dari mahasiswa dan wisatawan Indonesia cukup besar. Dari sisi perdagangan, sisi ekspor dan impor kedua negara juga relatif seimbang.
Jadi, sebetulnya menjaga hubungan baik antarnegara itu penting. Karena itu, hubungan yang makin terasa memanas ini harus segera didinginkan dengan
saling menjaga kedaulatan, kehormatan, dan keintegritasan masing-masing negara.
Adapun pembingkaian yang dilakukan Republika untuk tajuk ini dapat dilihat pada tabulasi sebagai berikut:
Judul : Hubungan Panas Serumpun Variabel
Indikator Keterangan
P robl
em I
de nt
if ic
at ion
Masalah komunikasi
internasional
1. Apalagi, setelah Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Anifah Aman
mengatakan bahwa negaranya mulai hilang kesabaran terhadap warga Indonesia yang
dinilainya melecehkan. Mereka juga siap menerbitkan imbauan tidak bepergian ke
Indonesia travel advisory.
2. ... pers
Indonesia yang
cenderung
memanas-manasi suasana. Pers Indonesia
dinilai banyak menulis buruk tentang berbagai kasus yang terkait Malaysia.
C aus
al I
nt er
pr et
at ion
Malaysia 1. Banyak kalangan, termasuk para wakil
rakyat yang menuntut agar Malaysia minta maaf
atas kejadian penangkapan ini.
2. Tapi, jangankan minta maaf, Malaysia
sebagaimana diungkapkan menteri luar negeri, justru seolah menantang dan tidak
menunjukkan iktikad
untuk menjaga
hubungan baik. 3. Perilaku polisi Malaysia yang asal tangkap
... 4. Di sini, mereka Malaysia juga lupa bahwa
pers Malaysia pun lebih sering menulis hal buruk di Indonesia ataupun tentang
perilaku tenaga kerja kita di sana, dibandingkan menulis baiknya.
5. Sebetulnya yang membuat masyarakat
marah adalah karena kasus kesewenang- wenangan Malaysia ini bukan pertama kali.
Ada beberapa kasus yang melecehkan kita, misalnya,
penyiksaan tenaga
kerja Indonesia, penganiayaan pelatih karate
nasional, provokasi perebutan Ambalat, klaim budaya, dan sebagainya.
M or
al E
val uat
ion
Indonesia dan Malaysia pada
dasarnya saling
membutuhkan 1. Saling
ketergantungan Indonesia
dan Malaysia cukup tinggi, termasuk dalam hal
ekonomi. Benar bahwa ada 2,5 juta tenaga kerja kita yang bekerja di Malaysia, tapi
tanpa mereka, perekonomian Malaysia juga akan terganggu. Sebaliknya, tak sedikit
tenaga kerja level atas dari Indonesia, termasuk yang dibajak dari PT. Dirgantara
Indonesia. Mereka ini memiliki kemampuan yang tinggi di atas rata-rata orang
Malaysia. 2. Cukup banyak mahasiswa Indonesia yang
kuliah di Malaysia. Wisatawan Indonesia juga banyak berlibur dan berkunjung ke
Malaysia. Devisa yang dikeruk dari mahasiswa dan wisatawan Indonesia cukup
besar. Dari sisi perdagangan, sisi ekspor dan impor kedua negara juga realtif
seimbang.
T re
at m
ent R
ec om
m endat
ion
Menjaga hubungan baik
antara kedua
negara 1. Jadi, sebetulnya menjaga hubungan baik
antarnegara itu penting. Karena itu, hubungan yang makin terasa memanas ini
harus segera didinginkan dengan saling menjaga kedaulatan, kehormatan, dan
keintegritasan masing-masing negara.
Tabel IV. 3 Framing Tajuk Rencana “Hubungan Panas Serumpun”
Tajuk ini menggambarkan tentang hubungan Indonesia dan Malaysia yang kerap kali bersitegang. Hal ini disayangkan mengingat secara demografis, kita
merupakan bangsa yang satu rumpun, yaitu Melayu.
Problem Identification. Republika memandang kasus ini merupakan
bahasan komunikasi internasional. Hubungan panas serumpun yang merupakan judul dari tajuk ini sekaligus menggambarkan bahwa persoalan dalam tajuk ini
adalah persoalan hubungan kedua negara yang nyaris tak pernah harmonis. Malaysia menganggap Indonesia berlebihan dalam menanggapi konflik
yang terjadi antara keduanya. Kesabaran Malaysia hilang, seperti yang ditulis di paragraf pembuka tajuk ini. Warga Indonesia dinilai melecehkan Malaysia hingga
Malaysia siap menerbitkan ancaman travel advisory atau larangan bepergian ke Indenesia. Sebaliknya, Indonesia pun merasa ini bukan kasus biasa. Kesewenang-
wenangan Malaysia, menurut Republika, bukan untuk pertama kalinya. Malaysia terlalu sering mengganggu kedaulatan Indonesia.
Dalam tajuk ini, Republika menyebut pelaku komunikasi internasional, seperti Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Anifah Aman yang menegaskan
bahwa permasalahan ini termasuk ke dalam masalah komunikasi internasional. Selain itu, tajuk ini pun menuliskan kritik Malaysia terhadap pers Indonesia
sebagai saluran komunikasi internasional yang bertindak sebagai provokator. “Pers Indonesia cenderung memanas-manasi suasana,” tulis Republika pada
kalimat awal paragraf kelima.
Causal Interpretation. Malaysia menjadi dalang masalah hubungan panas
keduanya dalam tajuk ini menurut Republika. Pertama, pada paragraf keempat kalimat pertama ditulis,
”Banyak kalangan, termasuk para wakil rakyat yang menuntut agar
Malaysia minta maaf atas kejadian penangkapan ini.”
Kalimat ini jelas menuding Malaysia sebagai aktor penyebab masalah, karena penyebab masalah, etikanya adalah yang harus meminta maaf. Kalimat
pokok ini dipertegas dengan kalimat penjelas sesudahnya dengan kalimat yang terkesan menyayangkan sikap Malaysia terhadap tuntutan kewajiban meminta
maaf kepada Indonesia. Selengkapnya adalah;
“Tapi, jangankan minta maaf, Malaysia sebagaimana diungkapkan
menteri luar negeri, justru seolah menantang dan tidak menunjukkan iktikad untuk menjaga hubungan baik.”
Walaupun tajuk ini jmenuliskan pandangan Malaysia terhadap kesalahan yang dilakukan Indonesia, porsi yang diberikan jelas tidak berimbang. Kesalahan
Indonesia dari kacamata Malaysia pada tajuk ini ditulis sebanyak dua kali, yaitu pada paragraf pertama;
“... negaranya mulai hilang kesabaran terhadap warga Indonesia yang dinilainya melecehkan.”
Dan pada paragraf kelima; “Pers Indonesia dinilai banyak menulis buruk tentang berbagai kasus
yang terkait Malaysia.”
Namun, kesalahan Malaysia jauh lebih banyak ditulis dalam tajuk ini. Seperti penggambaran kasus 13 Agustus 2010 lalu pada paragraf kedua yang
mengatakan bahwa Malaysia justru menangkap petugas KKP Indonesia padahal nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Lalu penegasan di paragraf
ketiga yang berbunyi, “Perilaku polisi Malaysia yang asal tangkap ...”
Paragraf kelima pun menunjukkan bahwa Malaysialah yang dianggap aktor penyebab masalah oleh Republika.
“Di sini, mereka Malaysia juga lupa bahwa pers Malaysia pun lebih sering menulis hal buruk di Indonesia ataupun tentang perilaku tenaga
kerja kita di sana, dibandingkan menulis baiknya.”
Ditambahkan lagi pada paragraf keenam yang mencantumkan kasus kesewenang-wenangan Malaysia atas Indonesia, seperti penyikasaan tenaga kerja
Indonesia, penganiayaan pelatih karate nasioanl, provokasi perebutan Ambalat, klaim budaya, dan sebagainya.
Moral Evaluation. Sikap Malaysia terhadap Indonesia, menurut
Republika sangat disayangkan. Pada tahapan framing Entman ini, seharusnya hubungan kedua negara bisa dijaga keharmonisannya, karena pada dasarnya,
Indonesia dan Malaysia saling membutuhkan. Saling ketergantungannya Indonesia dan Malaysia ditulis Republika pada
paragraf kesembilan dan kesepuluh. Lengkapnya adalah;
“Saling ketergantungan Indonesia dan Malaysia cukup tinggi, termasuk dalam hal ekonomi. Benar bahwa ada 2,5 juta tenaga kerja kita yang
bekerja di Malaysia, tapi tanpa mereka, perekonomian Malaysia juga akan terganggu. Sebaliknya, tak sedikit tenaga kerja level atas dari
Indonesia, termasuk yang dibajak dari PT. Dirgantara Indonesia. Mereka ini memiliki kemampuan yang tinggi di atas rata-rata orang Malaysia.”
Untuk paragraf kesepuluh, “Cukup banyak mahasiswa Indonesia yang kuliah di Malaysia.
Wisatawan Indonesia juga banyak berlibur dan berkunjung ke Malaysia. Devisa yang dikeruk dari mahasiswa dan wisatawan Indonesia cukup
besar. Dari sisi perdagangan, sisi ekspor dan impor kedua negara juga realtif seimbang.”
Treatment Recommendation. Sebagai solusi penyelesaian masalah yang
ditawarkan Republika dalam kasus ini adalah hanya dengan menjaga hubungan baik antarkeduanya. Kedua negara, baik Indonesia maupun Malaysia harus bisa
mendinginkan suasana. Sebagaimana etika bertetanggga pada tataran kehidupan sosial, Indonesia dan Malaysia harus bisa menjaga kedaulatan, kehormatan, dan
keintegritasan masing-masing negara. “Jadi, sebetulnya menjaga hubungan baik antarnegara itu penting.
Karena itu, hubungan yang makin terasa memanas ini harus segera didinginkan dengan saling menjaga kedaulatan, kehormatan, dan
keintegritasan masing-masing negara.”
Tajuk rencana dengan judul “Hubungan Panas Serumpun” merupakan tajuk kedua yang ditulis Republika pascatragedi 13 Agustus yang membuat kedua
negara kembali bersiteru. Tajuk ini tidak secara khusus lagi mempermasalahkan bagaimana sikap Malaysia pada petugas Kementerian Kelautan Perikanan
Indonesia saat mereka ditangkap. Atau masalah perbatasan dan kronologis peristiwa tersebut sebagaimana yang digambarkan Republika pada headline-nya
tanggal 16 Agustus 2010. Tajuk ini terlihat lebih lugas, karena diawali dengan
statement yang dilontarkan Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Seri Anifah Aman. Tajuk ini menjadi suara Republika atas headline “Malaysia Meradang:
Pemerintah tak tanggapi pernyataan Menlu Malaysia” tanggal 27 Agustus 2010. Headline tersebut menambahkan ilustrasi Menlu Malaysia yang
digambarkan dengan muka berkerut, sedangkan ilustrasi Menlu Indonesia, Marty Natalegawa yang tertunduk lesu. Sebagai keterangan, Republika menambah
kutipan keduanya dan tabulasi perbandingan luas, penduduk, pendapatan per kapita, PDB dengan sumber CIA World Fact Book dan IMF. Selain itu, tajuk ini
pun menyikapi headline “Menlu Anifah tolak Minta Maaf” pada tanggal 28 Agustus 2010, hari yang sama saat tajuk ini ditulis.
Tajuk ini secara luas menggambarkan kasus kesewenang-wenangan Malaysia terhadap Indonesia yang terlalu sering terjadi. Kasus-kasus yang
mengganggu kedaulatan Indonesia itulah yang kemudian selalu menyulut konflik di antara keduanya.
Penulis berasumsi, penggambaran masalah-masalah yang dilakukan Malaysia oleh Republika ini merupakan sebuah prolog yang ditujukan kepada
pemerintah Indonesia untuk mendesak ketegasan mereka atas kasus ini. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, Republika mengurutkan kejadian demi
kejadian, masalah demi masalah dari paragraf pembuka hingga paragraf keenam. Lalu dilanjutkan dengan sikap pemerintah yang terkesan menyepelekan kasus ini
dengan penyelesaian “jabat tangan”-nya. Berkenaan solusi yang ditawarkan, Republika pun lebih menekankan pada
perlunya saling menghormati dan menghargai antarkeduanya. Republika menghindari solusi yang bersifat provokatif, seperti perang sebagaimana yang
beberapa ditulis koran lain. Solusi sederhana tersebut, menurut Republika, merupakan solusi paling penting untuk masalah ini.
Tajuk yang ditulis Republika berdasarkan pola Monroe soal penulisan tajuk rencana cenderung mengikuti pola ANSVA, yakni attention, need,
satisfaction, visualization, dan action. Tajuk ini pertama menjelaskan tentang masalah-masalah kedua negara untuk menarik perhatian pembaca menemukan apa
yang sebenarnya menjadi pokok permasalahan. Dengan menemukan pokok masalah tersebut, tajuk ini kemudian kembali memberikan gambaran-gambaran
untuk lebih mempermudah pembaca menangkap pesan yang ingin disampaikan Republika. Tajuk ini pun ditutup oleh solusi yang merupakan action yang ingin
ditawarkan redaksi Republika terhadap masalah dalam tajuk ini.
C. Analisis Framing Tajuk Rencana Senin, 30 Agustus 2010