Materi Dakwah Ruang Lingkup Dakwah
pandangan islam. Keempat tahapan ini merupakan siklus komunikasi dalam diri manusia.
a. Sensasi
Sensasi adalah proses menangkap stimuli artinya seseorang menerima stimuli dari luar melalui panca inderanya. Panca indera terdiri lima, yaitu: indera
penciuman hidung, indera perasa, indera pendengaran, indera penglihatan, dan indera pengecap. Pemanfaatan panca indera ini dituntun oleh ajaran Islam.
Menurut epistimologi islam, sumber pengetahuan mencakup indera, akal dan hati intuisi. Aliran filsafat empirisme, indera dipandang sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan. Fungsi indera sebagai alat adaptasi, pertahanan hidup, menghindari bahaya. Memiliki panca indera yang sempurna, manusia yang bersyukur atas
karuniaNya maka mereka akan menggunakan panca indera, akal dan hati sesuai dengan pedoman Khaliknya Pencipta dari makhluk yang paling tahu kelemahan-
kelemahan ciptaanNya dan bagaimana cara merawatnya.
27
b. Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi seperti juga sensasi yang ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Persepsi diartikan sebagai proses memaknai stimuli, dimana
antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Ini dikarenakan beberapa faktor antara lain latar belakang da’i, kebudayaan, pengetahuan, dan pengalaman
seseorang.
27
Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003 hal 77.
Akal kebiasaannya meruang terhadap objeknya, cenderung memahami sesuatu secara general atau homogen sehingga tidak mampu mengerti keunikan
sebuah momen atau ruang. Membedakan manusia dengan hewan, adalah akal, mampu bertanya kritis what, when, how, who tanpa akal manusia dalam
kegelapan kemampuan menangkap hakekat dari sesuatu yang diamati atau dipahaminya.
Oleh karena keterbatasan akal inilah Tuhan melengkapi sisi kekurangan manusia dengan intuisi atau hati qolb. Akal berputar pada tataran kesadaran hati
menerobos kedalam ketidaksadaran alam qolb sehingga mampu memahami pengalaman-pengalaman non inderawi.
28
c. Memori
Memori berkaitan dengan kemampuan mengingat seseorang. Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup
merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Secara singkat, memori melewati tiga proses yaitu
perekaman encoding yaitu pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan storage ialah menentukan berapa lama
informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan di mana. Dan terakhir pemanggilan retrieval dalam bahasa sehari-hari mengingat lagi yaitu
menggunakan informasi yang disimpan.
29
Ingatan sangat berguna untuk merealisasikan kebaikan bagi manusia di dunia dan akhirat.
28
Ibid hal 86
29
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005 cet ke duapuluh tiga, hal 62
Menurut M. Usman Najati, diantara problem manusia adalah lupa, yang dapat membahayakan dan menghalanginya untuk mengambil sikap yang tepat
dalam menghadapi masalah kehidupan. Beberapa ayat Al-Qur’an menjelaskan, bahwa dengan adanya sifat lupa pada manusia, setan menemukan jalan untuk
mempengaruhinya. Sehingga membuatnya terkadang lupa tentang beberapa hal yang penting yang akan membawa kebaikan bagi dirinya. Juga terkadang
membuatnya lalai dari mengingat Allah dan melaksanakan perintah-perintahnya.
30
d. Berfikir
Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan masalah dan menghasilkan yang baru. Menurut
terminologi pemikiran atau berfikir adalah kata benda dari aktifitas akal yang ada dalam diri manusia, baik kekuatan akal berupa kalbu, roh atau dzihn, dengan
pengamatan dan pendalaman untuk menemukan makna yang tersembunyi dari persoalan yang dapat diketahui maupun untuk sampai pada hukum atau hubungan
antara sesuatu. Thoha Jabi Alwani,1989. Dengan demikian berfikir sesungguhnya suatu kebutuhan insani yang tak
terelakkan untuk tumbuh dan berkembang, yang sekaligus merupakan kebutuhan akan aktualisasi fitrahnya. Tegasnya, manusia tidak dapat lepas dari berfikir,
seberapapun intensitas dan kuantitasnya. 2.
Dakwah Halaqoh Dakwah halaqah adalah da’i menyampaikan dakwahnya kepada
kelompoknya sendiri dan ia juga dapat mengajak kelompok lain. Namun, dakwah
30
Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003 hal 89-90
halaqoh tidak akan mampu memberikan sumbangsih apa-apa selain ulasan materi, hal ini terjadi manakala halaqoh hanya sebatas rutinitas saja. Padahal fungsi yang
sesungguhnya halaqoh bukanlah seperti itu, akan tetapi lebih jauh daripada itu, yakni bagaimana halaqoh mampu meledakkan potensi dari peserta halaqoh. Untuk
itu halaqoh haruslah memenuhi beberapa variabel, dimana dengan variabel tersebut halaqoh mampu menjalankan sebagaimana fungsi yang sesungguhnya.
3. Dakwah Profesional
Menurut pandangan Zainuddin MZ, dakwah hanya berpegang pada hadits Nabi, “Ballighuu ‘annii walau ayatan”, itu masih terlalu amatir. Ini berarti siapa
saja boleh menjadi mubaligh dan berdakwah dan pokoknya siapa saja berhak. Hadits tersebut lebih menekankan kewajiban individu terhadap diri sendiri,
keluarga, kelompok, dan sekitarnya dan tempat kerja dalam menegakkan amal ma’ruf dan nahi munkar.
Al-Quran menegaskan “Wal takun minkum ummatun yad’una ilal khair…” itu merupakan isyarat profesional. Tidak sembarang orang bisa bermain disitu.
Kata Waltakun minkum, yang berarti hendaklah ada sebagian diantara kalian, itu adalah penegasan dari Al-Quran agar tidak terjadi kerancuan antara yang amatir
dan yang profesional. Dakwah yang profesional sebagaimana yang diisyaratkan dalam Al-Quran
surat Ali Imran ayat 104:
GÊÞ Ü1ʵP
½
Ï IÉÉÚke
t´ ´pÜoeÞ
IÉoÉß
e «ÉoÝÎ5ß4´
IÜ`NÝAe