Pengertian Fatwa Syarat-Syarat Pemberi Fatwa Mufti

c. Lembaga Pendidikan Formal sekolah d. Media Massa e. Masyarakat dan Negara f. Agen Lainnya seperti institusi agama, tetangga, lingkungan pekerjaan 29

D. Fatwa

1. Pengertian Fatwa

Menurut bahasa, kata fatwa berasal dari bahasa Arab fatwa yang merupakan bentuk jama’ dari fa-taa-wa yang berarti fatwa atau pendapat resmi atau nasihat. Sedangkan kata afta masdar dari ifta dalam kamus kontemporer Indonesia mempunyai arti pemberian fatwa, yang secara sederhana dimengerti sebagai ‘pemberi keputusan’. Atau juiga bisa diartikan sebagai nasihat yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah daripadanya, baik tingkatan umurnya, ilmu, maupun tingkat kewibawaannya. Sedangkan menurut Istilah terminologi, fatwa adalah menerangkan hukum agama dari suatu persoalan sebagai jawaban pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa mustafi, baik perorangan maupun kolektif, baik dikenal ataupun tidak dikenal. Dalam ilmu ushul fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan seorang mujtahid atau sebagai jawaban yang diajukan peminta dalam suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat. 30 29 www.wikipedia.co.id , Di ambil pada tanggal 01 januari 2010, pukul 21.50 WIB. 30 A. Rahman Ritonga, dkk., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Haeve 1996, h.326

2. Syarat-Syarat Pemberi Fatwa Mufti

Memberikan fatwa ifta bukanlah pekerjaan mudah yang dapat dilakukan setiap orang, melainkan pekerjaan sulit dan mengandung resiko berat yang nanti akan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Hal ini mengingat tujuan pekerjaan tersebut adalah menjelaskan hukum Allah kepada masyarakat yang akan mempedomani dan mengamalkan. Oleh karena itu, seseorang secara moral dan ilmiah harus memenuhi sejumlah persyaratan agar dapat disebut mufti. Menurut ulama ushul fiqih, persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang mufti agar fatwanya dapat dipertanggungjawabkan adalah sebagai berikut: a. Baligh, Berakal, Merdeka b. Adil c. Memenuhi persyaratan seorang mujtahid atau memiliki kapasitas keilmuan untuk memberikan fatwa. Terkait dengan masalah adil bagi mufti, ulama ushul fiqih mengemukakan implikasi dan syarat ini. Menurut mereka ada tiga hal yang harus diperhatikan para mufti dalam kaitannya dengan syarat adil ini. Pertama, sertiap fatwanya harus senantiasa dilandasi oleh dalil , apabila fatwanya itu diambil dari pendapat mujtahid terdahulu, maka ia harus memilih pendapat yang terkuat dalilnya, dan lebih berorientasi pada kemaslahatan. Kedua, apabila mufti tersebut kapasitas ilmiah untuk mengistinbathkan hukum, maka ia harus menggali hukum dari nash dengan mempertimbangkan berbagai realitas yang ada. Ketiga, fatwa itu tidak mengikuti kehendak peminta fatwa almustafi, tetapi atas pertimbangan dan mengikuti dalil dan kemaslahatan ummat. Akan tetapi persyaratan di atas belumlah cukup. Di samping itu juga harus memenuhi beberapa persyaratan lain, seperti mengetahui secara persis kasus yang diminta fatwanya, mempelajari psikologi peminta fatwa, dan masyarakat lingkungannya agar dapat diketahui dampak dari fatwa tersebut dari segi positif dan negatifnya, sehingga tidak membuat agama Allah menjadi bahan tertawaan dan permainan. Dalam MUI, penyusunan fatwa dilakukan oleh Komisi Fatwa MUI. Komisi itu diberi tugas untuk merundingkan dan mengeluarkan fatwa mengenai persoalan hukum Islam yang dihadapi masyarakat. Pada waktu pembentukannya di tahun 1975, komisi Fatwa terdiri dari tujuh anggota, tetapi hal tersebut dapat berubah karena adanya anggota yang meninggal atau terjadi pergantian anggota. Komisi Fatwa mengalami perombakan kepengurusan setiap lima tahun sekali. Adapun ketua komisi Fatwa secara otomatis merangkap sebagai salah seorang wakil ketua MUI. Persidangan-persidangan Komisi Fatwa diadakan menurut keperluan jika MUI dimintai pendapat oleh pemerintah mengenai persoalan-persoalan tertentu tentang hukum Islam. Persidangan semacam itu biasanya di samping ketua dan para anggota komisi, juga dihadiri oleh para undangnan dari luar, baik dari ulama bebas atau ilmuan sekuler yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas. Untuk mengehasilkan satu fatwa biasanya memerlukan hingga enam kali sidang, tetapi adakalanya satu fatwa memerlukan hingga enam kali sidang. Tetapi terkadang juga satu sidang menghasilkan beberapa fatwa. Proses dihasilkannya fatwa dimulai dengan keterangan bahwa komisi telah mengadakan sidang pada tanggal tertentu sesuai dengan adanya pertanyaan yang telah diajukan oleh orang-orang atau badan-badan tertentu. Kemudian dilanjutkan dengan dalil-dalil yang dipergunakan sebagai dasar pembuatan fatwa yang dimaksud. Dalil-dalil tersebut berbeda panjang dan kedalamannya bagi masing-masing fatwa. Dalil bagi kebanyakan fatwa dimulai dari Al- Qur’an hadits serta kutipan naskah-naskah fiqih bahasa Arab. Dalil-dalil menurt akal juga diberikan sebagai keterangan pendukung. Setelah itu barulah pernyataan sebenarnya dari fatwa itu diberikan dan hal itu dicantumkan di bagian akhir. 31

E. Pengertian Korupsi