xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah negara berkembang biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang miskin.
1
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
a. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan
pelayanan dasar. b.
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-
masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
1
http:id.wikipedia.orgwikikemiskinancolumn.one.html
xiii
c. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna memadai di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Beragam masalah yang tiada henti-hentinya dihadapan masyarakat, baik masalah individu maupun masalah kelompok-kelompok besar seperti masyarakat yang berada
didaerah Kota Dumai pada khususnya. Kota Dumai ini terletak di Pulau Sumatera, Propinsi Riau. Masyarakat Kota Dumai mayoritas penduduk aslinya adalah Suku Melayu
Riau yang masih berdomisili di tempat-tempat yang jauh dari peradaban kota, sedangkan masyarakat yang ada di kota tersebut kebanyakan penduduk transmigran dari berbagai
tempat. Dalam pengentasan kemiskinan ini banyak kebijakan yang diberikan oleh
pemerintah daerah di berbagai provinsi lainya. Sedikit penulis memberikan gambaran tentang kemiskinan yang ada di Indonesia, seperti Provinsi Gorontalo, Bali dan
Kalimantan Timur. Kebijakan yang dilakukan oleh Gubernur Gorontalo. Dihadapan peserta rapat
Koordinasi Teknis Rakornis di lingkungan Dinas Kesejahteraan Sosial se-Provinsi Gorontalo, Gubernur Fadel Mohammad, menerapkan agar jumlah masyarakat miskin
yang kini masih 20 atau 79.200 KK bisa di minimalisir pada periode lima tahun kedua ini sampai di bawah rata-rata Nasional 16 persen
2
. “Kemiskinan menjadi musuh utama kita harus segera dientaskan dengan berbagai cara, seperti dengan lintas sektor atau
lainnya sehinga kedepan nanti jumlahnya akan berkurang di Provinsi Gorontalo.” Tegas Fadel sambil menambahkan bahwa ke depan nanti Gorontalo akan memiliki sebuah
masterplan kemiskinan.
2
http:www.gorontaloprov.go.idindex.php?option=com_contenttask=blogcategoryid
=5itemid=89.html
xiv
Kondisi kesehatan dan pendidikan masyarakat yang baik memungkinkan masyarakat tumbuh cerdas sehingga dapat mengatasi berbagai persoalan pembangunan.
Fakta yang ada di Gorontalo bahwa masyarakat yang pendapatannya Rp 500 ribu perbulan hanya 4,7 persen, mereka yang pendapatannya Rp 300 ribu perbulan hanya 9
persen, sementara yang pendapatannya Rp 200-300 ribu terbanyak yakni 75,3 persen terakhir yang di bawah itu sebanyak 18 persen, ini menandakan masih harus di carikan
solusi yang lebih bagus. Sementara di provinsi Bali, pengurangan angka kemiskinan di Bali tidak jelas.
DPRD Bali mengkritik startegi Pemprov Bali dalam mengentaskan kemiskinan di Bali. DPRD Bali menilai tidak ada tolak ukur yang jelas dalam upaya tersebut dan perlu
adanya tolak ukur yang jelas dalam mengentaskan kemiskinan di Bali. Ini bertujuan agar mengetahui penurunan angka kemiskinan tiap tahunnya.
Wakil Gubernur Bali I Gusti Ngurah Alit Kelakan berpendapat bahwa pemerintah memiliki target penurunan angka kemiskinan di Bali mencapai 5 per tahun. Kelakan
mengakui kesulitan mengatasi kemiskinan di Bali karena telah bersifat struktural serta kodrat. Kelakan menyatakan akan membuatkan kartu identitas penduduk miskin agar
pemberian bantuan tidak salah sasaran.
3
Berbeda dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Kaltim memasang target tahun 2009 mendatang bisa menekan tingkat kemiskinan di Kaltim yang saat ini
jumlahnya cukup tinggi. Apalagi menurut Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda Kaltim H Sulaiman Gafur, setiap tahun rata-rata tingkat kemiskinan di
Kaltim terus meningkat.
3
http:www.google.comsearch?ie=UTF-8oe=UTF-
8sourceid=navclientgfns=1q=kemiskinan+dibali
xv
Berdasarkan data statistik tahun 2005, dari jumlah penduduk Kaltim yang mencapai 2.957.465 orang, 561.287 orang di antaranya tergolong warga miskin. Kalau
melihat angka ini, tingkat kemiskinan Kaltim mencapai 18,98 persen, sementara bila dilihat dengan nilai rata-rata per tahun, tingkat kemiskinan Kaltim mencapai 3,9 persen
per tahun. Bila di banding provinsi lain Kaltim cukup kesulitan menurunkan angka kemiskinan karena penduduknya sebagian besar adalah pendatang. Bayangkan, dari 3,9
persen, 1,2 persen merupakan penduduk alamiah, sementara 2,7 persen adalah pendatang. Bila pendatang membawa skill mungkin tidak ada masalah, tapi mayoritas mereka tidak
memiliki skill.
4
Kemiskinan di Provinsi Riau
Dari gambaran kemiskinan serta penanganannya dari Pemda masing-masing, Riau juga mempunyai arah kebijakan tersendiri dalam penanggulangan kemiskinan ini.
Dalam hal ini Riau andalkan Program Pemberdayaan Desa PPD untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat desa, PPD terbukti sukses menekan angka
kemiskinan masyarakat desa, karena itu program ini terus jadi andalan mengentaskan kemiskinan. Setiap tahun angka kemiskinan di Riau terus mengalami penurunan secara
signifikan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik BPS, pada 2004 silam Riau diketahui jumlah penduduk miskin sebesar 14,67 persen, 2005 jumlah tersebut mengalami
penurunan menjadi 12,51 persen dan 2007 kembali menurun menjadi 11,20 persen.
5
Hal itu disampaikan Gubernur Riau MA Rusli Zainal dalam pidato tertulis yang dibacakan Asisten III Setdaprov Riau Raja Marjohan Yusuf dalam temu
4
http:www.kaltim.bps.go.idmiskin07.pdf.html
5
http:www.riautoday.html
xvi
konsultasiidentifikasi kebutuhan pemberdayaan masyarakat Se-Sumatera 2008 di Pekanbaru. Menurut Gubernur, penurunan angka kemiskinan tersebut lebih disebabkan
adanya kebijakan pemerintah Riau dalam menanggulangi kemiskinan melalui program K2I yaitu program pengentasan kemiskinan, pemberantasan kebodohan dan peningkatan
infrastruktur. Tahun 2008, arah kebijakan strategis Riau dalam mengentaskan kemiskinan lebih
diarahkan kepada Program Pemberdayaan Desa PPD sebagai gerakan menyeluruh masyarakat dan pemerintah secara terpadu serta berintegrasi, untuk meningkatkan
perekonomian masyarakat miskin di pedesaan, seperti menumbuh kembangkan usaha kecil dan semangat kewirausahaan masyarakat pedesaan. Dalam program ini, lembaga
keuangan non bank atau lembaga keuangan mikro, sangat berperan aktif menggerakkan usaha ekonomi masyarakat di desa, ujarnya.
Apa yang diupayakan dan dilakukan ini, sesuai semangat otonomi daerah sebagaimana Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,
dengan menumbuhkan prakarsa dan kreativitas serta peran serta masyarakat. Dengan kata lain, dapat ditegaskan bahwa setiap upaya yang dilakukan dalam
rangka pemantapan dan penguatan otonomi daerah, adalah suatu upaya yang akan memberikan dampak positif secara langsung untuk terciptanya upaya pemberdayaan
masyarakat, dan setiap upaya pemberdayaan masyarakat tersebut, adalah bagaimana langkah-langkah yang secara langsung akan mendukung bagi pemantapan dan
peningkatan ekonomi daerah, sebagaimana yang diselenggarakan hal ini sangat penting artinya bagi upaya pemerintah di daerah untuk melakukan langkah-langkah yang
bersinergi dan sinkronisasi melalui kegiatan-kegiatan dan program pemberdayaan masyarakat.
xvii
Keterkaitannya dengan masalah ekonomi pun sangat rentan, apalagi tentang Kemiskinan yang pada saat ini menjadi salah satu Peraturan Daerah Riau yang membahas
tentang “Pengentasan Kemiskinan, Kebodohan dan Ketertinggalan Infrastruktur K2I”. Peraraturan ini belum lama dibuat oleh Pemerintah Daerah Riau dan program ini
dilakukan untuk merubah pola hidup masyarakat primitif menjadi masyarakat modern. Tema ini mungkin sudah banyak referensi atau sudah banyak yang membahas
lebih dalam, akan tetapi tema ini sangat menarik diperbincangkan kembali tentang bagaimana cara atau metode yang akan dilakukan oleh seorang Pengembangan
Masyarakat atau sarjana lulusan dari Pengembangan Masyarakat? Bagaimana memanfaatkan peluang ini menjadi satu titik tempuh yang nantinya akan menjadi batu
loncatan bagi kita? Dan bagaimana Pengembangan Masyarakat mengkaji dan mengkaitkanya kembali kepada budaya yang mereka miliki? Semuanya ini akan menjadi
pembelajaran bagi kita semua. Pesatnya perkembangan sains dan teknolgi dewasa ini, telah membawa
perubahan diberbagai sektor kehidupan masyarakat Melayu Riau. Mulai dari sektor pedidikan, pekerjaan, pergaulan, kehidupan berkeluarga, serta berbagai tatanan kehidupan
mayarakat lainnya. Namun disisi lain tidak dapat dipugkiri bahwa kemajuan sains dan teknologi itu telah menimbulkan virus yang berdampak negatif bagi kehidupan
masyarakat tersebut. Salah satu dampak negatif dari kemajuan itu adalah menjamurnya pemerosotan pendidikan yang mengakibatkan banyak hal, termasuklah Kemiskinan yang
pada saat ini mulai menjamur dari berbagai kalangan masyarakat modern maupun masyarakat primitif.
Kemiskinan merupakan problematika sepanjang zaman. Ini bukanlah masalah baru dalam kehidupan akan tetapi hal ini telah membumi dan selalu hadir dari zaman ke
xviii
zaman dalam paradigma yang berbeda. Permasalahan ini sangat berkaitan antara satu sama yang lain, kemiskinan sebagai faktor kebodohan dan dengan keduanyalah yang
akan menciptakan efek infrastruktur akan sulit dibangun karena pada dasarnya masyarakat kurang memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan di millenium sekarang
ini. Ada banyak hal yang vital untuk diketahui masyarakat dalam pengentaan kemiskinan ini, khususnya masyarakat Riau. K2I ini adalah salah program Gubernur Riau yang pada
saat ini masih hangat untuk diperbincangkan kepada seluruh kalangan masyarakat yang berada di Riau maupun non-Riau, sebab dengan adanya gambaran program seperti ini
akan timbul ide-ide cemerlang di mata Gubernur lainnya untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas masyarakat setempat.
Gubernur Riau ternyata masih belum bisa mengatasi sepenuhnya terhadap program ini karena diperlukan banyak tim untuk menangani hal seperti ini, apalagi
masyarakat yang dikhususkan tersebut berada di daerah yang sulit terjangkau oleh kendaraan. Pada dasarmya masyarakat yang berada diberbagai daerah mengalami
problematika yang sama hanya saja tekhnis yang ditempuh agak sedikit berbeda. Penanganan problem seperti ini akan terkait dengan berbagai kalangan ilmuan lokal
maupun interlokal karena disini sangat mementingkan teori dan praktikum yang luar biasa dan juga terkait dengan adanya pengembangan masyarakat yang dianggap mampu
mengemban serta menjalankan amanat seperti ini.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah