STUDI KASUS PEMILIHAN KETERAMPILAN BAGI ANAK AUTISTIK DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

(1)

STUDI KASUS PEM DI SEK

D

gu

PROG JU UN

i

EMILIHAN KETERAMPILAN BAGI ANA KOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBIN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Elwis Latifah NIM 11103241009

GRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIAS JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN NIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

MARET 2015

AK AUTISTIK INA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Tak ada yang lebih bermanfaat dalam menumbuhkan rasa percaya diri layaknya mendorong diri sendiri keluar dari zona nyaman, kecuali berani mengambil resiko.”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada: 1. Ibu dan Bapak tercinta

2. Almamater tercinta Universitas Negeri Yogyakarta 3. Tanah Air Indonesia.


(7)

vii

STUDI KASUS PEMILIHAN KETERAMPILAN BAGI ANAK AUTISTIK DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA

YOGYAKARTA Oleh Elwis Latifah NIM 11103241009

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengungkap proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah dilakukan oleh tim di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLB N) Pembina dan sikap anak autistik selama mengikuti keterampilan yang dipilih.

Penelitian berlangsung di SLB N Pembina dengan subjek penelitian wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK dan anak autistik. Data diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi berdasarkan pedoman yang telah dibuat. Teknik pemeriksa keabsahan data menggunakan trianggulasi sumber dengan: 1) membandingkan hasil wawancara dari empat informan dan mengkaji dokumen untuk mengetahui proses pemilihan keterampilan, 2) membandingkan hasil wawancara dengan hasil observasi untuk mengetahui sikap anak autistik. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini yaitu: 1) keterampilan yang tersedia merupakan bagian dari program sekolah sentra, kompetensi diberikan secara individual dan proses pemilihan keterampilan dengan, a) mengumpulkan data tentang potensi anak melalui pengisian formulir dan pengumpulan dokumen pendukung, b) melakukan observasi kepada anak selama tiga bulan pada tiga keterampilan yang telah ditentukan berdasarkan potensi, c) orangtua berdiskusi dengan guru dan memilih keterampilan tekstil; 2) sikap anak autistik selama mengikuti kegiatan antara lain, a) anak mampu bertanggung jawab atas tugas yang diberikan dengan tetap mengerjakan tugas selama jam pelajaran dan membereskan peralatan, meskipun masih memerlukan bimbingan dan bantuan, b) cepat dan lambat respon anak terhadap instruksi dipengaruhi oleh kerumitan instruksi.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “STUDI KASUS PEMILIHAN KETERAMPILAN BAGI ANAK AUTISTIK DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA” dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kepedulian dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin penelitian.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan dukungan hingga skripsi ini terselesaikan.

4. Bapak Dr. Edi Purwanta, M. Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing, memotivasi, dan memberikan arahan selama proses penulisan skripsi hingga selesai.

5. Ibu Dr. Mumpuniarti, M. Pd. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan, nasihat, dan motivasi selama menempuh masa studi di Universitas Negeri Yogyakarta.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan bagi penulis.


(9)

ix

7. Karyawan dan karyawati di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah bersedia memberikan pelayanan dan fasilitas.

8. Bapak Rejokirono, M. Pd. selaku Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk melaksanakan penelitian di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina.

9. Wakil Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina urusan kesiswaan, kurikulum dan sentra PK-LK, guru kelas keterampilan, serta orangtua siswa yang telah membantu dalam memberikan informasi mengenai data yang diperlukan dalam penelitian.

10.Segenap siswa, guru, dan karyawan Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina yang telah memberikan respon baik selama proses penelitian berlangsung.

11.Ibu, Bapak, dan saudara–saudaraku yang telah memberikan dukungan baik dari segi materi maupun non materi selama menempuh studi hingga penulisan skripsi ini terselesaikan.

12.Seluruh teman-teman seperjuangan program studi Pendidikan Luar Biasa angkatan 2011 kelas A, B dan C yang selama ini telah memberikan berbagai masukan, bantuan, serta kebersamaan yang berarti selama menempuh studi. 13.Teman-teman Sincerely, pengurus HIMA PLB tahun 2012, 2013, dan 2014

serta relawan LAB PLB periode 2013-2015 yang memberikan masukan, semangat, keceriaan, serta kebersamaan yang berarti.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara menyumbangkan pemikiran, doa, dan motivasi hingga skripsi ini terselesaikan.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Fokus Penelitian ... 8


(12)

xii BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Anak Autistik ... 11

1. Pengertian Anak Autistik ... 11

2. Karakteristik Anak Autistik ... 13

B. Tinjauan Pemilihan Keterampilan bagi Anak Autistik ... 21

1. Peranan Bimbingan Karir dalam Program Transisi bagi Anak Autistik ... 21

2. Pemilihan Keterampilan bagi Anak Autistik ... 27

C. Pertanyaan Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Subjek Penelitian ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

1. Wawancara ... 35

2. Observasi ... 36

3. Dokumentasi ... 37

E. Pengembangan Pedoman Pengumpulan Data ... 38

1. Pedoman Wawancara ... 38

2. Pedoman Observasi ... 39

3. Pedoman Dokumentasi ... 40

F. Keabsahan Data... 41

G. Teknik Analisis Data ... 43


(13)

xiii

2. Penyajian Data ... 43 3. Menarik Kesimpulan ... 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 45 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 45 2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 46 3. Proses Pemilihan Keterampilan bagi Anak Autistik

di SLB Pembina ... 47 a. Pilihan keterampilan yang disediakan ... 47 b. Kelayakan keterampilan bagi anak autistik ... 48 c. Pengkajian potensi anak autistik yang telah dilakukan

terkait proses pemilihan keterampilan ... 52 d. Pengkajian kesesuaian potensi anak dengan

ketersediaan keterampilan yang telah dilakukan ... 54 e. Penentuan pilihan keterampilan bagi anak autistik

yang telah dilakukan ... 55 4. Sikap Anak Autistik Selama Mengikuti Kegiatan

pada Keterampilan Tekstil ... 56 B. Pembahasan

1. Proses Pemilihan Keterampilan bagi Anak Autistik

Di SLB N Pembina ... 60 a. Pilihan keterampilan yang disediakan ... 60 b. Kelayakan keterampilan bagi anak autistik ... 61 c. Pengkajian potensi anak autistik yang telah dilakukan

terkait proses pemilihan keterampilan ... 64 d. Pengkajian kesesuaian potensi anak dengan


(14)

xiv

e. Penentuan pilihan keterampilan bagi anak autistik

yang telah dilakukan ... 68 2. Sikap Anak Autistik Selama Mengikuti Kegiatan

pada Keterampilan Tekstil ... 70 C. Keterbatasan Penelitian ... 71 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 76


(15)

xv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Layout Pedoman Wawancara... 39

Tabel 2. Layout Pedoman Observasi ... 40

Tabel 3. Layout Pedoman Dokumentasi ... 41

Tabel 4. Display Data Pilihan Keterampilan yang Disediakan ... 48

Tabel 5. Display Data Kelayakan Keterampilan bagi Anak Autistik ... 52

Tabel 6. Display Data Pengkajian Potensi Anak Autistik yang Telah Dilakukan ... 54

Tabel 7. Display Data Pengkajian Kesesuaian Potensi Anak dengan Ketersediaan Keterampilan yang Telah Dilakukan ... 55

Tabel 8. Display Data Penentuan Pilihan Keterampilan bagi Anak Autistik yang Telah Dilakukan ... 56

Tabel 9. Tanggung Jawab Anak untuk Menyelesaikan Pekerjaan yang Diberikan ... 59


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Alur Alur Proses Pemilihan Keterampilan bagi

Anak Autistik yang Telah Dilakukan oleh Tim ... 69

Gambar 2. Peneliti Melakukan Wawancara dengan Kepala Sekolah ...165

Gambar 3. Peneliti Melakukan Wawancara dengan Guru Kelas ...165

Gambar 4. ND Mengikat Kain dengan pendampingan Guru ...166

Gambar 5. ND Mewarnai Kain dengan Pendampingan Guru...166

Gambar 6. ND Melepas Ikatan Kain dengan Pendampingan Peneliti ...167

Gambar 7. ND Menoleh di Sela-sela Mengikat Kain ...167

Gambar 8. ND Tertawa di Sela-sela Melepas Ikatan ...168

Gambar 9. ND Melipat Kain yang Selesai di Jelujur ...168

Gambar 10. ND Mengembalikan Ember setelah Pewarnaan dengan Pendampingan Guru ...169

Gambar 11. ND Mencuci Tangan setelah Pewarnaan dengan Pendampingan Guru ...169


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Hasil Wawancara Pra Penelitian... 80

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 82

Lampiran 3. Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah ... 86

Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan Guru Kelas ... 92

Lampiran 5. Hasil Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Urusan Senta PK-LK ... 98

Lampiran 6. Hasil Wawancara dengan Orangtua ...107

Lampiran 7. Pedoman Observasi ...110

Lampiran 8. Catatan Lapangan ...111

Lampiran 9. Cek List Dokumen yang diperoleh ...121

Lampiran 10. Profil SLB N Pembina. ...122

Lampiran 11. Pengembangan SLB N Pembina...140

Lampiran 12. Surat Tembusan Pangkalan Data ...151

Lampiran 13. Biodata Pribadi Siswa ...152

Lampiran 14. Data Pribadi Siswa ...153

Lampiran 15. Hasil Pemeriksaan Psikologis ...157

Lampiran 16. Piagam Pendidikan ...161

Lampiran 17. Data Guru SLB N Pembina ...162

Lampiran 18. Gambar Kegiatan ...165

Lampiran 19. Surat Ijin Penelitian ...170


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi 10 jenis, yakni: anak dengan gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan gerak anggota tubuh, gangguan perilaku, intelegensi rendah, anak autistik, berkesulitan belajar, gangguan komunikasi, intelegensi tinggi, dan gangguan pemusatan perhatian (Yosfan, 2007: 14). Dengan demikian, anak autistik merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus.

Autism ditunjukkan dengan kekurangan dalam 3 kategori yakni interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang berulang (Taylor, Smiley, dan Richards, 2009: 361). Ada tiga hambatan yang ditunjukkan oleh anak autistik. Anak autistik mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial, kesulitan dalam berkomunikasi dan berperilaku secara berulang sebagai bentuk stimulasi diri. Pendidikan bagi anak autistik bertujuan agar hambatan yang dialami dapat berkurang dan mengarah pada perkembangan yang lebih baik. Selain itu, melalui pendidikan diharapkan anak autistik dapat lebih mandiri.

Anak autistik perlu menyesuaikan diri pada setiap jenjang pendidikan sesuai dengan tahap perkembangan, sehingga anak memerlukan program khusus yaitu program transisi atau peralihan. Smith dan Tyler (2010: 425) berpendapat bahwa masa peralihan umum terjadi dalam kehidupan. Terkadang masa ini ditanggapi dengan perasaan gembira dan takut. Peralihan yang sukses terjadi pada dua waktu. Pertama, peralihan dari program intervensi dini dan meninggalkan selter sekolah.


(19)

2

Kedua, pelayanan menuju dewasa dan membuat perbedaan yang nyata dalam hidup individu tersebut dan keluarga.

Anak autistik memerlukan bekal kemandirian untuk memasuki usia dewasa dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri seperti manusia dewasa yang normal sehingga tidak selamanya didampingi oleh orang lain. Hallahan, Kaufman, dan Pulen (2009: 427 ) isu-isu seperti hidup dan bekerja secara mandiri bagi anak autistik memerlukan dukungan yang berkelanjutan. Lindstrom, dkk (2007: 4)

menyebutkan bahwa berbagai layanan pembelajaran dan pengalaman

bermasyarakat perlu diberikan guna mempersiapkan pemuda dengan kebutuhan khusus pasca sekolah untuk bekerja atau memilih pendidikan yang lebih tinggi.

Berdasarkan pernyataan Hallahan, Kaufman, dan Pulen serta Lindstrom, dkk dapat diketahui bahwa anak autistik memerlukan dukungan secara berkelanjutan untuk menghadapi kehidupan di masa dewasa seperti hidup mandiri, bekerja dan melanjutkan pendidikan dengan memberikan pembelajaran dan pengalaman bermasyarakat.

Mempersiapkan seorang anak autistik menuju dewasa dan mampu bekerja dapat dilakukan melalui pendidikan vokasional/kejuruan. Pendidikan kejuruan didefinisikan sebagai pendidikan, pelatihan atau pembelajaran yang dimaksudkan untuk membekali individu dengan keterampilan khusus untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik agar sukses di dunia kerja (Edward, dkk, 2008: vi; Kossewska dan Kijak: 2). Ada beberapa pilihan bidang keterampilan yang disediakan, sehingga anak harus memilih salah satu bidang


(20)

3

keterampilan. Bimbingan karir sangat berperan penting dalam membantu anak menentukan pilihan keterampilan.

Bimbingan karir ialah bimbingan yang diberikan dalam upaya mempersiapkan individu menghadapi dunia pekerjaan dan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan keadaan diri, kemampuan dan minat (Winkel dan Sri Hastuti, 2004: 114; Bimo Walgito, 2004: 194). Bimo Walgito (2004: 195; 2005: 197) menambahkan bahwa siswa SMA yang akan memilih program studi serta yang akan langsung terjun ke dunia kerja memerlukan bimbingan karir agar dapat bekerja dengan senang dan baik dan menyiapkan pekerjaan yang baik.

Bimbingan diarahkan untuk membantu individu melakukan pilihan dan mengambil keputusan (Syamsu dan Juntika, 2006: 18). Bimbingan karir dapat diartikan sebagai upaya untuk mempersiapkan individu untuk menyadari tentang kemampuan yang dimiliki sehingga, dapat memilih keterampilan yang sesuai. Individu lebih siap dan merasa nyaman bekerja pada pekerjaan yang dipilih ditunjukkan dengan kinerja yang baik.

Salah satu layanan bimbingan karir yang diberikan untuk membantu anak memilih satu keterampilan yang nantinya akan ditempati adalah layanan penempatan (Tohirin, 2008: 136). Penempatan yang dimaksud meliputi pemilihan jurusan dan kelanjutan studi, penempatan jabatan, dan penempatan murid dalam rangka program pengajaran (Syamsu dan Juntika, 2006: 21). Layanan penempatan merupakan salah satu layanan bimbingan karir yang dimaksudkan untuk membantu anak dalam memilih satu bidang dalam rangka program pengajaran. Implementasi layanan penempatan bagi anak autistik pada masa transisi menuju


(21)

4

dewasa adalah menempatkan anak pada salah satu bidang keterampilan dari beberapa bidang keterampilan yang disediakan. Penempatan dilakukan berdasarkan minat dan kemampuan anak. Keterampilan tersebut dapat menjadi bekal bagi anak autistik untuk mampu terjun dalam dunia kerja.

Fenomena yang ditemukan di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLB N) Pembina berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 23 September 2014 dan tanggal 3 November 2014 diketahui bahwa setiap peserta didik dijuruskan dan ditempatkan pada salah satu keterampilan ketika anak masuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB). Hal tersebut berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang digunakan bahwa pada kelas SMPLB program pendidikan 60 % merupakan keterampilan dan pada kelas Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), 70 % merupakan keterampilan. Keterampilan yang disediakan oleh sekolah antara lain keramik, otomotif, perkayuan, tekstil, tata kecantikan, tata busana, tata boga, teknologi informatika, dan pertanian. SLB N Pembina menggunakan kurikulum untuk anak tunagrahita karena secara khusus menangani anak tunagrahita. Kenyataan yang terjadi, sekolah menerima semua jenis anak berkebutuhan khusus termasuk autistik. Seorang anak autistik di SLB N Pembina telah dijuruskan dan ditempatkan pada keterampilan tekstil, dengan demikian anak autistik tersebut telah mengikuti proses pemilihan keterampilan.

Hasil observasi yang dilakukan di SLB Pembina pada kelas tekstil tanggal 23 September 2014, anak autistik memiliki kemampuan untuk mengutarakan keinginannya yang berbeda dengan anak tunagrahita. Anak autistik masih mengalami kesulitan dalam komunikasi yaitu dalam kemampuan bahasa


(22)

5

ekspresif. Anak tidak mampu mengutarakan keinginan secara langsung. Anak tidak meminta ijin keluar kelas untuk mengambil gunting dan ketika teman yang lain (anak tunagrahita) bertanya, anak hanya diam. Kondisi tersebut tentu akan sedikit menyulitkan guru untuk mendapat informasi mengenai minat secara langsung dalam proses pemilihan keterampilan karena anak tidak mampu memilih keterampilan secara langsung. Hal tersebut sangat berbeda dengan keadaan anak tunagrahita pada kelas yang sama. Anak tunagrahita pada kelas tersebut sangat antusias bercerita kepada observer mengenai karya batik yang dibuat.

Pemilihan keterampilan yang telah dilakukan oleh SLB Pembina bagi anak autistik perlu menjadi perhatian khusus karena telah dilakukan lebih awal dan merupakan salah satu wujud nyata mempersiapkan anak autistik yang berhubungan dengan karir di masa dewasa. Selain itu, menurut Lindstrom, dkk (2007: 5) salah satu usaha mendukung perkembangan karir yaitu memberikan pengalaman untuk mengeksplorasi karir dengan menjelajahi berbagai pilihan karir dan secara bersamaan mengidentifikasi ketertarikan, kemampuan dan potensi yang perlu mendapat akomodasi. Hal tersebut dilakukan karena perkembangan karir anak berkebutuhan khusus menjadi kunci sukses program transisi.

Anak autistik memiliki karakteristik yang berbeda dalam aspek komunikasi dengan anak tunagrahita, sehingga perlu ada modifikasi dalam proses menentukan pilihan keterampilan bagi anak autistik. Guru tentu akan memiliki peran yang lebih mendominasi dalam proses pengkajian kondisi anak. Guru lebih aktif dalam mencari informasi mengenai minat anak. Lebih teliti memperhatikan kecenderungan minat yang dimiliki anak.


(23)

6

Penelitian ini mengungkap proses pemilihan keterampilan yang telah dilakukan bagi anak autistik dengan harapan dapat menemukan langkah yang sistematis dalam menentukan pilihan keterampilan bagi anak autistik. Melalui penelitian ini diharapkan pihak-pihak yang akan melaksanakan kebijakan program yang serupa memperoleh gambaran mengenai proses menentukan pilihan keterampilan bagi anak autistik.

Fokus dalam penelitian ini adalah proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah dilakukan oleh tim sekolah dan sikap anak autistik selama mengikuti kegiatan. Permasalahan penelitian diungkap menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan deskripsi latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu:

1. SLB Pembina telah melakukan proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik lebih awal.

2. Anak autistik dan anak tunagrahita memiliki karakteristik yang berbeda. 3. Pilihan keterampilan bagi anak di SLB Pembina masih dapat berubah.

C. Batasan Masalah

Berbagai permasalahan yang ada telah teridentifikasi tidak semua diteliti. Penelitian dibatasi pada permasalahan SLB Pembina telah melakukan proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik lebih awal.


(24)

7 D. Rumusan Masalah

Masalah yang menjadi fokus dalam penelitian pilihan keterampilan bagi anak autistik dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah dilakukan oleh tim di SLB Pembina?

2. Bagaimana sikap anak selama mengikuti kegiatan pada bidang keterampilan tekstil?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai pilihan keterampilan bagi anak autistik di SLB Pembina yang secara khusus pada:

1. Proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah dilakukan oleh tim di SLB Pembina.

2. Sikap anak selama mengikuti kegiatan pada bidang keterampilan tekstil.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis bagi anak, guru dan pemangku kebijakan program pendidikan di sekolah: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pilihan keterampilan bagi anak autistik dan menjadi masukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Penelitian ini memberikan informasi bahwa pemilihan keterampilan bagi anak autistik menggunakan langkah-langkah yang


(25)

8

sistematis mulai dari persiapan pilihan keterampilan sampai dengan anak ditempatkan pada pilihan keterampilan yang sesuai.

2. Manfaat praktis a. Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan siswa mendapat pelayanan yang sesuai dalam proses pemilihan keterampilan. Sehingga, siswa mendapat pilihan keterampilan yang sesuai dengan keadaaan siswa.

b. Bagi guru dan pemangku kebijakan program pendidikan di sekolah

Hasil penelitian ini dapat menggambarkan mengenai proses pemilihan keterampilan yang dimulai dari persiapan sampai dengan penempatan anak pada pilihan keterampilan. Gambaran tersebut dapat menjadi bahan refleksi bagi guru dan pemangku kebijakan program keterampilan khususnya dalam pemilihan keterampilan bagi anak autistik.

G. Fokus Penelitian

Berdasarkan hasil perumusan masalah yang telah dilakukan, penelitian tentang pemilihan keterampilan bagi anak autistik di SLB Pembina difokuskan pada:

1. Proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah dilakukan oleh tim di SLB N Pembina meliputi:

a. Pilihan keterampilan yang disediakan

b. Pengkajian potensi anak autistik yang telah dilakukan


(26)

9

2. Sikap anak selama mengikuti kegiatan pada satu bidang keterampilan tekstil.

H. Batasan Istilah

Meminimalisir terjadinya kesimpangsiuran konsep dalam penelitian, maka istilah yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi, sebagai berikut:

1. Pemilihan keterampilan bagi anak autistik merupakan proses menentukan pilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah dilakukan sebelumnya oleh tim di SLB Pembina. Diawali dengan mengkaji potensi dan kondisi anak autistik dengan menelusuri dan mencari informasi mengenai kemampuan anak autistik. Mengkaji kesesuaian antara potensi dan kondisi anak autistik dengan kondisi keterampilan yang dipilih dan kemungkinan keterampilan yang lain. Dalam hal ini, anak telah ditempatkan pada keterampilan tekstil. Penelitian ini berusaha untuk menelusuri proses pemilihan yang telah dilakukan dan melihat kesesuaian keterampilan yang dipilih dengan sikap anak dalam mengikuti pembelajaran pada keterampilan tekstil. Sikap positif tersebut ditunjukan dengan mampu bertanggungjawab atas pekerjaan yang diberikan dengan mengerjakan pekerjaan tersebut dan memberikan respon yang baik ketika anak diminta untuk melakukan pekerjaan. Pelaksanaan pembelajaran pada keterampilan yang dipilih merupakan salah satu wujud dari miniatur dunia kerja.

2. Anak autistik yang dimaksudkan adalah anak autistik yang tercatat sebagai siswa kelas II SMP di SLB Pembina Yogyakarta yang mengikuti pembelajaran keterampilan pada kelas tekstil, mengalami hambatan dalam


(27)

10

komunikasi verbal khususnya bahasa ekspresif, memiliki kemampuan motorik halus yang baik seperti menggunting, menulis, dan sedang memasuki masa pubertas.


(28)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Anak Autistik

Tinjauan anak autistik akan menjelaskan mengenai pengertian anak autistik dan karakteristik anak autistik. Sehingga, dapat diketahui gambaran tentang kondisi anak autistik secara teoritis.

1. Pengertian Anak Autistik

Autism merupakan suatu istilah yang menggambarkan keadaaan individu yang mengalami gangguan perkembangan dalam tiga aspek yaitu komunikasi, interaksi sosial dan perilaku. Bentuk gangguan perkembangan pada setiap individu anak autistik sangat beragam sehingga, istilah autistik secara umum adalah AutismSpectrum Disorder atau spectrum gangguan autistik.

Kata spektrum dalam istilah gangguan spektrum autism menurut NIMH (2011: 1) sama artinya dengan cakupan dari gejala, kemampuan dan tingkat gangguan atau hambatan yang dapat dimiliki oleh anak ASD (Autism Spectrum Disorder). Berdasarkan DSM V (2013: 53) yang dikeluarkan oleh APA, bagian terpenting dari gejala adanya gangguan spektrum autism adalah gangguan komunikasi sosial secara timbal balik dan interaksi sosial yang terbatas, perilaku yang berulang, minat dan aktivitas yang terbatas. Gejala tersebut mulai timbul sejak usia dini dan membatasi atau mengganggu kegiatan sehari-hari.

Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh NIMH dan APA, diketahui bahwa gangguan spektrum autism merupakan kumpulan gejala atau tanda yang menunjukan adanya gangguan autism dengan tingkat atau level


(29)

12

gangguan yang beragam. Gejala atau tanda adanya gangguan autism timbul pada usia dini ditunjukan dengan hambatan komunikasi sosial, interaksi sosial yang terbatas dan perilaku yang berulang. Adapun makna autism adalah istilah yang menggambarkan adanya gangguan pada aspek komunikasi, interaksi sosial dan perilaku.

Individu yang ditengarai mengalami gangguan spektrum autism apabila mengalami hambatan dalam komunikasi sosial, interaksi sosial yang terbatas dan menunjukkan adanya perilaku yang berulang. Anak autistik dapat dimaknai bahwa anak mengalami hambatan dalam komunikasi sosial, interaksi sosial yang terbatas dan menunjukkan perilaku yang berulang.

Menurut Singh ( 2 ) “Autism is known as a “spectrum disorder”, because the characteristics can be found across a wide spectrum or “range” from a mild learning and social disability to a severe impairment, with multiple problems and highly unusual behavior.”

Pendapat Singh dapat dimaknai bahwa autism dikenal sebagai gejala, karena karakteristik dapat ditemukan di spektrum yang luas atau jangkauan dari hambatan belajar dan sosial yang ringan sampai parah, dengan beberapa masalah dan perilaku yang sangat tidak biasa.

Pendapat tersebut semakin memperkuat beberapa pendapat di atas. Autism merupakan suatu spektrum atau gejala yang dialami individu dengan tingkat keparahan yang beragam. Sehingga, karakteristik autism pada satu individu dengan individu lain berbeda. Klasifikasi tingkat keparahan gangguan autism berdasarkan DSM V (2013: 52) dibedakan menjadi tiga level. Gangguan spektrum


(30)

13

autism pada level satu ditandai dengan kemampuan berinteraksi sosial yang baik walaupun mengalami kendala dalam komunikasi sosial sehingga hanya membutuhkan sedikit bantuan untuk mengatasi hambatan yang dialami. Gangguan perilaku tidak mengganggu aktifitas sehari-hari dan terjadi pada satu hal. Pada level dua ditandai dengan kekurangan dan keterbatasan dalam berinteraksi serta memberikan respon secara sosial, sehingga membutuhkan bantuan dalam tingkatan sedang. Perilaku yang berulang dan ketertarikan pada beberapa hal. Gangguan spektrum autism pada level tiga ditandai dengan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial yang terbatas, sehingga sangat membutuhkan bantuan dalam melakukan interaksi. Gangguan perilaku yang muncul pada taraf parah atau semua gangguan perilaku dialami oleh anak.

2. Karakteristik Anak Autistik

Setiap anak autistik memiliki karakteristik yang hampir sama sebagai bentuk ciri khas dari gejala autistik atau dapat disebut juga dengan karakteristik kekhususan. Adapun karakteristik kekhususan terdapat pada area komunikasi, interaksi sosial dan komunikasi. Selain karakteristik kekhususan, beberapa literatur juga mengkaji mengenai karakteristik kognitif dan motorik anak autistik. Berikut merupakan deskripsi dari karakteristik anak autistik.

a. Komunikasi

Anak autistik mengalami kesulitan dan hambatan dalam komunikasi sosial. Kekurangan dalam aspek komunikasi menurut Taylor, Smiley, dan Richards (2009: 368) tebagi menjadi dua yaitu perkembangan bahasa yang menyimpang dan kekurangan dalam berkomunikasi yang bermakna (kesulitan dalam


(31)

14

menyampaikan makna pembicaraan yang dimaksud). Beberapa anak autistik sama sekali tidak berbicara, mereka berkomunikasi secara nonverbal dengan menunjuk atau meraih tangan orang lain. Anak autistik yang mampu berbicara mengalami permasalahan dalam nada dan sulit memahami pembicaraan orang lain yang mengarah pada mereka (Block, 2006: 9).

Perkembangan komunikasi pada anak autistik mengalami penyimpangan diantaranya ada yang mampu berbicara dengan lancar tetapi bukan untuk berkomunikasi. Anak autistik yang mampu berbicara masih mengalami kekurangan dalam kualitas bicara yang dihasilkan. Anak berbicara dengan nada yang kaku. Beberapa anak autistik tidak berbicara sama sekali dan menggunakan bahasa nonverbal untuk berkomunikasi.

Rapin (1997: 97) menyebutkan bahwa anak-anak lain dengan autistik yang terlambat berbicara akan dapat berkembang lebih cepat. Mereka akan dapat berbicara lancar, jelas, membentuk kalimat, tetapi pola kalimat berulang dan tidak dapat digunakan untuk berkomunikasi. Beberapa anak-anak berbicara terus-menerus dan memiliki nada tinggi pada beberapa bagian kalimat dan mungkin hanya membicarakan hal yang disukai.

Anak mengalami penyimpangan perkembangan komunikasi salah satunya yaitu keterlambatan bicara. Anak autistik yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan bicara ditunjukkan dengan anak tidak berbicara sama sekali dan menggunkan bahasa nonverbal seperti menunjuk untuk berkomunikasi. Apabila masalah tersebut langsung ditangani, beberapa anak menunjukkan perkembangan yang pesat. Anak menjadi mampu berbicara tetapi terkadang bukan untuk


(32)

15

berkomunikasi. Beberapa anak autistik sudah mampu menggunakan bicara untuk berkomunikasi mengalami kesulitan dalam menyampaikan pesan karena pola kalimat tidak teratur dengan nada mirip dengan nada yang telah dilatihkan.

Penyimpangan perkembangan bicara lainnya ditandai dengan penyimpangan penggunaan bahasa verbal atau fungsi bicara. Anak autistik yang tidak mengalami keterlambatan bicara tidak menggunakan kemampuannya untuk berkomunikasi. Kata atau kalimat diucapkan berulang-ulang dan merupakan hal yang disukai. Sebagai contoh anak autistik senang dengan salah satu iklan yang ditayangkan di televisi, maka iklan itu akan diucapkan terus-menerus. Apabila orang lain mencoba mengajak berkomunikasi, anak akan terus mengucapkan iklan tersebut. Nada bicara yang dihasilkan terdengar monoton. Beberapa anak berbicara dengan nada yang rendah dan lirih. Anak autistik lain mungkin berbicara dengan nada tinggi dan keras. Dengan demikian, hambatan dalam aspek komunikasi yang dialami anak autistik lebih kompleks pada penggunaan bahasa ekspresif, meskipun beberapa anak juga mengalami hambatan dalam bahasa reseptif seperti memahami pembicaraan orang lain. Meskipun demikian, hambatan tersebut dapat diperbaiki dan anak dilatih untuk mampu melakukan komunikasi

b. Interaksi Sosial

Interaksi sosial berarti melakukan kontak atau hubungan dengan orang lain. Secara sederhana, bentuk interaksi sosial adalah menoleh atau menjawab ketika dipanggil atau melakukan kontak mata dengan lawan bicara. Hambatan interaksi sosial yang dialami anak autistik ditunjukkan dengan kesulitan dalam


(33)

16

menciptakan dan mempertahankan kontak mata, kekurangan dalam tanggung jawab sosial misalnya tertawa atau tersenyum ketika tidak ada hal yang lucu, menunjukkan raut wajah yang kaku, kurang mampu berbagi ketertarikan, dan acuh terhadap panggilan (Block, 2006: 9; Hallahan, Kaufman, dan Pulen, 2009: 433; Taylor, Smiley, dan Richards, 2009:367).

Berdasarkan pemaparan ahli di atas dapat dianalisis bahwa hambatan dalam melakukan kontak mata ditandai dengan anak sulit menciptakan dan atau mempertahankan kontak mata. Anak autistik yang sulit menciptakan kontak mata ditunjukkan dengan menolak melakukan kontak mata dengan lawan bicara. Pandangan akan mengarah keseluruh arah bukan pada lawan bicara. Menciptakan kontak mata menjadi materi penting bagi anak autistik. Anak autistik perlu dilatih terus-menerus untuk mampu menciptakan kontak mata. Apabila anak mulai dapat melakukan kontak mata, latihan terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas kontak mata. Maksud dari kualitas kontak mata adalah lama waktu yang dapat anak capai dalam mempertahankan kontak mata. Hal ini dikarenakan, anak autistik yang sudah mampu melakukan kontak mata mengalami kesulitan dalam mempertahankan kontak mata. Mereka dapat dan mau melakukan kontak mata hanya dalam hitungan detik.

Anak autistik kurang mampu mengekspresikan emosi sesuai dengan lingkungan. Beberapa anak autistik akan tertawa terbahak-bahak atau sekedar tersenyum meskipun tidak ada hal yang lucu. Terkadang mereka melakukan hal tersebut di saat orang lain sedang menangis. Begitu pula sebaliknya, anak akan menangis sampai menjerit tanpa alasan dan berada di lingkungan yang penuh suka


(34)

17

ria. Anak autistik juga kesulitan dalam menunjukkan ekspresi melalui mimik wajah. Raut wajah atau mimik wajah yang kaku. Ketika anak diminta untuk tersenyum, senyum yang dihasilkan terlihat kaku.

Anak autistik terlihat memiliki dunianya sendiri karena anak kurang mampu berbagi ketertarikan. Mereka kurang mampu untuk melakukan kegiatan bersama seperti bermain bersama. Bentuk dari kurang mampu berbagi ketertarikan dapat ditunjukan dengan anak kurang mampu berbagi mainan ketika bermain bersama. Ketika mereka sedang bermain sendiri kemudian orang lain mendekati dan mencoba bermian bersama, mereka akan lebih memilih untuk pergi dan membiarkan orang lain bermain dengan mainannya. Anak yang mengamai gangguan autistik akan menujukkan sikap acuh terhadap panggilan atau tidak menoleh ketika dipanggil.

c. Perilaku

Karakteristik perilaku anak autistik yang utama adalah perilaku berulang dan menetap, terpaku pada rutinitas, asyik dan tertarik dengan objek, aktivitas atau fakta tertentu, memiliki fungsi sensori dan gerak yang tidak normal (Taylor, Smiley, dan Richards, 2009: 368). Perilaku yang berhubungan dengan autistik yaitu perilaku yang menetap, ritual, dorongan, obsesi, ekolalia, dan melukai diri (Lewis dan Bodfish, 1998: 80). Willis (2009: 3) menyebutkan beberapa perilaku stereotip yang paling umum terlihat pada anak-anak dengan autism yaitu handflaping (mengepak satu atau kedua tangan), menarik atau menekan telinga, bergoyang-goyang atau dari sisi ke sisi, mengendus udara, atau mengisap bibir atas.


(35)

18

Perilaku pada anak autistik menetap dalam jangka waktu yang sebentar sampai dengan lama dan dapat juga sebagai bentuk komunikasi. Perilaku yang dimaksud seperti merusak, melukai diri, tantrum, atau agresi. Banyak anak dengan autistik adalah mengalami hipersensitivitas dan menikmati sensasi dari rangsangan tertentu (Block, 2006: 10).

Pemaparan teori di atas dapat diuraikan kembali secara terperinci bahwa karakteristik perilaku yang muncul pada anak autistik yang utama adalah perilaku berulang dan menetap dalam jangka waktu yang sebentar sampai dengan lama. Perilaku tersebut dapat juga sebagai bentuk komunikasi. Perilaku yang muncul juga dapat merupakan manifestasi dari hipersensitivitas ataupun hiposensitivitas sensori dan sensasi dari rangsangan tertentu.

Perilaku berulang yang paling umum terlihat pada anak-anak dengan autistik yaitu handflaping (mengepak satu atau kedua tangan), menarik atau menekan telinga, bergoyang-goyang atau dari sisi ke sisi, mengendus udara, atau mengisap bibir atas. Perilaku lainnya seperti merusak, melukai diri, tantrum, atau agresi, terpaku pada rutinitas, asyik dan tertarik dengan objek atau aktivitas tertentu.

d. Kognitif dan Motorik

Selain tiga karakteristik utama yang menjadi ciri khas dari anak autistik. Aspek intelektual dan perkembangan motorik perlu mendapat perhatian. Anak autistik sulit untuk dilakukan tes intelektual karena hambatan yang dimiliki terlalu komplek. Menurut Sujarwanto (2005: 181) anak autistik memiliki intelegensi berkisar antara normal sampai dengan retardasi mental. Taylor, Smiley dan


(36)

19

Richards, (2009: 370) menyebutkan bahwa diagnosis retardasi mental merupakan refleksi nyata dari kekurangan dalam perilaku yang menyulitkan untuk melakukan tes intelektual yang standar.

Penelitian yang dilakukan oleh Provost, Lopez, dan Heimerl (2007: 327) menemukan bahwa ada beberapa tingkatan kelainan fungsi motorik pada semua anak-anak dengan autistik, dengan keterlambatan dalam motorik kasar, motorik halus atau keduanya. Hilton ,dkk (2014: 57) menyebutkan bahwa kekurangan dalam gerak telah dilaporkan dalam berbagai studi tentang anak autistik.

Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa anak autistik memiliki kemampuan intelektual berkisar antara normal sampai dengan retardasi mental. Diagnosis yang menyatakan anak mengalami retardasi mental dapat terjadi karena keterbatasan alat tes intelektual. Hambatan yang kompleks pada anak autistik menyulikan keterlaksanaan tes intelektual menggunakan tes standar. Anak autistik mengalami kekurangan dalam gerak dengan beberapa tingkatan kelainan fungsi motorik. Beberapa hanya mengalami kelainan fungsi motorik kasar, ada yang hanya mengalami kelainan fungsi motorik halus dan bahkan mengalami kelainan fungsi pada motorik kasar dan halus.

Berdasarkan kajian teori mengenai karakteristik anak autistik pada area komunikasi, interaksi sosial, perilaku, kognitif dan motorik dapat ditarik kesimpulan. Perilaku yang muncul pada anak autistik dapat juga sebagai bentuk komunikasi. Beberapa anak autistik mengalami keterlambatan bicara, sering diam dan adapula yang dapat berbicara terus-menerus tetapi tidak untuk berkomunikasi.


(37)

20

Kesulitan dalam memahami pembicaraan, menyampaikan pesan dari pembicaraan kepada orang lain.

Secara keseluruhan, anak autistik kesulitan dalam membangun kontak sosial seperti melakukan kontak mata, menempatkan emosi, mengekspresikan emosi melalui mimik wajah dan kurang mampu merespon kontak sosial. Anak autistik juga kurang mampu berbagi ketertarikan dengan orang lain seperti berbagi mainan dan ikut dalam permainan kelompok.

Kemampuan intelektual yang dimiliki anak autistik berkisar antara normal sampai dengan retardasi mental. Apabila ada diagnosis yang menyatakan anak mengalami retardasi mental, hal tersebut karena keterbatasan alat tes intelektual. Beberapa anak juga mengalami gangguan dalam kemampuan motorik halus maupun kasar.

Karakteristik kekhususan pada anak autistik tentu akan menghambat proses perkembangan seperti anak normal. Hal tersebut tidak akan menimbulkan dampak yang lebih parah dimasa mendatang apabila anak mendapat penanganan yang tepat. Tiga area tersebut dapat dikembangan kearah yang lebih baik, meskipun tidak sempurna. Kemampuan motorik yang dimiliki anak juga masih dapat dikembangkan. Kemampuan intelektual anak tidak akan berubah, sehingga pengembangan akademik disesuaikan dengan kemampuan intelektual masing-masing anak autistik. Aspek yang dapat dan perlu dikembangkan adalah kemampuan komunikasi, interaksi sosial, motorik dan perilaku agar nantinya dapat diterima oleh masyarakat dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Satu


(38)

21

hal yang pasti perlu diwujudkan adalah menyiapkan anak autistik menuju masa dewasa dan mampu bekerja.

B. Tinjauan Pemilihan Keterampilan bagi Anak Autistik

Tinjauan pemilihan keterampilan bagi anak autistik akan menjelaskan mengenai peranan bimbingan karir dalam program transisi bagi anak autistik dan pemilihan keterampilan bagi anak autistik. Sehingga, dapat diketahui tinjauan mengenai pemilihan keterampilan bagi anak autistik berdasarkan dari kajian beberapa teori.

1. Peranan Bimbingan Karir dalam Program Transisi bagi Anak Autistik Masa transisi akan dialami oleh setiap orang, seperti halnya orang yang baru saja menepati lingkungan baru. Mereka membutuhkan usaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, masa tersebut yang dapat distilahkan sebagai masa transisi. Salah satu masa transisi yang dialami oleh anak autistik adalah masa transisi menuju dewasa. Anak autistik memerlukan bekal kemandirian untuk memasuki usia dewasa dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri seperti manusia dewasa yang normal sehingga tidak selamanya didampingi oleh orang lain. Smith dan Tyler (2010: 427) menyebutkan bahwa anak autistik ingin hidup mandiri dan memiliki arti serta mempertahankan pekerjaan.

Transisi menuju dewasa merupakan waktu yang menarik dan menantang bagi anak autistik dan keluarga mereka. Perkembangan penyang autistik selama masa transisi perlu mendapat dukungan yang tepat (Greydanus dan Luis, 2012). Masa transisi menjadi waktu yang paling berharga bagi anak autistik untuk menuju dewasa. Para anak autistik memerlukan dukungan yang tepat sesuai


(39)

22

dengan perkembangan mereka menuju dewasa. Hal ini didasari bahwa anak autistik juga ingin memiliki hidup yang bermakna, memiliki dan mempertahankan pekerjaan yang dilakukan.

Lindstrom, dkk (2007: 4) menyebutkan bahwa berbagai layanan

pembelajaran dan pengalaman bermasyarakat guna mempersiapkan pemuda pasca sekolah untuk bekerja atau memilih pendidikan yang lebih tinggi. Perencana masa transisi perlu memasukkan pengalaman kerja dan pengembangan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan dan keterampilan untuk bersantai dan rekreasi (Taylor, Smiley dan Richards, 2009: 379).

Program transisi merupakan salah satu usaha untuk menyiapkan anak autistik dalam memasuki masa dewasa. Berbagai layanan pembelajaran dan pengalaman perlu dipersiapkan untuk menunjang perkembanan anak autistik hingga siap menghadapi masa dewasa. Salah satu layanan yang dapat diberikan adalah pemberian pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Pelaksanaan layanan ini dapat dilakukan melalui pendidikan vokasional.

Pendidikan kerja atau vocational education merupakan persiapan bagi sebuah karir di sebuah pekerjaan atau bidang teknis tertentu (Gibson dan Mitchell, 2011: 446). Evans (1971: 53) menyebutkan bahwa:

“General vocational education is that education which is related to occupational life and is also needed by all students. Include: 1) an understanding of the economics of the production of goods and service, 2) an understanding of the social security system, and 3) the ability to satisfactorily complete an application from for employment.”


(40)

23

Pernyataan Evans dapat dimaknai bahwa pendidikan kejuruan secara umum adalah pendidikan yang berkaitan dengan kehidupan kerja dan dibutuhkan oleh semua siswa. Pendidikan tersebut meliputi: 1) pemahaman tentang ekonomi produksi barang dan jasa , 2) pemahaman tentang sistem jaminan sosial , dan 3) kemampuan untuk memuaskan menyelesaikan aplikasi dari kerja.

Pendidikan kejuruan didefinisikan sebagai pendidikan, pelatihan atau pembelajaran yang dimaksudkan untuk membekali individu dengan keterampilan khusus untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik agar sukses di dunia kerja (Edward, dkk, 2008: vi; Kossewska dan Kijak: 2).

Pendidikan kejuruan memiliki arti sebagai suatu aktifitas pendidikan yang memberikan pengalaman kepada seseorang mengenai dunia kerja dengan membekali pengetahuan dan keterampilan yang digunakan untuk bekerja sehingga mencapai kesuksesan. Pengetahuan dan keterampilan yang diberikan kepada anak autistik harus memperhatikan potensi dan kelemahan yang dimiliki anak agar anak dapat sukses dalam bekerja sesuai dengan kemampuannya.

Soemarjadi, dkk (1992: 2) menyebutkan keterampilan sama artinya dengan kecekatan yang berarti kepandaian dalam melakukan suatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Ruang lingkup keterampilan ditunjukkan pada kegiatan-kegiatan yang berupa perbuatan.

Anak autistik memerlukan bimbingan dalam menentukan pilihan keterampilan agar keterampilan yang dimiliki sesuai dengan kemampuan. Bimbingan yang diberikan kepada anak autistik sudah mengarahkan pada rencana masa depan.


(41)

24

Keterampilan yang disediakan oleh sekolah merupakan bagian dari program pendidikan sekolah tersebut. Keterampilan tersebut perlu dievaluasi pada awal ketersediaan dan penerapan dalam proses pembelajaran. Evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui efektivitas komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program, sehingga dapat diketahui letak kekurangan atau komponen yang bekerja tidak dengan semestinya (Suharsimi Arikunto dan Cepi Sfruddin Abdul Jabar, 2007: 7). Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Sfruddin Abdul Jabar (2007: 14) sasaran evaluasi program adalah komponen atau bagian dari program. Tujuan evaluasi porgram adalah pengukuran tujuan program dan bagian dari program tersebut (Suharsimi Arikunto dan Cepi Sfruddin Abdul Jabar, 2007: 13).

Pilihan keterampilan yang tersedia merupakan bagian dari program pendidikan di sekolah. Pilihan keterampilan tersebut perlu dievaluasi karena pilihan keterampilan tersebut merupakan bagain dari program pendidikan di sekolah. Melalui evaluasi ini dapat diketahui keefektivitas program pendidikan di sekolah berdasarkan ketercapaian tujuan program pendidikan pada sekolah tersebut. Dengan demikian, kelayakan keterampilan yang tersedia bagi anak autistik dapat diketahui dan anak autistik dapat mencapai tujuan program pendidikan yang telah dirancang oleh sekolah. Anak autistik memerlukan bimbingan karir untuk dapat mengikuti pembelajaran keterampilan yang disediakan oleh sekolah.

Bimbingan karir ialah bimbingan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan dalam memilih lapangan pekerjaan tertentu (Winkel dan Sri


(42)

25

Hastuti, 2004: 114). Bimbingan karir merupakan suatu proses bantuan yang diberikan pada individu melalui berbagai cara dan bentuk layanan agar mampu merencanakan karirnya dengan mantap sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya (Anas Salahudin, 2010: 116). Sebuah program yang sistematis dari konselor untuk menginformasikan dan merancang pengalaman untuk menfasilitasi pengembangan karir seseorang/individu, dengan lebih spesifik, manajemen karir, sebuah komponen penting dari pendidikan karir yang memadukan keluarga, kelompok/komunitas, dan sekolah guna memfasilitasi secara langsung (Herr dan Cramer, 1984: 15).

Bimbingan karir merupakan sebuah program yang sistematis untuk menginformasikan dan merancang pengalaman sebagai bentuk bantuan untuk menfasilitasi perkembangan karir sesorang. Melalui bimbingan karir, individu dapat mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja dengan merencanakan karirnya sesuai bakat, minat dan kemampuannya. Bimbingan karir merupakan komponen penting dari pendidikan karir.

Bimbingan karir memiliki beberapa tujuan diantaranya agar siswa mampu memahami diri yang terkait dengan pekerjaan, memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir, memiliki sikap positif terhadap dunia kerja, memahami relevansi kompetensi belajar dengan prasyarat keterampilan bidang kerja yang diinginkan, mengenal keterampilan, minat dan bakat, dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan karir (Sutirna, 2013: 140-141). Salah satu materi pokok bimbingan karir menurut Ridwan ( 2008: 138) adalah


(43)

26

pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang dikehendaki.

Secara umum bimbingan karir memiliki tujuan agar siswa dapat lebih mantap memahami diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang dipilih. Siswa lebih mampu memahami diri, mengenal dan memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai dunia kerja khususnya bidang kerja yang diinginkan. Sehingga, siswa akan memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Sebagai upaya mencapai tujuan tersebut, anak autistik membutuhkan bantuan dan arahan secara penuh dari pembimbing. Pembimbing yang memahami anak autistik berkenaan dengan kecenderungan karir yang sesuai dengan anak. Sikap positif terhadap dunia kerja dapat ditunjukan dengan anak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan.

Bimbingan karir merupakan salah satu dari jenis bimbingan yang dapat diberikan pada individu. Sutirna (2013: 57) menyebutkan bahwa bimbingan dan konseling merupakan salah satu unsur terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di lingkungan sekolah. Bimbingan karir melengkapi dan merupakan bagian dari keseluruhan program pendidikan karir (Winkel dan Sri Hastuti, 2004: 673).

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan karir merupakan bagian dari seluruh program pendidikan. Sehingga, pelaksanaan program transisi bagi anak autistik melalui pendidikan vokasional memerlukan bimbingan karir. Melalui bimbingan karir, perencanaan karir anak autistik akan lebih terarah sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki.


(44)

27

2. Pemilihan Keterampilan bagi Anak Autistik

Secara lebih luas di dalam bimbingan karir menyangkut masalah proses pengambilan keputusan dan penyesuaian karir (Sunaryo, Ahmad, dan Nani, 2002: 180). Siswa perlu diberikan bantuan agar dapat membuat rencana-rencana dan mengambil keputusan dalam memilih jurusan secara bijaksana (Prayitno dan Erman Amti, 2004: 276). Melalui layanan bimbingan karir, siswa dapat membuat keputusan dalam memilih secara bijaksana satu bidang yang menjadi fokus karir.

Bimbingan karir diperlukan agar siswa dapat membuat rencana dan pengambilan keputusan dalam memilih jurusan dan penyesuaian karir. Bimo Walgito (2004: 195; 2005: 197) menambahkan bahwa siswa SMA yang akan memilih program studi serta yang akan langsung terjun ke dunia kerja memerlukan bimbingan karir agar dapat bekerja dengan senang dan baik dan menyiapkan pekerjaan yang baik.

Bimbingan karir diberikan kepada siswa guna membantu siswa dalam merancang dan menentukan pilihan yang berhubungan dengan masa depan. Melalui bimbingan karir, siswa akan dapat bekerja lebih baik dan merasa senang karena pilihannya sesuai dengan potensi siswa. Bimbingan karir yang diberikan kepada anak autistik akan berbeda dengan anak lain. Hambatan anak autistik yang kompleks tidak memungkinkan siswa mampu secara mandiri dalam merancang dan menentukan pilhan yang berhubungan dengan masa depan. Perlu bantuan dari pihak-pihak lain dalam merencakan dan menentukan pilihan masa depan khususnya pekerjaan bagi anak autistik. Pemilihan yang tepat akan membuat anak mau menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan.


(45)

28

Menurut Tohirin (2007: 135-136) terdapat empat bentuk layanan bimbingan karir yang dapat diberikan yaitu: layanan informasi tentang diri, layanan informasi tentang lingkungan hidup yang relevan bagi perencanaan karir, layanan penempatan dan layanan orientasi.

Penempatan merupakan salah satu komponen bimbingan karir yang bertujuan untuk membantu individu memasuki jalur studi atau bidang kerja dengan menetapkan tujuan dan pilihan yang berkaitan dengan perencanaan masa depan (Winkel, 2004: 681-682). Salah satu wujud kegiatan layanan penempatan dan penyaluran adalah menempatkan siswa pada lingkungan yang sesuai dengan pilihannya (Tohirin, 2007: 156). Melalui layanan ini memungkinkan siswa berada pada posisi dan pilihan yang tepat berkenaan dengan penjurusan, kelompok belajar, pilihan pekerjaan/karir, kegiatan ekstrakurikuler, program latihan dan pendidikan sesuai dengan kondisi fisik dan psikis (Dewa dan Nila, 2008: 61; Samsul, 2010: 288).

Salah satu layanan bimbingan karir adalah penempatan dan penyaluran. Layanan ini membantu siswa menetapkan tujuan dan pilihan yang berkaitan dengan perencanaan masa depan ketika memasuki jalur studi dan bidang kerja tertentu. Melalui layanan ini, siswa dapat berada pada posisi dan pilihan yang tepat sesuai dengan kondisi siswa.

Pelaksanaan layanan penempatan sangat diperlukan bagi anak autistik memasuki masa transisi menuju dewasa. Melalui layanan penempatan, anak autistik dapat menempati satu bidang keterampilan yang sesuai dengan kemampuannya dan menjadi bekal untuk memasuki dunia kerja. Pemilihan tidak


(46)

29

dapat dilakukan sendiri oleh anak autistik karena hambatan yang dialami anak autistik sangatlah kompleks khususnya dalam komunikasi dan berfikir abstrak, sehingga anak perlu mendapat bantuan secara penuh.

Layanan penempatan mencakup perencanaan masa depan, pengambilan keputusan, penyaluran ke salah satu jalur studi akademik, program kegiatan ekstrakulikuler, program persiapan prajabatan, pemantapan dan orientasi apabila diperlukan dan pengumpulan data dalam rangka penelitian terhadap mereka yang sudah tamat sekolah (Tohirin, 2007: 136).

Seluruh cakupan layanan penempatan menjadi perhatian khusus yang harus dilakukan oleh pembimbing. Seorang pembimbing dalam pelaksanaan layanan penempatan bagi anak autistik harus cermat dalam memahami anak. Data mengenai anak tidak dapat diperoleh secara langsung dari anak melalui wawancara seperti halnya anak yang lain. Banyak pihak yang harus dilibatkan dalam pelaksanaan layanan tersebut khususnya dalam memilihkan keterampilan yang sesuai dengan kemampuan anak.

Keterampilan bagi anak autistik merupakan kecakapan dalam melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak. Sehingga, pemilihan keterampilan menjadi penting. Kesesuaian keterampilan yang diperoleh saat ini akan menentukan keberhasilan kerja anak autistik dimasa mendatang.

Tahap perencanaan dalam layanan penempatan dan penyaluran secara garis besar adalah mengumpulkan informasi tentang diri sendiri (siswa) dan informasi tentang lingkungan (Winkel dan Sri Hastuti, 2004: 685-687). Tohirin (2007: 155)


(47)

30

menyebutkan bahwa isi dari layanan penempatan dan penyaluran adalah potensi diri siswa dan lingkungan. Berdasarkan pendapat tersebut, diketahui bahwa aspek yang menjadi fokus layanan penempatan dan penyaluran khususnya pemilihan keterampilan bagi anak autistik adalah potensi anak dan lingkungan. Lingkungan yang dimaksudkan adalah keterampilan yang disediakan sekolah. Potensi anak akan dikaji dan menjadi dasar untuk menempatkan anak pada keterampilan yang sesuai.

Secara terperinci, Tohirin (2007: 155) menyebutkan berikut adalah hal yang perlu diperhatikan pembimbing: a) mengkaji potensi dan kondisi siswa, b) mengkaji kondisi lingkungan, c) mengkaji kesesuaian antara potensi dan kondisi siswa dengan lingkungan, d) mengkaji kondisi dan prospek lingkungan lain yang mungkin ditempati, e) menempatkan pada subjek ke lingkungan baru.

Berdasarkan pernyataan tersebut, pemilihan keterampilan bagi anak autistik merupakan bagian dari layanan penempatan dan penyaluran. Seorang pembimbing harus mengkaji potensi dan kondisi siswa, bidang keterampilan yang tersedia serta kesesuaian antara potensi dan kondisi siswa dengan keterampilan yang tersedia. Kegiatan tersebut harus dilakukan dalam rangka memilihkan satu bidang keterampilan yang sesuai dengan anak sebelum menempatkan anak pada bidang keterampilan tersebut.

Proses pengkajian potensi anak dapat dilakukan dengan studi dokumentasi dari angket yang telah diisi oleh anak dan orangtua, melakukan tes intelegensi, tes sosiometri, observasi kondisi jasmani, kemampuan komunikasi. Selain hal-hal tersebut masih banyak metode pengumpulan dan alat lain yang dianggap perlu


(48)

31

untuk mencari dan mengkaji potensi siswa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa (Tohirin, 2007: 156; Winkel dan Sri Hastuti, 2004: 132).

Mengkaji potensi anak autistik dalam rangka pemilihan keterampilan dapat dilakukan dengan mengkaji dokumen mengenai anak seperti hasil asesmen dari psikolog maupun dokter atau pihak lain yang ahli dibidang anak berkebutuhan khusus. Orangtua dilibatkan dalam mengkaji potensi anak autistik karena orangtua adalah pihak yang lebih mengetahui keadaan anak. Keterlibatan orangtua dalam hal ini adalah memberikan arsip dokumen mengenai anak. Selain itu, orangtua juga perlu mengisi angket yang telah disediakan oleh pihak sekolah untuk mengetahui potensi anak sesuai dengan kebutuhan sekolah.

Mengkaji kondisi lingkungan, mengkaji kesesuaian antara potensi dan kondisi siswa dengan lingkungan, dan mengkaji kondisi dan prospek lingkungan lain yang mungkin ditempati dapat dikatakan satu kesatuan. Sehingga, dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara berkesinambungan. Inti dari ketiga hal tersebut lebih menekankan pada proses mengkaji kesesuaian antara potensi dan kondisi anak dengan lingkungan yang akan dan mungkin ditempati (Tohirin, 2007: 156). Proses ini dapat dilakukan dengan pelaksanaan orientasi yaitu memperkenalkan lingkungan sekolah kepada anak dan menjelaskan cara belajar (Winkel dan Sri Hastuti, 2004: 132-133). Pihak-pihak lain perlu dilibatkan dalam mengkaji kesesuaian antara potensi anak dan lingkungan yang akan ditempati. Menurut Tohirin (2007: 156) yang dapat dilakukan adalah dengan mewawancarai pihak-pihak terkait.


(49)

32

Proses mengkaji kesesuaian antara potensi anak autistik dan kondisi keterampilan yang akan ditempati. Proses ini dapat dilakukan dengan memberikan kompetensi dasar dari suatu keterampilan. Anak dapat diikutkan dalam proses pembelajaran pada beberapa keterampilan, sehingga mengetahui pelaksanaan pembelajaran dan cara-cara belajar dalam keterampilan tersebut. Orangtua perlu dilibatkan dengan memberikan pertimbangan dalam menempatkan anak pada satu keterampilan melalui kegiatan diskusi. Guru sebagai pembimbing dapat melakukan wawancara dengan orangtua.

C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana ketersediaan pilihan keterampilan di SLB Pembina? 2. Bagaimana kelayakan keterampilan bagi anak autistik?

3. Bagaimana pengkajian potensi anak autistik yang telah dilakukan terkait proses pemilihan keterampilan?

4. Bagaimana pengkajian kesesuaian potensi anak dengan ketersediaan keterampilan yang telah dilakukan?

5. Bagaimana penentuan pilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah dilakukan?

6. Bagaimana tanggung jawab anak untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan?


(50)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Peneltian ini diharapkan dapat menggali informasi secara deskriptif mengenai proses pemilihan keterampilan dan sikap anak autistik selama mengikuti kegiatan pada keterampilan yang dipilih. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.

Pendekatan kualitatif menekankan pada pengumpulan informasi mendalam dari beberapa individu atau dalam lingkungan terbatas yang berfokus pada perilaku orang dalam konteks alamiah dan dijelaskan dengan kata-kata sendiri (Cozby, 2009: 174; 2009: 107). Cozby (2009: 118) menyatakan bahwa penelitian studi kasus memberikan deskripsi tentang individu. Individu yang dimaksud biasanya adalah orang, tetapi dapat juga berupa tempat kerja, sekolah atau lingkungan sekitar (Cozby, 2009: 115). Studi kasus memberikan deskripsi yang mendalam pada satu unit. Unit dapat dimaknai sebagai individu, kelompok, kelas, aturan, program, proses pada institusi atau komunitas (Ary, Jacobs, dan Sorensen, 2010: 454).

Penelitian mengenai pemilihan keterampilan bagi anak autistik merupakan jenis penelitian studi kasus. Unit yang dideskripsikan secara mendalam adalah proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik di SLB Pembina. Data mentah yang diperoleh kemudian dideskripsikan dan dianalisis menggunakan kata-kata.


(51)

34 B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SLB Pembina Yogyakarta yang beralamat di Jalan Imogiri Timur 224, Giwangan, Umbulharjo, Yogyakarta. Pemilihan SLB Pembina sebagai tempat penelitian dengan alasan belum banyak penelitian mengenai anak autistik yang dilakukan di sekolah tersebut. Sekolah lebih banyak melayani anak-anak tunagrahita mulai awal pendirian sekolah sampai dengan sekarang. Saat ini terdapat satu anak autistik pada kelas keterampilan bidang tekstil. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2014 sampai dengan 10 Januari 2015.

C. Subjek Penelitian

Menurut Suharmini Arikunto (2010: 188) subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti atau menjadi sasaran peneliti. Subjek dalam penelitian adalah wakil kepala sekolah yang bertanggung jawab atas keterlaksanaan pembelajaran keterampilan pada 9 unit keterampilan yaitu wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK dan anak autistik yang mengikuti pembelajaran keterampilan tekstil. Informasi mengenai pemilihan keterampilan bagi anak autistik di SLB Pembina dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait termasuk subjek penelitian.

Informan kunci dalam penelitian ini adalah subjek penelitian yaitu kepala bagian kelas keterampilan. Informan lain yang berfungsi sebagai informan pendukung dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru kelas keterampilan, orang tua dan anak.


(52)

35 D. Teknik Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data dari informan memerlukan teknik yang tepat. M. Djunaidi dan Fauzan (2012: 164) menyatakan pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan teknik kondisi yang alami, sumber data primer, dan lebih banyak pada teknik observasi berperan serta, wawancara mendalam dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi.

1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu bentuk teknik pengumpulan data dari individu yang dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual (Nana Syaodih, 2009: 216). Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber data (Mohamad Ali, 2013: 90).

Wanwancara dalam penelitian ini digunakan untuk mencari informasi yang mendalam mengenai proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik di SLB Pembina. Dengan demikian, wawancara yang dilakukan merupakan wawancara secara mendalam. Menurut Burhan (2004: 62) wawancara mendalam bersifat terbuka yang dilakukan secara berulang-ulang, cek dan recek dilakukan secara bergantian seperti dari hasil wawancara ke pengamatan atau dari informan satu ke yang lain.

Pelaksanaan wawancara secara mendalam dilakukan kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK, guru kelas dan orangtua. Wawancara kepada kepala sekolah dilakukan sebanyak 2 kali, wakil kepala sekolah sebanyak


(53)

36

2 kali, guru kelas sebanyak 4 kali dan orangtua sebanyak 2 kali. Pertanyaan mengenai ketersediaan keterampilan di SLB N Pembina diajukan kepada kepala sekolah dan wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK.

Informasi yang lebih mendalam tentang responden dapat diperoleh menggunakan wawancara tidak terstruktur (Sugiyono, 2012: 198). Dengan demikian, maka pertanyaan yang diajukan memiliki jawaban yang ada pada informan tersebut. Alat yang digunakan dalam kegiatan wawancara adalah pedoman wawancara. Pedoman wawancara berisi daftar pertanyaan atau soal yang dicari selama berjalannya wawancara (Patton, 2009: 188). Pedoman wawancara yang dibuat memudahkan peneliti dalam menggali informasi mengenai proses pemilihan keterampilan terdapat pada lampiran 2.

2. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian di tempat terjadinya (S. Margono, 2009:158). Merupakan suatu teknik mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Nana Syaodih, 2009: 220). Teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan terhadap objek, baik secara langsung maupun tidak langsung (Mohamad Ali, 2013: 99).

Pengamatan dilakukan secara langsung selama anak autistik mengikuti kegiatan pada keterampilan bidang tekstil disebut juga dengan observasi partisipan. Lexy J. Moloeng (2009: 165) berpendapat bahwa, pengamatan berperanserta artinya peneliti menjadi anggota kelompok subjek yang diteliti.


(54)

37

Peneliti menjadi bagian dari kelas dan berperan sebagai asisten guru selama kegiatan observasi berlangsung. Hasil pengamatan yang dilakukan dicatat dalam catatan lapangan dengan memperhatikan rambu-rambu mengenai aspek observasi yang telah dibuat pada lampiran 7 mengenai tanggung jawab anak terhadap tugas dan respon terhadap instruksi.

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen, baik tertulis, gambar maupun elektronik (Nana Syaodih, 2009: 221). Cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip (S. Margono, 2009: 181). Penjelasan tersebut merupakan deskripsi mengenai teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dalam bentuk tulisan, gambar dan karya. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara (Sugiyono, 2012: 329). Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data yang relevan dengan mengkaji dokumen berkaitan proses pemilihan keterampilan. Penerapan teknik dokumentasi dalam penelitian ini dengan mengumpulkan dan mengkaji dokumen terkait proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik seperti formulir perndaftaran untuk memilih keterampilan dan dokumen mengenai profil sekolah. Peneliti menggunakan lembar cek list untuk memonitoring dokumen yang diperoleh terdapat pada lampiran 9. Selain itu, peneliti juga merekam kegiatan yang sedang diamati.


(55)

38

E. Pengembangan Pedoman Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif sehingga menggunakan peneliti sebagai instrumen. Lexy J. Moloeng (2009: 168) berpendapat bahwa peneliti menjadi instrumen dalam penelitian kualitatif. Instrumen pengumpulan data utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti (Nusa Putra, 2013: 92). Alasan utama hal tersebut karena segala sesuatu dalam penelitian kualitatif belum mempunyai bentuk yang pasti dan tidak dapat ditentukan secara pasti (Nasution, 2003: 55). Peneliti dilengkapi dengan pedoman untuk dapat memulai proses pengumpulan data. Pedoman berisi aspek yang dicari secara garis besar digunakan sebagai langkah awal untuk mengumpulkan data di lapangan. Pertanyaan-pertanyaan mengenai aspek yang dicari dikembangkan selama proses penelitian berlangsung. Peralatan penunjang seperti perekam suara dan kamera digunakan untuk membantu proses pengumpulan data. Pedoman yang dikembangkan adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman dokumentasi. Berikut ini adalah gambaran dari setiap pedoman yang digunakan.

1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara berisi aspek yang ditanyakan kepada informan secara garis besar. Adapun gambaran pedoman wawancara dapat dilihat berdasarkan layout pedoman wawancara dalam tabel 1.


(56)

39 Tabel 1. Layout Pedoman Wawancara

Rumusan Masalah

Fokus Masalah

Pertanyaan Penelitian Aspek yang ditanyakan Informan /sumber Bagaimana proses pemilihan keterampila bagi anak autistik yang telah

dilakukan oleh tim di SLB Pembina? Pilihan keterampilan yang disediakan. Bagaimana

ketersediaan pilihan keterampilan di SLB Pembina?

Ketersediaan awal paket keterampilan

Kepala sekolah Wakil Kepala Sekolah urusan Sentra PK-LK Bagaimana kelayakan

keterampilan bagi anak autistik?

Pengkajian potensi anak autistik yang telah

dilakukan.

Bagaimana pengkajian potensi anak autistik yang telah dilakukan terkait proses pemilihan keterampilan? Rekomendasi yang diberikan Minat siswa

Guru Kelas Tekstil

Orangtua

Wakil Kepala Sekolah urusan Sentra PK-LK Penentuan

pilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah

dilakukan.

Bagaimana pengkajian kesesuaian potensi anak dengan ketersediaan

keterampilan yang telah dilakukan?

pengkajian hasil keputusan pilihan

Wakil Kepala Sekolah urusan Sentra PK-LK Guru kelas tekstil

Orangtua Bagaimana penentuan

pilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah dilakukan? Bagaimana

sikap anak selama mengikuti kegiatan pada bidang keterampilan tekstil?

Sikap anak selama mengikuti kegiatan pada bidang keterampilan tekstil.

Bagaimana tanggung jawab anak untuk menyelesaikan

pekerjaan yang diberikan?

Perilaku anak Tanggung jawab anak respon anak

Guru kelas tekstil

Bagaimana respon anak terhadap perintah yang diberikan?

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi disusun untuk memudahkan proses pengamatan mengenai beberapa aspek pada diri anak autistik selama mengikuti kegiatan pada


(57)

40

keterampilan bidang tekstil. Layout pedoman observasi secara garis besar tertera pada tabel 2.

Tabel 2. Layout Pedoman Observasi Rumusan

Masalah

Fokus Masalah Pertanyaan Penelitian

Aspek yang diamati

Informan/ Sumber Bagaimana

sikap anak selama

mengikuti kegiatan pada bidang

keterampilan tekstil?

Sikap anak selama

mengikuti kegiatan pada bidang

keterampilan tekstil

Bagaimana tanggung jawab anak untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan? Perilaku Tanggung jawab Respon terhadap perintah. Anak Bagaimana respon anak terhadap perintah yang diberikan?

3. Pedoman Dokumentasi

Penyusunan pedoman dokumentasi bertujuan agar peneliti memiliki gambaran mengenai dokumen yang dapat mendukung hasil wawancara dan observasi. Adapun data dokumentasi yang dicari tertera dalam layout pedoman dokumentasi pada tabel 3.


(58)

41 Tabel 3. Layout Pedoman Dokumentasi

Rumusan Masalah

Fokus Masalah

Pertanyaan Penelitian Dokumen yang dicari Informan /sumber Bagaimana proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah

dilakukan oleh tim di SLB Pembina? Pilihan keterampilan yang disediakan. Bagaimana

ketersediaan pilihan keterampilan di SLB Pembina? Arsip program sekolah Kepala sekolah

Bagaimana kelayakan keterampilan bagi anak autistik?

Pengkajian potensi anak autistik yang telah

dilakukan.

Bagaimana pengkajian potensi anak autistik yang telah dilakukan terkait proses pemilihan

keterampilan?

Identitas anak Bukti

rekomendasi

Guru Kelas Tekstil Orangtua Wakil Kepala Sekolah urusan Sentra PK-LK Penentuan

pilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah

dilakukan.

Bagaimana pengkajian kesesuaian potensi anak dengan ketersediaan

keterampilan yang telah dilakukan?

Bukti keputusan

Wakil Kepala Sekolah urusan Sentra PK-LK

Bagaimana penentuan pilihan keterampilan bagi anak autistik yang telah dilakukan? Bagaimana

sikap anak selama mengikuti kegiatan pada bidang keterampilan tekstil?

Sikap anak selama mengikuti kegiatan pada bidang keterampilan tekstil.

Bagaimana tanggung jawab anak untuk menyelesaikan

pekerjaan yang diberikan?

Foto kegiatan Kegiatan pembelajaran di kelas keterampilan tekstil Bagaimana respon

anak terhadap perintah yang diberikan?

F. Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan menggunakan kriteria kreadibilitas (derajat kepercayaan) yaitu trianggulasi (Lexy J. Moloeng, 2005: 324-330). Teknik


(59)

42

trianggulasi data merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data untuk menjamin diperolehnya derajat kepercayaan (kredibilitas).

Teknik trianggulasi data menurut Lexy J. Moloeng (2005: 330) memanfaatkan sesuatu yang lain sebagai pembanding. Teknik trianggulasi data yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan (Lexy J. Moloeng, 2005: 330-331). Teknik trianggulasi data dalam penelitian ini menggunakan pemeriksaan melalui sumber lain. Data hasil wawancara dibandingkan dengan data hasil pengamatan dan isi dokumen yang terkait dalam pemilihan keterampilan bagi anak autistik.

Penerapan teknik trianggulasi data dalam penelitian yaitu dengan menggunakan teknik wawancara yang diajukan kepada kepala sekolah dan wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK serta mengkaji dokumen untuk memperoleh data mengenai ketersediaan awal keterampilan di SLB N Pembina. Peneliti melakukan wawancara kepada wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK, guru kelas dan orangtua serta mengkaji dokumen untuk memperoleh data mengenai cara mengkaji potensi anak autistik. Peneliti melakukan wawancara kepada wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK, guru kelas dan orangtua untuk mengetahui cara menentukan pilihan keterampilan bagi anak autistik. Peneliti melakukan wawancara kepada guru dan observasi kegiatan anak pada proses pembelajaran di kelas keterampilan tekstil untuk mengetahui mengenai sikap anak selama mengikuti pembelajaran di kelas keterampilan tekstil.


(60)

43 G. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Sugiyono (2010: 89) merupakan proses mencari dan menyusun data yang diperoleh secara sistematis, memilih bagian yang penting dan membuat kesinpulan sehingga mudah dipahami. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Menurut Miles dan Huberman (2007: 15-16) analisis kualitatif memiliki data yang berwujud kata-kata yang diperoleh dari berbagai cara dan dianalisis dengan menggunakan kata-kata. Analisis kualitatif memiliki tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data, kesimpulan.

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis (Miles dan Huberman, 2007: 16). Reduksi data dilakukan dengan memilah-milah data yang telah didapat baik dari transkrip wawancara, observasi, dan dokumen. Menyisihkan data yang tidak relevan dengan fokus penelitian.

2. Penyajian Data

Penyajian data menurut Miles dan Huberman (2007: 17) diartikan sebagai sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Hasil reduksi data yang telah sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian selanjutnya disajikan. Data disampaikan secara naratif, sistematis dan mempermudah pemahaman secara


(61)

44

menyeluruh dan penarikan kesimpulan. Penyajian data didukung dengan matrik, bagan, diagram maupun tabel yang diperlukan.

3. Menarik Kesimpulan

Kegiatan terakhir yang dilakukan dalam analisis data adalah menarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan atas data yang telah melalui proses analisis sebelumnya (Miles dan Huberman, 2007: 17). Penarikan kesimpulan dilakukan dengan memaknai data penelitian secara singkat dan mudah dipahami. Hasil penarikan kesimpulan menjadi jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah diajukan.


(62)

45 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SLB Negeri Pembina Yogyakarta berlokasi di Jalan Imogiri Timur No 224 Giwangan, Umbulharjo, Yogyakarta. Lokasi sekolah berdekatan dengan pasar induk buah dan sayur, terminal dan pemukiman warga. Sekolah ini menjadi salah satu Sentra Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus yang merupakan program dari Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. Program utama adalah pengembangan keterampilan anak berkebutuhan khusus untuk membekali anak kembali ke masyarakat.

SLB Negeri Pembina menyelenggarakan pendidikan regular meliputi jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. Sekolah juga menyelenggarakan kelas keterampilan dengan keterampilan pilihan yaitu, tata boga, tata busana, tata rias/salon, tekstil, otomotif, keramik, teknologi informasi dan komunikasi, pertanian, dan pertukangan kayu. Kelas Khusus (day care) merupakan kegiatan keterampilan menolong dan merawat diri. Kelas Autis Gotong Royong yang diselenggarakan secara gotong royong oleh orangtua dalam binaan SLB Negeri Pembina. Sekolah memiliki fasilitas penunjang seperti klinik rehabilitasi, center workshop berupa bengkel atau kelas keterampilan, resource center, asrama, showroom, dan playground. Peneliti dalam penelitian ini melakukan penelitian mengenai proses pemilihan keterampilan bagi anak autistik di kelas keterampilan tekstil.


(63)

46 2. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian adalah wakil kepala sekolah yang bertanggung jawab atas keterlaksanaan pembelajaran keterampilan pada 9 unit keterampilan yaitu wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK dan anak autistik yang mengikuti pembelajaran keterampilan tekstil. Secara struktur organisasi sekolah disebutkan sebagai manajer sentra PK-PLK atau koordinator bengkel. Subjek berinisial EK berjenis kelamin perempuan. Subjek merupakan lulusan Sarjana Kria pada tahun 1993. Subjek menjadi seroang guru di SLB Negeri Pembina Yogyakarta mulai tahun 2003. Jabatan sebagai manajer sentra/ koordinator bengkel, maka subjek berkonsultasi dan berkoordinasi dengan komite sekolah, tenaga ahli, dan pengusaha/pengrajin dalam menetukan kebijakan atau keputusan. Subjek dibantu oleh satu bendahara, satu sekertaris dan sebelas koordinator unit. Subjek membawahi atas 11 unit dengan rincian 9 unit keterampilan, satu unit kios dan bagian alumni. Sembilan unit keterampilan yaitu, keterampilan boga, keterampilan busana, keterampilan rias, keterampilan tekstil, keterampilan kayu, keterampilan keramik, keterampilan otomotif, keterampilan tanaman hias, dan keterampilan IT.

Anak autistik yang dimaksud bernama ND, bersekolah di SLB Pembina pada tahun 2013. Riwayat pendidikan ND diawali dengan bersekolah di sekolah khusus autistik sejak kelas 1 SDLB sampai dengan kelas 4 semester 1, kemudian ND melanjutkan pedidikan dasar pada sekolah inklusi.


(64)

47

3. Proses Pemilihan Keterampilan bagi Anak Autistik di SLB Pembina a. Pilihan keterampilan yang disediakan

Sembilan keterampilan yang disediakan oleh SLB Pembina merupakan hasil dropping dari pusat yaitu Jakarta. Sembilan keterampilan tersebut diberikan kepada SLB Pembina dalam rangka penyelenggaraan sekolah sentra pada tahun 2003 disetiap provinsi dan SLB Pembina merupakan salah satu sekolah sentra tingkat provinsi di DIY. Surat yang berkaitan dengan penunjukkan SLB Negeri Pembina sebagai sekolah sentra atau pusat PK-LK adalah surat tembusan nomor 425/068.1/PLB.D.IV/14 mengenai pangkalan data PK-LK pendidikan menengah yang terdapat dalam lampiran 12. Isi dari surat tersebut adalah penunjukkan SLB Pembina sebagai pusat pangkalan data PK-LK karena sekolah tersebut telah menjadi sekolah sentra sehingga pusat data mengenai PK-LK berada di SLB Pembina. Berdasarkan dokumen mengenai profil sekolah dan pengembangan pendidikan pada lampiran 10 dan lampiran 11 diketahui bahwa sembilan keterampilan terbagi dan dilaksanakan dalam kelas dengan satu kelas untuk satu keterampilan. Uraian tersebut menjawab pertanyaan penelitian nomor 1 (lihat tabel 4, halaman 48).

Tujuan program tersebut agar anak memiliki bekal keterampilan yang cukup dan anak dapat mandiri. Sasaran dari pemberian 9 keterampilan secara prinsip adalah untuk semua SLB yang ada di Yogyakarta. Hal tersebut berdasarkan pernyataan wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK,

“Gini mbak, selaku sekolah sentra pada waktu didroping dulu sasarannya tidak hanya sekolah SLB Pembina tapi untuk sebagai tempat pelatihan pembelajaran keterampilan SLB seluruh DIY. Itu prinsipnya.”


(65)

48

Tabel 4. Display Data Pilihan Keterampilan yang Disediakan

No Pertanyaan Penelitian Data Sumber

1 Bagaimana

ketersediaan pilihan keterampilan di SLB Pembina?

Keterampilan yang tersedia merupakan droping dari Jakarta dalam rangka penunjukkan SLB N Pembina sebagai sekolah sentra PK-LK dengan tujuan memberikan bekal keterampilan bagi peserta didik sehingga dapat hidup mandiri

Wawancara

Dengan surat nomor

425/068.1/PLB.D.IV/14

Dokumentasi

b. Kelayakan keterampilan bagi anak autistik

Studi kelayakan dilakukan secara nasional. Sembilan keterampilan yang ada dapat dikatakan sebagai induk. Pihak sekolah melakukan evaluasi dalam usaha mengimplementasikan pembelajaran keterampilan kepada peserta didik. Evaluasi dilakukan dengan mengadakan studi keluar yaitu ke dunia usaha dalam mengimplementasikan pembelajaran keterampilan kepada anak. kepala sekolah memberikan contoh sebagai berikut,

“...yang ada sekarang itu sebagai induk-induknya saja. Untuk anaknya kami studi keluar. Contoh otomotif, otomotif dulu isinya bongkar-bongkar mesin. Kami evaluasi untuk anak tunagrahita ringan boleh. Untuk anak tunagrahita sedang kami ambil spesifikasi buka cuci, itu sederhana, jika dilatih terus menerus itu bisa dan hasilnya sudah terbukti di depan. Sebenarnya untuk pembelajaran, kami tidak berkahir di sana tapi di tempat-tempat usaha.”

SLB Pembina memberikan keterampilan kepada anak berdasarkan kemampuan anak dan selama anak mengikuti kegiatan pada keterampilan yang dipilih selalu dilakukan evaluasi mengenai ketepatan kompetensi bagi anak. Kompetensi keahlian yang ada pada masing-masing keterampilan disesuaikan dengan kemampuan anak yang mengikuti keterampilan tersebut. Hal tersebut berdasarkan pernyataan wakil kepala sekolah urusan sentra PK-LK,


(1)

168

Gambar 8. ND Tertawa di Sela-sela Melepas Ikatan.


(2)

Gambar 10. ND Mengembalikan Ember setelah Pewarnaan dengan Pendampingan Guru.


(3)

170 Lampiran 19. Surat Ijin Penelitian


(4)

(5)

(6)