Korupsi Dalam Pandangan Ulama

melainkan telah menjadi kejahatan yang luar biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara- cara yang luar biasa”. 16 Sebagai akibat dari masih tingginya korupsi di Indonesia adalah jutaan warga terbelenggu dalam kemiskinan. Data BPS Badan Pusat Statistik mencatat bahwa sejak tahun 1999-2005 telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 47,97 juta 23,23 menjadi 35,10 juta 15,97. Akan tetapi di tahun 2006, berdasarkan hasil SUSENAS 2006, jumlah penduduk miskin justru bertambah menjadi 39.05 juta 17,75 . Dampak lebih jauh, PBB menilai bahwa Indeks Pembangunan Indonesia berada pada urutan 110 dari 173 negara di dunia. Suatu peringkat yang tergolong sangat rendah, hanya satu peringkat di atas Kamboja tetapi jauh tertinggal dibandingkan beberapa negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia dan Singapura. 17

2. Korupsi Dalam Pandangan Ulama

Seperti yang telah dijelaskan di awal, berdasarkan modus operandinya, korupsi yang terjadi di Indonesia digolongkan antara lain: suap menyuap, pungutan liar, mark up penggelembungan, kredit macet dan pembobolan perbankan serta penggelapan uang negara. Dalam istilah Islam suap menyuap disebut ar risywah. Pungutan liar juga disebut ar risywah jika dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak. Jika dilakukan dengan paksaan disebut al ghasbu. Mark up penggelembungan dikategorikan penipuan al ghurur, dan pemalsuan data disebut al khiyanah 16 Tim Task Force, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: Naskah Akademis dan RUU, Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2008. h. 4 17 Tim Task Force, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: Naskah Akademis dan RUU, h.6 penyelewengan. Adapun pembobolan bank dan pengelapan uang negara dikategorikan sebagai pencurian baitul mal yang disebut ghulul. Menurut Ibrahim an Nakha’i dalam mausshu’ah fiqhiyah, risywah adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang untuk menghidupkan kebatilan atau menghancurkan kebenaran. Syaikh Abdul Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz mengatakan bahwa risywah adalah memberikan harta sebagai kompensasi pelaksanaan tugas atau kewajiban yang tugas itu harus dilaksanakan tanpa menunggu imbalan atau uang tip. Sementara Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahab memberikan definisi risywah sebagai imbalan yang diambil seseorang atas perbuatannya yang mengaburkan kebenaran dan mengedepankan kebatilan, dan kompensasi yang dinikmati seseorang agar usaha untuk menyampaikan hak orang lain kepada orang yang berkompeten. Artinya seorang hakim tidak akan memberikan kebenaran hak kepada yang berhak, akan tetapi dia diam seribu bahasa tidak berusaha menyelesaikan sehingga diberi suap. 18 Haramnya risywah berdasarkan konsensus, Imam Ibn Hazm meriwayatkan dalam maratib al ijma’ bahwa para ulama umat ini sepakat tentang diharamkannya risywah, baik dalam kasus yang haq maupun daalam kasus yang bathil. Imam Syaukani di dalam Nailul Authar juga meriwayatkan hal yang sama. Begitu juga Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahab. Ia menyebutkan bahwa telah diketahui dari al Qur’an, Sunnah dan Ijma’, fitrah dan akal sehat tentag diharamkannya risywah serta kekejiannya. 18 Abu Fida’ Abdur Rafi’, Terapi penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafs, Jakarta : Republika, 2004. h.1 Imam Abu Hanifah dan Imam Yahya menyebutkan bahwa mengambil suap dan memakannya adalah fasiq. Sedangikan fasiq tidak boleh menjadi hakim dan tidak sah jika membuat keputusan”. Sedangkan Masruq Abu Wail, sgenerasi tabi’in dan Sa’id bin Jubair berkata “jika qadhi hakim menerima suap maka dia dalam kondisi kafir, sedangkan qadhi yang menerima hadiah, maka dia telah memakan uang haram” Ibnu Mas’ud berkata, “risywah dalam hukum adalah kafir, pengetahuan kafir di atas adalah kafir kecil. 19

3. Fatwa MUI Tentang Haram Korupsi