BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanggal 13 Agustus 2010 lalu, media massa Indonesia ramai membincangkan kembali hubungan panas antara Indonesia dan Malaysia. Konflik
ini kembali mencuat dengan tertangkapnya tiga petugas Kementrian Kelautan dan Perikanan KKP oleh polisi Diraja Malaysia. Penangkapan ketiga petugas KKP
RI itu dilakukan di perairan Bintan, Kepulauan Riau. Kejadian ini bermula dari tujuh nelayan Malaysia yang kedapatan
mengambil ikan-ikan di perairan Bintan. Petugas KKP yang sedang berpatroli pun menggiring tiga nelayan tersebut ke Batam dengan memindahkan mereka ke
dalam kapal KKP. Tiga dari petugas KKP mengawal lima kapal nelayan Malaysia. Polisi Diraja Malaysia pun kemudian menggiring lima kapal nelayan
beserta tiga petugas KKP ke Johor setelah melepaskan tembakan peringatan. Hubungan yang sering tidak harmonis ini sudah terjadi sejak tahun 1963.
Bermula dari keinginan Inggris menyatukan wilayah Sabah dan Serawak sebagai bagian dari wilayah koloninya, Soekarno geram dengan aksi Anti-Indonesia.
1
Aksi tersebut berujung pada penginjakan lambang garuda oleh Perdana Menteri Malaysia saat itu, Tuanku Abdul Rahman. Tidak hanya itu, para demonstran pun
merobek-robek foto Soekarno dan mengobrak-abrik kedubes RI di Malaysia.
1
Usm an, Syafaruddin dan Isnawit a Din. Ancaman Negeri Jiran : Dari ” Ganyang M alaysia” Sampai Konflik Ambalat
Yoyakart a: M edia Pressindo, 2009, h. 28.
Pada dasarnya, kondisi demografi Malaysia tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Malaysia dan Indonesia memiliki rumpun yang sama sehingga tak
jarang, banyak kesamaan yang muncul dari kedua negara ini. Dari segi budaya, tak sedikit budaya kedua negara ini yang hampir serupa, seperti tarian, adat, atau
bahkan ragam makanan. Maka tidak heran, hubungan kedua negara tetangga ini sering memanas.
Pengklaiman ragam budaya Indonesia cukup membuat bangsa ini geram. Sebut saja kasus pengklaiman Reog Ponorogo, tari Tari Pendet dari Bali, batik
khas Jawa, dan lagu daerah Maluku “Rasa Sayange” yang dipakai Malaysia sebagai isi iklan pariwisatanya. Belum lagi masalah perbatasan teritorial yang
sensitif, seperti perbatasan di perairan Ambalat. Menjadi catatan buruk juga sikap kekerasan Malaysia terhadap TKI di negeri johor itu yang akhirnya menyebut
bangsa kita sebagai bangsa babu. Malaysia dan Indonesia menjadi tetangga yang tidak harmonis.
Peranan media massa dalam membingkai kasus pada 13 Agustus lalu menjadi semakin kuat. Berbagai media, baik televisi, radio, dan surat kabar gencar
memberitakan kasus ini ke hadapan publik. Kasus ini pun kerap menjadi headline di berbagai media massa.
Harian Republika sebagai harian nasional yang berbasis komunitas muslim menulis paling sedikit tiga headline yang secara implisit membahas hubungan
kedua negara sejak konflik ini kembali mencuat 13 Agustus 2010. Headline tersebut antara lain berjudul, “Konfrontasi” pada tanggal 16 Agustus 2010,
“Malaysia Meradang: Pemerintah tak tanggapi pernyataan Menlu Malaysia” pada
tanggal 27 Agustus 2010, dan “Menlu Anifah Tolak Minta Maaf” pada 28 Agustus 2010.
Headilne-headline tersebut diperkuat dengan ilustrasi seputar batas wilayah atau juga dengan ilustrasi wajah Menlu Malaysia dan Indonesia yang
dimaknai sebagai proses diplomasi yang lembek. Kasus ini pun terlihat menjadi lebih penting manakala dibahas pula dalam berita-berita yang diletakkan pada
rubrik berita utama dan rubrik berita lainnya baik secara implisit maupun eksplisit.
Secara eksplisit, ada beberapa berita dan tajuk rencana yang menyelipkan kasus ini dalam teksnya. Seperti pada headline “Pidato Tak Beri Harapan” yang
berisi tentang daftar pidato presiden bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI ke- 55. Dalam list pidato presiden tersebut, kasus Indonesia-Malaysia termasuk ke
dalam kasus yang tidak dibahas dalam pidato presiden kala itu. Lainnya, secara eksplisit dikemukakan dalam tajuk rencana pada tanggal
20 Agustus 2010 yang berjudul “Jangan Buang Energi”. Taju ini mengatakan bahwa, usul kontroversial anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ruhut
Sitompul, tentang perpanjangan masa jabatan Presiden SBY merupakan pengalihan isu atas kelemahan SBY menyikapi kasus Indonesia-Malaysia.
Fungsi dan peran media massa menurut Lasswell dibagi menjadi tiga, yakni: pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk
merespon lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat dari generasi ke generasi.
2
2
Werner J.Severin dan Jam es W. Tankard Jr, Teori Komunikasi: Sejarah, M et ode dan Terapan di dalam M edia M assa
Jakart a: Prenada M edia, 2008, h. 386.
Adapun fungsi yang kedua, korelasi, adalah fungsi dimana media memeberikan interpretasinya tentang informasi kepada masyarakat. Melalui
fungsi ini, media kerap kali memasukkan kritik atau pandangannya terhadap isu- isu yang dinilai menyimpang. Media menjadi sebuah kontrol sosial atas
lingkungannya. Media memberikan pandangan kepada khalayak untuk menyikapi suatu kejadian melalui tajuk atau editorialnya. Untuk itu, dengan fungsi ini tajuk
rencana mampu membuat sebuah opini publik tentang suatu kasus. Tajuk rencana adalah opini berisi pendapat dan sikap resmi suatu media
sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, dan atau kontroversial yang berkembang dalam masyarakat.
3
Tajuk rencana atau yang juga disebut sebagai editorial memiliki peran sendiri bagi media massa, dalam hal ini,
surat kabar. Tajuk menjadi begitu bernilai manakala publik merasa bahwa pandangan dari redaksi media adalah pandangan yang patut untuk diketahui.
Untuk itu, penulis merasa bahwa kasus ini menarik, bukan hanya masalah kedua negara merupakan negara tetangga yang tidak harmonis, melainkan juga
ingin mengetahui bagaimana sikap Republika sebagai koran komunitas muslim terbesar di Indonesia menanggapi kasus ini.
Republika bukan berada pada karakter media provokatif dalam penulisan beritanya. Untuk itu, penulis tertarik untuk melihat solusi apa yang ditawarkan
Republika sementara koran lain banyak yang menyetujui aksi provokatif, seperti perang misalnya.
Dari tiga tajuk rencana yang ditulis Republika pun terkesan berbeda. Ketiganya memang menggunakan penulisan halus namun tetap tegas. Penulis pun
3
AS Haris Sumadiria, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis Profesional Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008, h. 2.
tertarik mengambil tajuk rencana Republika karena sudut pandang dalam tajuk tersebut berbeda dari koran lain. Republika lebih mengedepankan hubungan
kedua negara yang seharusnya bisa lebih baik tanpa diganggu masalah-masalah seperti ini terus menerus. Republika mendorong tak hanya pemerintah Indonesia-
Malaysia yang bertanggungjawab atas hal ini, tapi juga semua lapisan masyarakat, baik Indonesia maupun Malaysia.
Oleh karena itu, penulis mengangkat judul “Analisis Framing Tajuk Rencana tentang Konflik Indonesia-Malaysia di Harian Republika Edisi
Agustus 2010”
. B.
Pembatasan Masalah
Merujuk pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis membatasi penelitian ini pada tajuk rencana yang mengangkat konflik
antara Indonesia-Malaysia pada Harian Republika edisi Agustus 2010.
C. Perumusan Masalah