Fatwa MUI Tentang Haram Korupsi

Imam Abu Hanifah dan Imam Yahya menyebutkan bahwa mengambil suap dan memakannya adalah fasiq. Sedangikan fasiq tidak boleh menjadi hakim dan tidak sah jika membuat keputusan”. Sedangkan Masruq Abu Wail, sgenerasi tabi’in dan Sa’id bin Jubair berkata “jika qadhi hakim menerima suap maka dia dalam kondisi kafir, sedangkan qadhi yang menerima hadiah, maka dia telah memakan uang haram” Ibnu Mas’ud berkata, “risywah dalam hukum adalah kafir, pengetahuan kafir di atas adalah kafir kecil. 19

3. Fatwa MUI Tentang Haram Korupsi

Fatwa haram korupsi lahir karena latar belakang sosial Indonesia yang mengalami krisis sosial yang sangat panjang. Selain itu banyknya media yang menayangkan berbagai kasus tindak pidana korupsi, memunculkan pertanyaan di kalangan ummat Islam mengenai hukum korupsi. Sebenarnya dipandang dari segi mudharat atau tidaknya, setiap lapisan masyarakat dapat menyimpulkan bahwa korupsi dilarang. Namun tugas ulama adalah menemukan dalil-dalil dalam al Qur’an dan hadits melalui ijtihad yang kemudian dirumuskan dalam sebuah fatwa ulama. Mengingat maraknya kasus korupsi di Indonesia, mendorong para ulama yang terhimpun dalam Majelis Ulama Indonesia mengadakan sidang komisi fatwa mengenai korupsi. Sidang tersebut diadakan bertepatan dengan Musyawarah Nasional MUNAS VI MUI pada tanggal 23-27 Rabiul Akhir 1421 H 25-29 Juli 2000 M. Dalam sidang tersebut, melihat dari firman Allah : 19 Abu Fida’ Abdur Rafi’, Terapi penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafs, Jakarta : Republika, 2004. h. 10  ☺ Artinya; Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu Mengetahui. ⌧ ☺ Arttinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ..... ☺ ⌧ ☺ ..... Artinya : ..... Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu..... Ada beberapa hadits yang menjelaskan korupsi diambil dari arsip keseketariatan MUI, di antaranya: Dari Abu Hamid al-Saidy sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Hadiah- hadiah pada pejabat adalah ghulul pengkhianatan.” H.R. Ahmad Dari Abdullah ibn Amru berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap. H.R. Ibnu Hibban. Dari Abu Hurairah ra. Berkata: Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap dalam hukum. H.R. Turmuzi Dari Tsubana berkata, Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap serta al-Raisya yaitu orang yang menjadi perantara keduanya. H.R. Ahmad. Dalam hal ini komisi fatwa juga mengutip qa’idah fiqhiyah Artinya: “Sesuatu yang haram mengambilanya haram, juga memberikannya ”. Tujuan utama syari’at Islam maqashid al-syari’ah ialah menjaga dan melindungi kemanusiaan. Perlindungan ini dirumuskan oleh para ulama dalam 5 tujuan al-maqashid al-khamsah, yakni perlindungan terhadap agama hifzh al-din, perlindungan terhadap jiwa hifzh al-nafs, perlindungan terhadap akal hifzh al-aql, perlindungan terhadap keturunan hifzh al-nasl, dan perlindungan terhadap harta hifzh al-mal. Tindakan korupsi jelas merupakan perlawanan terhadap tujuan kelima; hifzh al-mal. Apabila dalam kepustakaan hukum Islam, contoh populer perbuatan melawan tujuan hifdh al-mal ini adalah kejahatan mencuri al-sariqah milik perorangan, maka korupsi sebagai kejahatan mencuri harta milik bangsa dan negara lebih layak lagi untuk dicatat sebagai pelanggaran yang sangat serius terhadap prinsip hifzh al-mal. Korupsi bukanlah pencurian biasa dengan dampaknya yang bersifat personal- individual, melainkan ia merupakan bentuk pencurian besar dengan dampaknya yang bersifat massal-komunal. Bahkan ketika korupsi sudah merajalela dalam suatu negara sehingga negara itu nyaris bangkrut dan tak berdaya dalam menyejahterakan kehidupan rakyatnya, tidak mampu menyelamatkan mereka dari ancaman gizi buruk dan busung lapar yang mendera, maka korupsi lebih jauh dapat dianggap sebagai ancaman bagi tujuan syari’at dalam melindungi jiwa manusia hifzh al-nafs. Dari uraian mengenai korupsi dalam bentuk ghulul dan suap, maka dapat disimpulkan bahwa Islam telah melarang tindakan korupsi baik berbentuk ghulul maupun suap. Walaupun tidak terdapat sanksi dalam bentuk nash qath’i mengenai hukuman bagi koruptor, bukan berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku korupsi. Adapun pelaku yang melalukan korupsi dapat dihukum ta’zir sesuai dengan tingkat kejahatannya. BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN STRATEGI SOSIALISASI FATWA HARAM KORUPSI

A. Strategi Sosialisasi MUI