

p6 13.6000 19.490 .800 .906

p7 13.4000 20.938 .529 .919

p8 13.0667 16.961 .794 .907

p9 13.7333 21.099 .638 .916

p10 13.6333 19.826 .869 .905

Berdasarkan hasil uji validitas tabel-tabel diatas maka nilai validitas yang terdapat pada kolom Corrected Item Total Correlation dari variabel pengetahuan, akses, pengeluaran biaya, rasa aman dan utilisasi puskesmas seluruhnya lebih besar dari 0.30. dengan demikian maka seluruh butir pertanyaan dapat dinyatakan Valid.

Tabel 3.7 Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach's

Alpha N of Items

Independen Pengetahuan .878 10

Akses .904 10

Pengeluaran Biaya .835 5

Rasa Aman .784 5

Dependen Utilisasi Puskesmas .919 10

Berdasarkan hasil uji Reliabilitas tabel-tabel diatas maka nilai reliability coefisients dari variabel pengetahuan, akses, pengeluaran biaya, rasa aman dan


(40)

utilisasi puskesmas seluruhnya lebih besar dari 0.60. Dengan demikian maka seluruh butir pertanyaan dapat dinyatakan Reliabel.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Menurut Singarimbun dan Effendi (1989) defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel, atau semacam pentunjuk pelaksanaan mengukur variabel. Defenisi operasional memberi batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel. Berikut merupakan defenisi operasional dan pengukuran variabel penelitian, yakni Karakteristik masyarakat (Pengetahuan, akses, pengeluaran biaya, dan rasa aman) dan utilisasi puskesmas sebagai varibel dependen.

Tabel. 3.8 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel

Karakte ristik Masyar

akat

Defenisi Alat Ukur Kriteria Bobot Skala

Independen Pengeta huan

Segala sesuatu yang diketahui

masyarakat dan pemahaman

masyarakat tentang puskesmas yang berkaitan dengan fungsi sebagai tempat pelayanan kesehatan dasar.

Kuesioner Baik Kurang

> 20 < 20

Ordinal

Independen Akses Kemampuan masyarakat dalam menjangkau

puskesmas untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan yang meliputi jarak

Kuesioner Terjangkau Tidak terjangkau

> 20 < 20


(41)

Independen Pengelu aran Biaya Besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat pada saat hendak mengunjungi puskesmas.

Kuesioner Tinggi Rendah > 10 < 10 Ordinal Independen Rasa Aman

Situasi dan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan keamanan untuk memperoleh pelayanan kesehatan dipuskesmas.

Kuesioner Aman Tidak aman

> 20 < 20

Ordinal

Dependen Utilisasi Puskesm

as

Pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas

Kuesioner Dimanfaatkan Tidak

dimanfaatkan

> 20 < 20

Ordinal

3.6 Aspek Pengukuran

Untuk mengukur pengetahuan, akses, pengeluaran biaya, rasa aman dan utilisasi puskesmas dengan menggunakan kuisioner dalam bentuk pertanyaan terbuka dengan kategori :

1. Pengetahuan, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan ada 10 total skor 30 dengan kriteria sebagai berikut :

Baik jika skor > 20 Tidak Baik jika skor < 20

2. Akses, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan ada 10 total skor 30 dengan kriteria sebagai berikut :

Terjangkau jika skor > 20


(42)

3. Pengeluaran Biaya, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan ada 5 total skor 15 dengan kriteria sebagai berikut :

Tinggi jika skor > 10 Rendah jika skor < 10

4. Rasa Aman, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan ada 5 total skor 15 dengan kriteria sebagai berikut :

Aman jika skor > 10

Kurang Aman jika skor < 10

5. Utilisasi, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner yang telah diberi bobot.

Dimanfaatkan jika skor > 20 Tidak Dimanfaatkan jika skor < 20

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Regresi Logistic yaitu melihat asosiasi variabel independen karakteristik masyarakat (pengetahuan, akses, pengeluaran biaya, rasa aman) dengan variabel dependen utilisasi Puskesmas.


(43)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi

Kabupaten Bireun merupakan salah satu dari 28 Kabupaten yang ada di Provinsi NAD yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara melalui UU No. 48 tahun 1999 tanggal 12 Oktober 1999 dengan luas wilayah 1.901,21 km2 (190.21 Ha) yang terdiri dari 17 Kecamatan, 69 Kemukiman dan 552 gampong atau desa.

Kabupaten Bireuen terletak pada garis 4o – 54o.18o Lintang Utara dan 96o.20o – 97o.21o Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah:

Sebelah Utara dengan Selat Malaka.

Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bener Meriah. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Utara Sebelah Barat dengan Kabupaten Pidie.

4.1.2 Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Bireuen tahun 2005 adalah 351.835 jiwa yang terdiri dari 169.365 laki-laki dan 182.470 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bireun tahun 2005 yaitu 2,07%, sedangkan laju pertumbuhan tahun 2004 juga mencapai 2,06%. Disini terlihat jelas bahwa pada tahun 2005 terjadi kenaikan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,01%. 32


(44)

4.2 Data Umum Responden.

Berdasarkan tabel 4.1, terlihat bahwa pengguna lebih banyak perempuan memanfaatkan/utilisasi pelayanan puskesmas (52,0%) dibandingkan dengan laki-laki (48,0%). Demikian juga yang tidak memanfaatkan lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.

Tabel 4.1 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Bireuen Tahun 2006

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Jenis Kelamin

f % F % 1 2 Laki-laki Perempuan 48 52 48,0 52,0 37 63 37,0 63,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

Berdasarkan tabel 4.2, terlihat bahwa pengguna lebih banyak pada masyarakat yang berpendidikan SLTP (40,0%), sedangkan yang tidak memanfaatkan adalah masyarakat yang berpendidikan SLTA (38,0%).

Tabel 4.2 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas MenurutTingkat Pendidikan Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Pendidikan

f % f %

1 2 3 4 Tidak sekolah SLTP SLTA Akademi/ PT 26 40 24 10 26,0 40,0 24,0 10,0 6 29 38 27 6,0 29,0 38,0 27,0


(45)

4.3 Analisis Deskriptif

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Bireuen, maka didapatkan hasil penelitian sebagai berikut :

4.3.1 Variabel Pengetahuan

Berdasarkan Tabel 4.3, terlihat bahwa dari 100 responden yang memanfaatkan Puskesmas paling banyak adalah responden yang mempenyai pengetahuan baik (74,0%), dan yang berpengetahun kurang baik (26,0%), sedangkan yang tidak memanfaaatkan Puskesmas paling banyak adalah respondendengan dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik (73,0%).

Tabel 4.3 Distribusi Responden Utilisasi Puskesmas Menurut Tingkat Pengetahuan di Kabupaten Bireuen Tahun 2006

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Pengetahuan

f % F % 1

2

Baik Kurang

74 26

74,0 26,0

27 73

27,0 73,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

4.3.2 Variabel Akses

Dari tabel 4.4, terllihat bahwa pengguna puskesmas adalah masyarakat yang mempunyai akses terjangkau 85% dibandingkan masyarakat dengan akses yang tidak terjangkau hanya 15%. Sedangkan masyarakat yang tidak memanfaatkan puskesmas adalah mereka masyarakat dengan akses yang tidak terjangkau (88%).


(46)

Tabel 4.4 Distribusi Responden Tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Akses

di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Akses

f % f % 1

2

Terjangkau Tidak Terjangkau

85 15

85,0 15,0

12 88

12,0 88,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

4.3.3 Variabel Pengeluaran Biaya

Berdasarkan tabel 4.5, terlihat bahwa pengguna lebih banyak masyarakat yang mengeluarkan biaya yang tinggi (58%) dibandingkan dengan biaya rendah hanya 43%. Sedangkan pada masyarakat yang tidak memanfaatkan puskesmas adalah mereka yang mengeluarkan biaya yang rendah (81%).

Tabel 4.5 Distribusi Responden Tentang Utiliisasi Puskesmas Berdasarkan Pengeluaran Biaya di Kabupaten Bireuen Tahun 2006

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Pengeluaran Biaya

f % f %

1 2

Tinggi Rendah

58 42

58,0 42,0

19 81

19,0 81,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

4.3.4 Variabel Rasa Aman

Dari tabel 4.6, terlihat bahwa responden yang memanfaatkan puskesmas adalah masyarakat yang merasa aman (77%) demikian juga dengan masyarakat yang tidak memanfaatkan puskesmas adalah yang merasa aman (78%).


(47)

Tabel 4.6 Distribusi Responden yang Berkunjung ke Puskesmas Berdasarkan

Rasa Aman di Kabupaten Bireuen Tahun 2007 Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Rasa Aman

f % f % 1

2

Aman

Kurang aman

77 23

77,0 23,0

78 22

78,0 22,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

4.4 Uji Statistik

Untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang terdiri dari Pengetahuan, akses, Pengeluaran Biaya dan Rasa aman terhadap utilisasi puskesmas di Kabupaten Biereun dapat dilakukan dengan persamaan regresi logistik memakai metode stepwise berupa :

a. Pengaruh Pengetahuan terhadap Utilisassi Puskesmas

Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa persamaan regresi logistik untuk pengaruh pengetahuan masyarakat terhadap utilisasi puskesmas sebagai berikut : Y = -4,666 + 3,750 X1.

Dari persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi pengetahuan memiliki tanda positif (3,750), hal ini menunjukkan karakteristik masyarakat yang memanfaatkan puskesmas dari aspek pengetahuan mempunyai pengaruh yang searah dengan utilisasi puskesmas. Dengan demikian apabila pengetahuan masyarakat ditingkatkan akan meningkatkan utilisasi puskesmas di Kabupaten Bireuen.


(48)

hipotesis H0 (tidak terdapat pengaruh pengetahuan terhadap utilisasi puskemas) ditolak sedangkan H1 diterima. Hal ini memberi arti bahwa aspek pengetahuan masyarakat mempunyai pengaruh terhadap tingkat utilisasi masyarakat.

Nilai Exp (B) untuk variabel pengetahuan pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan puskesmas adalah 42.500, hal ini memberikan makna bahwa aspek pengetahuan masyarakat berpengaruh terhadap utilisasi puskesmas, dimana masyarakat yang memanfaatkan puskesmas lebih dari dua kali, kemungkinan akan berkunjung 42.500 kali lebih besar pada masyarakat yang pengetahuannya lebih baik dalam memanfaatkan puskesmas dibandingkan dengan pengetahuan masyarakat yang rendah.

Tabel 4.7 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari aspek Pengetahuan terhadap Utilisasi Puskesmas

Yang Memanfaatkan Puskesmas

B S.E Wald df Sig. Exp (B)

Step 1a

K1 Constan

3.750 -4.666

.469 .695

63.946 45.132

1 1

.000 .000

42.500 .009 Sumber : Hasil pengolahan data

b. Pengaruh Akses Terhadap Utilisassi Puskesmas

Berdasarkan Tabel 4.8 terlihat bahwa persamaan regresi logistik untuk pengaruh akses masyarakat yang memanfaatkan puskesmas sebagai berikut : Y = -2,777 + 2,517 X2.

Dari persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi akses pada responden yang memanfaatkan puskesmas memiliki tanda positif (2,517), hal ini menunjukkan karakteristik masyarakat yang memanfaatkan puskesmas dari aspek akses (keterjangkauan puskesmas yang akan dikunjungi) mempunyai pengaruh


(49)

yang searah dengan utilisasi puskesmas. Dengan demikian apabila semakin baik akses masyarakat ke puskesmas akan meningkatkan utilisasi puskesmas di Kabupaten Biereun.

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas juga terlihat bawa nilai signifikansi untuk variabel akses (X2) pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan (0,000) dan maka hipotesis H0 (tidak terdapat pengaruh akses terhadap utilisasi puskemas ditolak sedangkan H1 diterima. Hal ini memberi makna bahwa aspek akses masyarakat mempunyai pengaruh terhadap tingkat utilisasi masyarakat.

Nilai Exp (B) untuk variabel akses pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan puskesmas adalah 12,389, hal ini memberikan makna bahwa akses ke puskesmas berpengaruh terhadap utilisasi puskesmas, dimana masyarakat yang memanfaatkan puskesmas lebih dari dua kali, kemungkinan akan berkunjung 12,389 kali lebih besar pada masyarakat yang memiliki akses terjangkau dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki akses kurang terjangkau.

Tabel 4.8 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari aspek Akses terhadap Utilisasi Puskesmas

Yang Memanfaatkan Puskesmas

B S.E Wald df Sig. Exp (B)

Step 1a

K1 Constan

2.517 -2.777

.388 .589

42.162 22.236

1 1

.000 .000

12.389 .062 Sumber : Hasil pengolahan data


(50)

c. Pengaruh Pengeluaran Biaya Terhadap Utilisassi Puskesmas

Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat bahwa persamaan regresi logistik untuk pengaruh pengeluaran biaya pada kelompok masyarakat puskesmas terhadap utilisasi puskesmas sebagai berikut : Y (Utilisasi) = 6,515 -3,478 X3 (biaya).

Dari persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi pengeluaran biaya untuk responden yang memanfaatkan puskesmas memiliki tanda negatif (-3,478), hal ini menunjukkan karakteristik masyarakat yang memanfaatkan puskesmas dari aspek pengeluran biaya pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan puskesmas mempunyai pengaruh yang berlawanan arah terhadap utilisasi puskesmas. Dengan demikian apabila semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk memanfaatkan puskesmas akan menurunkan tingkat utilisasi puskesmas.

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas juga terlihat bawa nilai signifikansi untuk variabel pengeluaran biaya (X3) pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan (0,000) maka hipotesis H0 tidak terdapat pengaruh akses terhadap utilisasi pukemas ditolak sedangkan H1 diterima. Hal ini memberi arti bahwa pengeluaran biaya untuk memanfaatkan pelayanan puskesmas mempunyai pengaruh terhadap tingkat utilisasi masyarakat.

Nilai Exp (B) untuk variabel pengeluaran biaya pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan puskesmas adalah 0,031, hal ini memberikan makna bahwa pengeluaran biaya berpengaruh terhadap utilisasi puskesmas, dimana masyarakat yang memanfaatkan puskesmas lebih dari dua kali,


(51)

kemungkinan akan berkunjung 0,031 kali lebih banyak jika biaya yang dibutuhkan kecil dibandingkan dengan pengeluaran biaya yang lebih besar.

Tabel 4.9 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari aspek Pengeluaran Biaya terhadap Utilisasi Puskesmas

Yang Memanfaatkan Puskesmas

B S.E Wald df Sig. Exp (B)

Step 1a

K1 Constan

- 3.478 6.515

.485 .871

51.374 55.884

1 1

.000 .000

.031 675.151 Sumber : Hasil pengolahan data

d. Pengaruh Rasa Aman Terhadap Utilisassi Puskesmas

Berdasarkan Tabel 4.10 terlihat bahwa persamaan regresi logistik untuk pengaruh rasa aman pada kelompok masyarakat terhadap utilisasi yang memanfaatkan puskesmas sebagai berikut : Y = -2,161 + 2,096 X4.

Dari persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi rasa aman untuk responden yang memanfaatkan puskesmas memiliki tanda positif (2,096), hal ini menunjukkan karakteristik masyarakat yang memanfaatkan puskesmas dari aspek rasa aman pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan puskesmas mempunyai pengaruh yang searah dengan utilisasi puskesmas. Dengan demikian apabila kondisi lingkungan yang berkaitan dengan keamanan untuk mendapatkan pelayanan di puskesmas semangkin baik, maka peningkatan utilisasi puskesmas akan baik pula.

Berdasarkan Tabel 4.10 juga terlihat bawa nilai signifikansi untuk variabel rasa aman (X4) pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan (0,000) maka hipotesis H0 (tidak terdapat pengaruh rasa aman terhadap utilisasi puskemas


(52)

ditolak sedangkan H1 diterima. Hal ini memberi arti bahwa rasa aman untuk kelompok masyarakat yang memanfaatkan pelayanan puskesmas mempunyai pengaruh terhadap tingkat utilisasi masyarakat.

Nilai Exp (B) untuk variabel rasa aman pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan puskesmas adalah 8,133, hal ini memberikan makna bahwa rasa aman berpengaruh terhadap utilisasi puskesmas, dimana masyarakat yang memanfaatkan puskesmas lebih dari dua kali, kemungkinan akan berkunjung 8,133 kali lebih banyak jika rasa aman lebih baik dibandingkan dengan rasa aman yang kurang baik.

Tabel 4.10 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari aspek Rasa Aman terhadap Utilisasi Puskesmas

Yang Memanfaatkan Puskesmas

B S.E Wald df Sig. Exp (B)

Step 1a

K1 Constan

2.096 -2.161

.368 .574

32.474 14.187

1 1

.000 .000

8.133 .115 Sumber : Hasil pengolahan data

4.4.1 Analisis Multivariat

Berdasarkan Tabel 4.11 terlihat bahwa persamaan regresi logistik multivariat pengaruh karakteristik masyarakat terhadap utilisasi puskesmas di Kabupaten Bereun dilihat dari aspek pengetahuan, akses, biaya dan rasa aman terhadap utilisasi puskesmas dalam penelitian ini sebagai berikut ;


(53)

Berdasarkan persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi variabel karakteristik masyarakat yaitu pengetahuan, akses dan rasa aman mempunyai pengaruh yang searah dengan utilisasi puskesmas sedangkan biaya mempunyai pengaruh yang berlawanan arah dengan utilisasi.

Nilai signifikansi keempat variabel karakteristik masyarakat tersebut menunjukkan nilai yang lebih kecil dari 0,005 yang berarti hipotesis H0 ditolak sedang H1 diterima. Hal ini memberi makna bahwa keempat aspek karakteristik masyarakat mempengaruhi utilisasi puskesmas.

Dari semua variabel karakteristik masyarakat yang berpengaruh terhadap utilisasi puskesmas, yang paling besar pengaruhnya adalah variabel pengetahuan (22.242) disusul variabel rasa aman (8.839) kemudian akses (6.504), sedangkan biaya paling kecil pengaruhnya (0.043).

Adapun makna dari pengaruh pengetahuan yang besarnya mencapai (22.242) tersebut terhadap utilisasi Puskesmas berupa masyarakat yang frekuensi utilisasi puskesmas lebih dari dua kali, kemungkinan akan berkunjung 22.242 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan tingkat pengetahuan masyarakat yang lebih rendah. Demikian juga tiga variabel lainnya, yakni variabel akses (6.504) dan aspek rasa aman (8.839) seperti pembacaan pada aspek pengetahuan.


(54)

Tabel 4.11 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat terhadap Utilisasi Puskesmas

B S.E Wald df Sig. Exp (B)

Step 1a Rasa Aman X4 Constan 2.096 -2.161 .368 .574 32.474 14.187 1 1 .000 .000 8.133 .115 Step 2a Rasa Aman Biaya Constan 2.311 -3.631 3.098 .516 .555 1.024 20.098 42.775 9.152 1 1 1 .000 .000 .002 10.086 .026 22.158 Step 3a Rasa Aman Biaya Akses Constan 1.967 -3.611 2.297 - .012

.558 .611 .552 1.267 12.411 34.954 17.298 .000 1 1 1 1 .000 .000 .000 .992 7.148 .027 9.947 .988 Step 4a Rasa Aman Biaya Akses Pengetahuan Constan 2.179 -3.148 1.872 3.102 -4.959 .676 .682 .636 .688 1.918 10.405 21.332 8.666 20.329 6.685 1 1 1 1 1 .001 .000 .003 .000 .010 8.839 .043 6.504 22.242 .007


(55)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden

Berdasarkan jenis kelamin responden yang paling banyak adalah perempuan (52%), hal ini terjadi karena secara umum angka morbiditas perempuan lebih tinggi dan lebih merasakan sakit dibandingkan laki-laki serta sering mengalami keluhan kualitas hidup (Situmorang, 2004). Menurut Lumenta (1998), bahwa pasien jenis kelamin laki-laki memiliki harapan atau tuntutan yang lebih besar serta cenderung lebih puas terhadap pelayanan kesehatan, hal ini menyebabkan tingkat utilisasi laki-laki lebih sedikit dibandinkan perempuan.

Berdasarkan pendidikan responden yang paling banyak memanfaatkan/utilisasi puskesmas adalah yang berpendidikan SLTP (40%), hal ini menunjukkan masyarakat yang tingkat pendidikannya lebih rendah mempunyai tingkat pengetahuan rendah pula tentang pentingnya arti kesehatan dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi.

Secara teoritis Notoatmodjo (1997) mengatakan bahwa pendidikan formal seseorang beepengaruh terhadap pengetahuan, orang yang berpendidikan formal lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik dari orang yang mempunyai tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya nilai kesehatan dan cenderung menuntut pelayanan dengan kualitas yang lebih baik.


(56)

5.2 Karakteristik Responden

Penelitian ini yang di pilih menjadi karaktristik responden yang di duga mempunyai pengaruh adalah pengetahuan, akses, pengeluaran biaya dan rasa aman. Dari hasil Uji Regresi Logistik, keempat variabel karakteristik responden secara keseluruhan mempunyai pengaruh terhadap utilisasi Puskesmas. Diketahui nilai P = < dari 0.05, secara berturut-turut pengetahuan (P = 0.000), akses (P = 0.003), biaya (P = 0.000), rasa aman (P = 0.001). Jika ditinjau berdasarkan hasil uji regresi logistik masing-masing variabel mempunyai nilai positif misalnya, pengetahuan (B = 3.750), akses (B = 2.517), rasa aman (B = 2.096). Hal ini menunjukan bahwa karakteristik masyarakat yang memanfaatkan Puskesmas dari aspek pengetahauan, akses dan rasa aman mempunyai pengaruh yang searah dengan utilisasi Puskesmas. Dengan demikian apabila pengetahuan masyarakat ditingkatkan, akses masyarakat ke Puskesmas pada umumnya terjangkau masyarakat memiliki jaminan keamanan lingkungannya pada saat mencapai puskesmas maka hal ini secara ketiga variabel tersebut di atas akan meningkatkan utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireun.

Notoatmodjo (1997) mengatakan, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior). Namun sesuai dengan penelitian Festinger (Robbins, 2003), mengatakan bisa saja terjadi perbedaan antara pengetahuan dengan prilaku seseorang. Pengetahuan akan mempengaruhi prilaku masyarakat terhadap utilisasi Puskesmas.

Akses yang memiliki pengaruh yang searah dimana utilasi akan meningkat. Pengamatan dilapangan menguatkan bahwa masyarakat yang sulit


(57)

menjangkau tempat pelayanan kesehatan dalam hal ini Puskesmas maka jumlah kunjungan masyarakat sangat kecil, oleh sebab itu utilisasi Puskesmas tiudak baik. Walaupun pihak Puskesmas telah memberikan pengobatan secara cuma-Cuma (gratis).

Penelitian ini di perkuat juga oleh hasil penelitian yang dilakukan Afrizal (2003) menyebutkan bahwa transportasi merupakan salah satu faktor pendukung bagi masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Dari hasil penelitian didapatkan 85% mudah dijangkau dan tersedianya angkutan umum yang dilalui oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi dan memperoleh pelayanan kesehatan masyarakat umumnya mencari yang lebih dekat karena dianggap selain ditinjau dari sudut ekonomis misalnya ongkos, masyarakat juga memperhitungkan tenaga dan waktu yang habis untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaruh distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang selalu terkonsentrasi didaerah perkotaan saja, dan sementara disitu tidak ditemukan masalah seperti didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik (Azwar, 1996).

Faktor keamanan merupakan faktor utama yang harus dihadapi oleh masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan. Hal ini diakibatkan karena konflik yang berkepanjangan di NAD yang membuat penurunan angka kunjungan ke palayanan kesehatan. Ini dibuktikan dangan hasil penelitian dengan menggunakan Uji


(58)

Regresi Logistik, rasa aman yang diperoleh masyarakat untuk berkunjung ke Puskesmas memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pemanfatan pengobatan gratis di Kabupaten Bireun.

Seperti yang diungkapkan oleh Maslow dan Blum, walupun kebutuhan fisiologis telah terpenuhi, namun kebutuhan akan rasa aman dan lingkungan sosial budaya, politik dan ekonomi belum terpenuhi maka individu belum dapat dikatakan telah terpenuhi kebutuhan dasar, walaupun petugas kesehatan telah hadir lebih awal, namun masyarakat pencari pelayanan kesehatan tidak dapat menuju ke Puskesmas.

Adapun variabel karakteristik dari hasil uji regresi logistik yang mempunyai nilai negatif adalah pengeluyaran biaya (B = -3.478), berarti pengaruh pengeluaran biaya terhadap utilisasi berlawanan arah, jadi semangkin tinggi biaya yang akan dikeluarkan oleh masyarakat untuk memanfaatkan puskesmas maka akan menurunkan tingkat utilisasi puskesmas, walaupun diketahui masyarakat bahwa pengobatan gratis dilaksanakan oleh pihak puskesmas.

Hasil penelitian yang dilakukan Siregar (2005) menyatakan bahwa penghasilan yang diperoleh masyarakat masih sangat minim untuk mencari pelayanan kesehatan, hal ini disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP).

Senada dengan uraian dalam UNCTAD (1999) yang menyatakan salah satu efek krisis ekonomi di Indonesia dengan status kesehatan adalah kecenderungan mencari pelayanan lebih murah, artinya masyarakat yang sebelum krisis mempunyai penghasilan yang rendah, dengan terjadinya krisis ekonomi


(59)

menyebabkan penghasilan semakin tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup termasuk biaya kesehatan.

Prayoga (2002) dalam penelitiannya menyatakan tentang akses keluarga miskin ke pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa tempat pelayanan yang banyak dikunjungi untuk rawat jalan yaitu praktek petugas kesehatan/ perawat sekitar 30,2% dan Puskesmas 28,5%.

5.3. Keterbatasan

Adapun keterbatasan ini meliputi :

1. Puskesmas Pemerintah tidak efektif melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengobatan gratis dan keamanan lingkungan tentang ultilisasi Puskesmas.

2. Puskesmas jarang melakukna penyuluhan kepada masyarakat guna meningkatkan pengetahuan terutama dalam hal pengobatan gratis.


(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Dari ke empat variabel karakteristik yang memiliki pengaruh secara Koefisien Regresi terhadap utilisasi Puskesmas adalah pengetahuan (B = 3.750), akses (B= 2.517), rasa aman (B = 2.096). Dengan demikian apabila dari ketiga aspek (pengetahuan, akses, dan rasa aman) masing-masing ditingkatkan maka utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireuen akan meningkat

2. Variabel yang berpengaruh secara Signifikan terhadap utilisasi Puskesmas adalah pengetahuan, akses, pengeluaran biaya dan rasa aman.

3. Variabel yang tidak berpengaruh secara koefisien regresi terhadap utilisasi Puskesmas adalah aspek pengeluaran biaya (B = -3.478), dengan demikian makin tinggi biaya yang dikeluarkan maka akan menurunkan utilisasi Puskesmas.

4. Responden yang paling banyak mengunjungi Puskesmas adalah jenis kelamin perempuan (52%).


(61)

6.2. Saran-saran

1. Untuk meningkatkan utilisasi puskesmas pemerintah daerah hendaknya lebih efektif melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengobatan gratis melalui petugas kesehatan dan kelurahan dan adanya jaminan terhadap problem tentang keamanan lingkungan dalam pencapaian problem tentang utilisasi puskesmas.

2. Meningkatkan pengetahuan responden dan meningkatkan sosialisasi yang berkunjung ke puskesmas dapat dilakukan melalui penyuluhan yang disesuaikan dengan latar belakang pendidikan responden di wilayah kerja puskesmas Pemerintah Kabupaten Bireuen terutama dalam hal pengobatan gratis di Puskesmas sehingga, utilisasi puskesmas meningkat.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Andi Raharjo, 1996. Kepuasan Dalam Pelayanan. Mulya, Bandung.

Afrizal, 2003. Tinjauan Fator-Faktor Yang Behubungan Dengan Penggunaan Puskesmas Oleh Pasien Selama Pengobatan Gratis Di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh Tahun 2003. FKM Unmuha, Banda Aceh

Arikonto Suhaimin, 2000, Manajemen Penelitian, Jakarta.

Azwar, A, 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka sinar harapan. Jakarta,

_______,1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ketiga, Jakarta Binarupa Aksara.

_______,1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik, 2002. Jakarta, Data dan Informasi Kemiskinan.

Budiarto Eko dan Dewi Anggraini, 2003. Pengantar Epidemiologi, Jakarta, EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Sistem Kesehatan Nasional, Draft. Jakarta.

_______,Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2001. Profil Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

_______,Direktur Kesehatan Komunitas, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat 2002. Data Dasar Puskesmas Tahun 2002. Jakarta.

_______,2003. Rencana Strategis Pengembangan Kesehatan 2001-2004 [Strategic Plan for Health Development 2001-2004]. Jakarta.

_______,1999. Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK), Jakarta, Edisi Revisi.

_______,1995. Perencanaan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.


(63)

_______,1998. Model Pelayanan Kesehatan bernuansa Islami. Banda Aceh. _______,2003. Pedoman Pelaksanaan Pengobatan Gratis, Banda Aceh.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bireun, 2005. Profil Kesehatan Kabupaten Bireun. Bireun.

Gertmen P, 1976. Quality Assurence in Health Care. Aspen System Corporation, Maryland

Gubernur NAD, 2003. Instruksi Gubernur Nomor: 1/ INSTR/ 2003. Banda Aceh

Handayaningrat, Soewarno, 1996. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung.

Henderson, 1990. Cerminan Dunia Kedokteran. Bandung. Irwanto, 1996. Psikologi Umum. Jakarta, Gramedia Pustaka.

Jacobalis, 1989. Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit (Quality Assurance), Jakarta, PT Citra Wisnu Satria.

Mills, at all, 2001. Equity, Equality and Access (Diterjemahkan oleh Trisnantoro, L), Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

MUI, Dinkes Prov.NAD, 1998. Pelayanan Kesehatan Bernuansa Islami. Banda Aceh.

Notoatmojo Soekidjo, 1997. Ilmu Kessehatan Masyarakat. Jakarta Rineka Cipta.

_______,Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta, Andi Offset, 1997.

_______,2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta. _______,2005, Promosi Kesehatan (Teori & Aplikasi), Jakarta, Rineka Cipta. Pratomo, H, 1989. Metode Penelitian Kesehatan Masyarakat, Jakarta,

FKM-UI, UI Press.

Prayoga, 2002. Aksesibilitas Masyarakat Ke Pelayanan Kesehatan JKPKBPPK/ Badan Litbang Kesehatan Depkes dan Kesejahteraan Sosial. Jakarta.


(64)

Priyo Hastono Sutanto, 2001. Analisis Data. Jakarta, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Siregar Abidinsyah, 2005. Persepsi Masyarakat Pengguna Terhadap Kebijakan Pembebasan Biaya Retribusi Pelayanan Kesehatan Dasar Di Puskesmas Kota Medan Tahun 2004. USU. Medan.

SMERU, 2004. Global Development Network Workhop: Tackling Absence of Teachers and Medical Personnel. New Delhi, 25-26 Januari 2004. Sugiono, 1999. Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Penerbit Alfa Betha. Sukarni, Maryati, 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan, Jakarta,

Kanisius.

SUSENAS, 1995. Akses Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan. Jakarta Swara, 2003. Pemerintah Harus Menjamin Pendanaan Rumah Sakit,

Reposisi Rumah Sakit dalam era AFTA dan Reformasi di Indonesia, Jakarta, Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit, Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UI dan Jurnal Marsi.

Tjandra Aditama Yoga, 2000. Manajemen Admistrasi Rumah Sakit. Jakarta, UI Press.

Tjiptono, Fandy, 1996 .Total Quality Manajemen. Jokjakarta, Andi Ofset. Tjiptoherijanto P, 1994. Ekonomi Kesehatan. Jakarta, Penerbit Rineka Cipta. Translation – Pengertian Free, 2006. Kamus.www.e-riec.com/dictionary.asp. USU, 2004. Panduan Penulisan Proposal Dan Tesis. Program Magíster Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Program Pasca sarjana USU. Medan

UNCTAD, 1999. Social Mobilization And Organization Of The Poor. Background note. UNCTAD Secretaiat: Standing Committee On Proverty Alleviation.

Warsito, B. 1994. Peningkatan Mutu Rumah Sakit. Jakarta, Cermin dunia kedokteran edisi khusus ke (II) kongres ke IV PERSI dan Hosptital Expo ke VII.


(65)

Output Kasus

Frequencies

Statistics

100 100 100 100 100

0 0 0 0 0

Valid Missing N

Pengetahuan Akses

Pengeluaran

Biaya Rasa Aman

Utilisasi Puskesmas

Frequency Table

Pengetahuan

57 57.0 57.0 57.0

43 43.0 43.0 100.0

100 100.0 100.0

Baik Kurang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Akses

50 50.0 50.0 50.0

50 50.0 50.0 100.0

100 100.0 100.0

Terjangkau Kurang terjangkau Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pengeluaran Biaya

41 41.0 41.0 41.0

59 59.0 59.0 100.0

100 100.0 100.0

Tinggi Rendah Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Rasa Aman

37 37.0 37.0 37.0

63 63.0 63.0 100.0

100 100.0 100.0

Aman Kurang aman Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(1)

Logistic Regression

Case Processing Summary

100 100.0

0 .0

100 100.0

0 .0

100 100.0

Unweighted Casesa

Included in Analysis Missing Cases Total Selected Cases Unselected Cases Total N Percent

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

0 1 Original Value Baik Kurang Internal Value

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

87 0 100.0

13 0 .0

87.0 Observed Baik Kurang Utilisasi Puskesmas Overall Percentage Step 0 Baik Kurang

Utilisasi Puskesmas Percentage Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Variables in the Equation

-1.901 .297 40.870 1 .000 .149

Constant Step 0

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variables not in the Equation

2.360 1 .125

2.360 1 .125

AMAN Variables

Overall Statistics Step 0


(2)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

2.109 1 .146

2.109 1 .146

2.109 1 .146

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Model Summary

75.168 .021 .039

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

87 0 100.0

13 0 .0

87.0 Observed

Baik Kurang Utilisasi Puskesmas

Overall Percentage Step 1

Baik Kurang

Utilisasi Puskesmas Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

.945 .631 2.244 1 .134 2.574 .747 8.863

-3.114 .903 11.887 1 .001 .044

AMAN Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: AMAN. a.


(3)

Lampiran 5

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Ghozali (2001) menyatakan bahwa untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau mendekati normal bisa dilakukan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov Test. Jika nilai Kolmogorov-Smirnov tidak signifikan (p>0,05), dengan kata lain residual berdistribusi normal. Jadi secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model regresi yang memenuhi syarat asumsi klasik adalah dalam bentuk logaritma natural. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada Gambar berikut:

Uji Normalitas Data

Unstandardi zed Residual

N 200

Mean .0000000

Normal

Parameters(a,b) Std. Deviation .25521455

Absolute .248

Positive .248

Most Extreme Differences

Negative -.224

Kolmogorov-Smirnov Z 3.508 Asymp. Sig. (2-tailed) .600

Berdasarkan hasil Uji Normalitas di atas, dapat diketahui bahwa nilai Kolmogorov Smirnov test sebesar 0.3508 dan tidak signifikan pada 0.05 (karena p=0.600>0.05. Jadi dapat disimpulkan secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam bentuk logaritma natural atau dengan kata lain residual berdistribusi normal.


(4)

Multikolonieritas

Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka terdapat masalah Multikolonieritas sehingga model regresi tidak dapat digunakan. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi multikolonieritas. Cara mendeteksinya adalah dengan melihat variance inflation factor (VIF). Menurut Santoso (2005) dan Gujarati (1995) pada umumnnya jika VIF > 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolonieritas dengan variabel bebas lainnya.

Hasil Uji Multikolonieritas terhadap Variabel Utilisasi

Model

Unstandardized

Coefficients t Sig.

Collinearity Statistics

B

Std.

Error

Toleranc

e VIF 1 (Constant) .965 .143 6.753 .000

Pengetahuan .373 .051 7.330 .000 .636 1.572 Akses .157 .044 3.543 .000 .764 1.309 Biaya -.296 .045 -6.581 .000 .728 1.374 Rasaaman .169 .042 3.981 .000 .867 1.153

Berdasarkan hasil Uji Multikolonieritas di atas, angka Variance Inflation

Factor (VIF) <5. Hal ini membuktikan bahwa model regresi yang digunakan

dalam penelitian ini tidak memiliki masalah kolonieritas.

Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji glesjer untuk melihat apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan variance dari residual 1 pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika variance dari satu residual, satu pengamatan ke pengematan lainnya tetap, maka terjadi homoskedastisitas. Jika


(5)

berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Menurut Ghozali (2005), jika variabel independent signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen maka indikasi terjasinya heteroskedastisitas.

Dari hasil penelitian tidak terjadi heteroskedastisitas karena tidak ada satupun variabel independen yang signifikan mempengaruhi variabel dependen. Nilai Absolut Ut (Absut) berikut :

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta

t Sig.

(Constant) -.118 .144 -.824 .411

Pengetahu

an -.019 .051 -.034 -.382 .703

Akses .054 .044 .100 1.230 .220

Biaya .041 .045 .077 .910 .364

1

Rasaaman .002 .042 .004 .050 .961

a Dependent Variable: absut

Uji Autokorelasi

Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin-Watson (DW-Test). Menurut Ghozali (2005), “ada tidaknya autokorelasi dapat diuji dengan ketentuan: du < nilai DW < 4-du, du dapat dilihat pada table Durbin Watson dengan signifikansi 5%”. Seharusnya pada model regressi berganda tidak terjadi autokorelasi.

Uji Autokorelasi

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .803(a) .645 .637 .25782 1.214


(6)

Dari hasil pengujian pada tersebut terlihat bahwa nilai Durbin Watson untuk seluruh variabel, artinya variabel pengetahuan, akses, biaya, rasa aman, sebesar 1,214. Berdasarkan tabel Durbin Watson dengan nilai signifikan 5% dan sample 200, du = 0.729 sehingga 4 – du = 3.27. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi karena: