Model ANSVA dan Model SEES

serta prinsip liputan berimbang cover both sides. Topik pun tidak bertentangan dengan aspek ideologis, yuridis, sosiologis, dan aspek etis yang terdapat dalam masyarakat kita. Topik dari tajuk rencana juga berorientasi pada nilai-nilai luhur yang menegakkan kebenaran. Tajuk rencana yang baik seharusnya melakukan analisis terhadap masalah yang terjadi. Pihak redaksi menjelaskan terlebih dahuluan masalah dan latar belakang munculnya masalah tersebut. Selanjutnya, redaksi menganalisis dengan teknik perbandingan, menerangkan sebab-akibat, serta melakukan analogi masalah. Kesimpulan yang ditarik pihak redaksi harus pula memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

2.3. Model ANSVA dan Model SEES

Menurut Monroe dalam Raymond S. Ross, dalam Persuassion: Communication and Interpersonal Relations, terdapat lima tahap urutan motif yang sesuai dengan cara berpikir manusia dalam formula ANSVA: perhatian attention, kebutuhan need, pemuasan satisfaction, visualisasi visualization, dan tindakan action. 75 Dengan menggunakan attention, tajuk rencana harus membuat pembaca tertarik untuk membaca lebih lanjut. Pandangan pertama para pembeca akan tertuju pada judul, untuk itu membuat tajuk rencana menarik adalah dengan menggunakan judul yang bombastis dan kalimat pembuka semenarik mungkin. Tajuk rencana harus memenuhi kebutuhan need dan memuaskan kebutuhan 75 Ibid, h. 101. para pembaca satisfaction. Keduanya adalah berkaitan dengan proses atau gaya penulisan dari pihak redaksi beserta pemilihan isu yang diangkat. Untuk visualization, yang dimaksud adalah penggambaran atas peristiwa yang diangkat. Biasanya, penggambaran diperkuat dengan contoh- contoh riil yang terjadi sehingga pembaca mudah menangkap pesan tajuk rencana dan mudah untuk mengingatnya. Sedangkan untuk action, tahap ini berada pada kesimpulan yang ditarik redaksi. Kesimpulan ini merupakan sikap redaksi atas kasus sehingga pembaca secara sederhana dan singkat dapat menangkap maksud dari tajuk rencana tersebut. Selain teori ANSVA, dikenal juga teori SEES yang merupakan singkatan dari statement, explanation, example, dan juga summary. Pada model SEES, akan terlihat gaya penulisan yang lebih tegas dan ringkas. Statement, menunjukkan pernyataan yang lugas dan tembak langsung terhadap permasalahan. Tidak bertele-tele dalam memaparkan persoalan yang sedang dibahas. Pernyataan yang lugas tersebut kemudian harus didukung dengan bukti-bukti logis dan analisis yang meyakinkan pada explanation. Sebagaimana, pada model ANSVA, SEES juga membutuhkan penambahan- penembahan aksen yang memperkuat explanation yaitu berupa contoh-contoh example. Terakhir, dengan masih mengedepankan gaya bahasa yang padat dan lugas, kesimpulan pun harus ditulis dengan mencantumkan tindakan konkret sebagai solusi masalahnya. Bagian ini adalah summary. Jika dilihat dari polanya, pers popular biasanya menggunakan teori SEES, sedangkan pers serius papan papan atas lebih banyak memilih teori ANSVA. Pers serius melihat teori SEES terlalu sederhana sehingga agak menyulitkan mereka untuk melakukan analisis lebih dalam dan tajam dalam tajuk rencana yang ditulisnya. 76 76 Ibid, h. 104.

BAB III GAMBARAN UMUM HARIAN REPUBLIKA

A. Sejarah Harian Republika

Harian Republika terbit pertama kali pada tanggal 4 Januari 1993. Ia dilahirkan oleh kalangan komunitas muslim dan dirintis oleh para wartawan profesional muda yang dipimpin oleh Zaim Ukhrowi. Nama Republika berasal dari ide Presiden Soeharto yang disampaikan saat beberapa pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia ICMI pusat menghadap untuk melaporkan rencana peluncuran harian umum tersebut. 77 ICMI sendiri berdiri pada bulan Desember 1990. ICMI sebagai komunitas cendekiawan muslim melihat bahwa hingga tahun 1990-an belum ada media atau pers Islam yang cukup berpengaruh di Indonesia. Padahal, 80 penduduk Indonesia merupakan kaum muslim. Media Islam dianggap kurang menjaga kredibilitas di hadapan pembacanya, sambil mengkompromikan sebuah akomodasi dengan kepentingan negara. Ilustrasi tersebut terlihat pada Harian Pelita. “Pada pemilu 1977 dan 1982, Pelita dikenal dengan suara kekuatan politik Islam, terutama Partai Persatuan Pembangunan PPP. Saat itu seikulasinya telah mencapai hampir 100.000 eksemplar. Usai pemilu 1982, Pelita dibredel. Namun empat bulan kemudian harian ini terbit kembali dengan garis editorial yang lebih moderat dan lebih pragmatis-komersial. Semenjak itu Pelita ditinggalknan pembacannya.” 78 77 Data resmi berupa Company Profile dari Harian Republika 78 Agus Sudibyo, Hamad, Qarari, Kabar-kabar Kebencian: Prasangka Agama di Media Massa Jakarta: ISAI, 2001, h.10.