Latar Belakang Lahirnya Fatwa

E. Lahirnya Fatwa Haram Korupsi

1. Latar Belakang Lahirnya Fatwa

Salah satu kejahatan atau tindak pidana adalah korupsi, yang dalam bentuknya memiliki banyak macam dan jenis. Ironis memang, di Indonesia negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual ini pernah meraih peringkat pertama sebagai Negara terkorup di Asia dan Negara paling lamban yang keluar dari krisis dibandingkan negara-negara tetangganya. Sebagai umat Islam sudah selayaknya kita menangani permasalahan tersebut dilihat dari sudut pandang Islam. Adalah suatu hal yang naif apabila kenyataan ironis di atas ditimpakan kepada Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk. Yang perlu dikritisi di sini ialah orientasi keberagamaan kita yang menekankan kesalehan ritual-formal dengan mengabaikan kesalehan moral-individual dan sosial. Model beragama seperti ini memang sulit untuk dapat mencegah pemeluknya dari perilaku-perilaku buruk, seperti korupsi. Padahal dalam perspektif ajaran Islam, korupsi merupakan perbuatan terkutuk, karena dampak buruk yang ditimbulkannya bagi suatu masyarakat dan bangsa sangatlah serius. 7 Pada masa Orde Baru, kerugian Negara pertahun akibat tindak pidana korupsi rata-rata mencapai Rp. 113 milyar. Dari tahun ke tahun ada kecenderungan jumlah uang Negara lenyap karena korupsi mengalami 7 Irdamisraini, Korupsi Perspektif Pidana Islam, artikel kenaikan. 8 Bahkan sejak Soemitro Djojohadikusumo menyebutkan bahwa telah terjadi kebocoran dana pembangunan antara tahun 1989-1993 sebesar 30, kebocoran tersebut masih terus terjadi hingga kini. Badan Pemeriksa keuangan BPK telah melansir bahwa kebocoran anggaran pada semester 1 Tahun Anggaran TA 2006, atas pengelolaan keuangan negara pada APBN, APBD, BUMNBUMD, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan LPS, menunjukkan tingkat kebocoran uang negara sangat tinggi. Dalam pemeriksaan yang meliputi 59 objek pemeriksaan obrik dengan realisasi anggaran Rp. 2.269.09 triliun ditambah US 28,21 juta, BPK menemukan indikasi kebocoran yang negara sebanyak 3.799 kasus dengan nilai Rp. 78\8,90 triliun ditambah US 27,73 juta. ICW Indonesian Corruption Watch mencatat dan menganalisis tentang trend korupsi di Indonesia 2004-2006. Dari 153 kasus yang terungkap ada tahun 2004, 125 kasus tahun 2005, dan 166 kasus tahun 2006, terjadi peningkatan kerugian negara yang cukup besar mencapai Rp. 14,4 triliun, lebih besar dibandingkan dengan tahun 2004 dan 2005. Suatu hal yang ironis kemudian, mantan Presiden Soeharto ditetapkan menjadi pemimpin negara paling korup sedunia. Berdasarkakn laporan PBB dan Bank Dunia yang dikeluarkan September 2007, total uang yang dikorupsi oleh Soeharto diperkirakan sebesar US 15-35 miliar sekitar Rp. 135-315 triliun. Selain itu berdasarkan laporan KPK diketahui bahwa Indeks Prestasi korupsi di Indonesia dalam empat tahun terakhir mengalami kenaikan dibandingkan dengan negara-negara lain. Lihat tabel berikut: 8 Laden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi; Masalah dan Pemecahannya, bagian pertama, Jakarta: Sinar Grafika, 1992. h.7 Skor korupsi Indonesia mencapai 2,4. Itu sebenarnya menempati urutan ke-130 dari 163 negara. Sebelumnya, pada tahun 2005 IPK Indonesia adalah 2,2, tahun 2004 2,0 serta tahun 2003 1,9. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi di Indonesia masih sangat lambat dan belum mampu membuat jera para koruptor. 9 Gejala umum menunjukkan bahwa tingkat korupsi cenderung berbanding lurus dengan tingkat kemakmuran suatu negara. Indonesia dengan sedikit negara di tingkat regional, serta dengan banyak negara di kawasan Afrika dan Amerika Latin tergolong rawan korupsi dengan indikasi IPK yang buruk. Adapun China dan Thailand merupakan contoh negara yang mengesankan dalam mengubah reputasi negara yang bergelimang korupsi menjadi negara yang rendah korupsinya. India dan Vietnam juga mulai melakukan perbaikan Indeks Persepsi Korupsi IPK di atas diketahui bahwa pada tahun 2006 INDEKS PRESTASI 9 Yogi Suwarno dan Deny Junanto, Strategi Pemberantasan Korupsi. h.95 melalui keinginan politik tinggi dalam mempersempit ruang korupsi. China selama satu dasawarsa terakhir melancarkan perang besar dengan korupsi. Para pejabat yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi tidak segan-segan dibawa ke tiang gantungan. Tindakan ini cukup efektif mengurangi praktek korupsi di kalangan pejabat. Sementara Thailand juga melakukan kampanye pemberantasan korupsi secara serius. Sektor perpajakan dan pengadilan yang dianggap rawan korupsi dan kolusi dijadikan prioritas dalam target kampanye melawan korupsi dan hasilnya mengesankan. Kemajuan dalam kampanye korupsi membawa dampak positif dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kesanggupan membayar hutang luar negeri. Selama lima tahun Thailand mampu mencicil 50 milyar dollar AS utangnya. 10 Kerusakan yang ditimbulkan korupsi menurut Robert Klitgaard berbeda satu jenis ke jenis yang lainnya. Korupsi dapat merusak aturan main, misalnya, dalam peradilan atau sistem hak milik atau sistem perbankan dan kredit, dan dapat menghambat pembangunan ekonomi dan politik. Korupsi yang memungkinkan orang mencemari lingkungan, mengotori sungai atau memungkinkan rumah sakit memeras pasien, dapat menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Sebaliknya, kebiasan memberi uang pelicin untuk mendapat layanan pemerintah dan penyelewengan uang kampanye partai tidak terlalu merusak. 11 Namun menurut Kwik Kian Gie setiap korupsi bersifat merusak. Korupsi yang berawal dari keserakahan materi akan berkembang menjadi 10 Yogi Suwarno dan Deny Junanto, Strategi Pemberantasan Korupsi h.97 11 Robert Klitgaard dkk, Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintah Daerah, Jakarta: Obor, 2002. h. 110 kelainan-kelainan yang sifatnya kebendaan hingga menjurus pada corrupted mind . 12 Intensitas korupsi pada lembaga pemerintahan di daerah-daerah sudah sangat meluas dan sistematis. Berdasarkan hasil penelitian dari Governance Assestment Survey 2006 yang dilakukan oleh kemitraan dan PSKK UGM di 10 Provinsi dan Kabupaten memperlihatkan adanya praktek-praktek korupsi di lembaga pemerintahan. Yang mengherankan dari temuan penelitian tersebut adalah praktik korupsi di lembaga penegak hukum lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga pemerintahan lainnya. Jika demikian sulit membayangkan upaya pemberantasan korupsi akan dapat dilakukan secara efektif jika lembaga penegak hukum yang ada justru lebih besar praktik korupsi. Tidaklah mengherankan jika kemudian survey dari berbagai kalangan selalu menempatkan Indonesia ke dalam urutan negara paling korup di dunia. Hasil survey atau penelitian dari Political and Economic Risk Consultancy PERC pada tahun 2006 menggolongkan Indonesia sebagai negara yang tertinggi tingkat korupsinya. 13 Dalam hal ini Louis Moreno Ocampo menyebut korupsi yang mengakibatkan krisis di segala bidang disebut hypercorruption. Herbert Werlin menyebutnya secondary corruption, yang disamakan dengan kecanduan minuman keras. 14 Namun Apapun definisi yang digunakan, apabila sudah mencapai tingkat hypercorruption akan membawa dampak mematikan. 12 Kwik Kian Gie, Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan , Jakarta: tp, tt. H.7 13 Kwik Kian Gie, Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan Keadilan , h.5 14 Robert Klitgaard dkk, Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintah Daerah, Jakarta: Obor, 2002. h.3 Sayangnya menurut Robert Klitgaard, korupsi jenis inilah yang biasanya kita jumpai dalam tubuh pemerintahan daerah di berbagai negara di dunia. Korupsi sistematis menimbulkan kerugian ekonomi karena mengacaukan insentif, kerugian politik, karena meremehkan lembaga-lembaga pemerintahan, kerugian sosial karena kekayaan dan kekuasaan jatuh ke tangan yang tidak berhak. Apabila korupsi berkembang sedemikian rupa hingga hak milik tidak lagi dihormat, aturan hukum dianggap remeh dan insentif untuk investasi menjadi kacau, maka akibatnya pembangunan ekonomi dan politik akan lumpuh. Korupsi banyak dijumpai di semua negara di dunia, tetapi dampak korupsi di negara-negara miskin cenderung lebih merusak. 15 Kondisi demikian diakui dan dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan UUD No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Bagian - bagian penjelasan UU tersebut menjelaskan bahwa: “...... Mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan kekuasaan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa...” Demikian pula dalam penjelasan UU No.30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan korupsi dinyatakan bahwa: “Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional, tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang sistematis dan meluas juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat Oleh karena itu maka itu tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, 15 Robert Klitgaard dkk, Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintah Daerah h.4 melainkan telah menjadi kejahatan yang luar biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara- cara yang luar biasa”. 16 Sebagai akibat dari masih tingginya korupsi di Indonesia adalah jutaan warga terbelenggu dalam kemiskinan. Data BPS Badan Pusat Statistik mencatat bahwa sejak tahun 1999-2005 telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 47,97 juta 23,23 menjadi 35,10 juta 15,97. Akan tetapi di tahun 2006, berdasarkan hasil SUSENAS 2006, jumlah penduduk miskin justru bertambah menjadi 39.05 juta 17,75 . Dampak lebih jauh, PBB menilai bahwa Indeks Pembangunan Indonesia berada pada urutan 110 dari 173 negara di dunia. Suatu peringkat yang tergolong sangat rendah, hanya satu peringkat di atas Kamboja tetapi jauh tertinggal dibandingkan beberapa negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia dan Singapura. 17

2. Korupsi Dalam Pandangan Ulama