Upah Hadhanah HADHANAH MENURUT HUKUM ISLAM

3. Amanah dalam agama, sehingga wanita atau laki-laki yang fasiq tidak dibenarkan untuk mendapatkan hak pengasuhan. 4. Lingkungan yang baik. Harus memiliki lingkungan tempat tinggal yang baik dan aman serta tidak ada pengaruh pergaulan yang negatif, seperti maraknya kemaksiatan dan kefasikan. Hal ini perlu agar seorang anak dapat tumbuh dengan sehat, beriman dan shaleh. 19 5. Islam. Orang kafir sama sekali tidak layak menjadi hadinah karena dikhuatiri akan merusakkan aqidah anak tersebut. 6. Baik akhlaknya. Orang yang buruk dan rusak akhlaknya tidak layak menjadi hadhinah. 7. Hadhinah perlu tinggal di tempat dimana kanak-kanak itu dipelihara. Oleh sebab itu, ia akan memudahkan mereka menjalankan urusan penjagaan. 20 8. Keadaan perempuan tidak bersuami. 9. Dapat menjaga kehormatan dirinya. 21

D. Upah Hadhanah

Apabila suami isteri masih terikat dengan tali perkawinan mereka, atau dalam menjalani masa iddah karena ditalak oleh bapak si anak, maka isterinya 18 Ali Abdulloh,”Hadhanah”, artikel diakses pada 6 januari 2010 dari http:ali abdulloh.blogspot.com201001hadhanahhtml. 19 Pangerans, ”Pengasuhan Anak Setelah Cerai”, artikel diakses pada 16 januari 2010 dari http:pangerans.multiply.comjournalitem193Pengasuhan-Anak-Setelah-Cerai. 20 Mahir Al-Hujjah, ” Hadhanah: Suatu Pengenalan”, artikel diakses pada 3 Januari 2010 dari http:mahir-al-hujjah.blogspot.com200810hadhanah-suatu-pengenalan.html. 21 Sulaiman Rasjid, Penyunting Li Sufyana, M. Bakri dan Farika, Fiqih Islam, cet. XXVII Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, h. 428 hanya mendapat nafkahnya sebagai seorang isteri atau nafkah karena menjalani masa ’iddah. 22 Firman Allah SWT: ⌧ ☺ ................................. Artinya: ”Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik….” QS. Al- Baqarah: 233 Apabila ibu telah selesai menjalankan masa ’iddah, ia tidak berhak lagi menerima nafkah dari bekas suaminya, karena itu ia mendapat ongkos susuan dari ayah anaknya. 23 Firman Allah SWT: ……… ...................... Artinya: ”… Kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya….. QS. At-Thalaq:6 22 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang perkawinan Jakarta: Bulan Bintang, 1974, h. 145 23 Ibid, h. 145 Demikian pula apabila yang melaksanakan pengasuhan itu selain daripada ibu, ia berhak mendapat ongkos hidup anak, karena ia terikat dengan tugas melaksanakan pengasuhan itu. 24 Sedangkan menurut Huzaemah Tahido Yanggo, mengenai upah hadhanah : a. Hak ibu untuk mendapatkan upah hadhanah. Jika pengasuh anak itu adalah ibunya anak yang diasuh ibu kandung baik dalam konteks hubungan suami istri atau tidak, maka : 1. Jika ia adalah istri bagi ayah anak yang diasuh, maka ia tidak berhak mendapatkan upah. Hal ini sesuai dengan pendapat madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i. Alasannya, bahwa istri itu ibu bagi anak yang mesti diasuhnya; ia berkewajiban secara agama atau sebagai konsekuensinya sebagai muslimah untuk melakukan kewajibannya terhadap anak dengan menyusui, dan mengasuh, serta mendidiknya. Dengan syarat, hubungan suami-istri masih berjalan secara baik dan harmonis. Sebab, nafkah untuk dirinya pun menjadi kewajiban suaminya. Baik ia mempunyai anak darinya, atau tidak mempunyai anak. 25 2. Dalam keadaan ibu telah ditalak, baik ia masih dalam masa ’iddah dari talak raj’iy dapat kembali atau masa ’iddah karena talak ba’in, atau 24 Ibid, h. 145 25 Huzaemah Tahido Yanggo, editor Ahmad Zubaidi dan Syaiful Hadi, Fiqih Anak Metode Islam Dalam Mengasuh Dan Mendidik Anak Serta Hukum-Hukum Yang Berkaitan Dengan Aktivitas Anak Jakarta: P.T. Al-Mawardi Prima, 2004, h. 136 mungkin masa ’iddahnya telah habis. Untuk kasus yang disebut terakhir, maka ketentuannya sebagai berikut : a Adapun istri yang sedang mengalami masa ’iddah dari talak raj’iy, madzhab Hanafi menyamakan antara wanita tersebut dengan wanita yang masih berada dalam naungan hubungan suami-istri. Karena ia wajib mendapatkan nafkah atas suaminya selama masih dalam masa ’iddahnya. Sehingga tidak mungkin ayah dibebani kewajiban memberikan dua macam nafkah. Apalagi jika ternyata ia masih dalam masa ’iddah raj’iy, maka ia masih dalam masa persiapan untuk kembali lagi ke suami, jika suaminya merujuknya tanpa akad baru atau tanpa mahar yang baru. b Adapun istri yang sedang melalui masa ’iddah dari talak bain, mereka tidak menetapkan adanya upah hidhanah baginya selama masa ’iddahnya itu. Sebagaimana mereka pun tidak menetapkan upah hidhanah tersebut bagi istri yang sedang melewati masa ’iddah dari talak raj’iy. Sebab mereka mewajibkan atas suami untuk memberinya nafkah dan menyediakan tempat tinggal bagi istri yang sedang ditalak seperti itu. 26 b. Upah pemeliharaan anak oleh selain ibunya. Pengasuh hadhinah itu berhak mendapatkan upah. Hal ini sebagaimana dalam madzhab Maliki dalam sebagian keadaankonteks 26 Ibid, h. 137 tertentu. Juga itulah pendapat madzhab Syafi’i dan Ibadhiah. Alasannya, bahwa ia berhak mendapatkan balasan atas usahanya untuk berbagai kemaslahatan anak, dan imbalan atas kesungguhannya dalam mengurus segala kebutuhannya, serta ganjaran atas perhatiannya terhadap perikehidupan anak tersebut. 27

E. Yang Berhak Mengasuh Anak