Analisis Program Kebodohan TIJAUAN TEORETIS KEMISKINAN DAN K2I

xxix

BAB II TIJAUAN TEORETIS KEMISKINAN DAN K2I

A. Analisis Program

Analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah penelitian guna meneliti struktur kegiatan tersebut secara mendalam. Kata analisa atau analisis dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan di lapangan untuk memeriksa seberapa pengaruh kegiatan itu dilakukan. Sedangkan program adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Jadi yang dimaksud dengan analisis program adalah suatu kajian yang meneliti tentang kegiatan yang akan dilakukan, baik itu jangka panjang maupun jangka pendek, guna untuk mengetahui sejauh mana kegiatan itu dilakukan.

B. Kemiskinan

1. Definisi Kemiskinan

Pengertian Kemiskinan 13 adalah suatu masalah bisa kita lihat sebagai masalah sosial ataupun personal. Sifat personal atau sosial suatu masalah itu bergantung dari segi cause atau sebabnya. Sebagai contoh, masalah kemiskinan 13 Jalaludin Rahmat, Rekayasa Sosial: Reformasi, Revolusi atau Manusia Besar, h. 60-84. xxx bisa kita lihat sebagai masalah personal atau masalah sosial, bergantung pada penyebabnya. Kalau kita temukan orang itu bodoh karena memang otaknya tidak cerdas, malas atau tinggal di rumah yang tidak kondusif untuk belajar, maka kemiskinan yang disebabkan oleh kebodohannya itu adalah masalah personal. Kemiskinan yang disebabkan oleh apa yang disebut Oscar Lewis sebagai Culture of Poverty budaya kemiskinan seperti kemalasan bekerja, perasaan tak berharga, perasaan tidak memiliki Feelings of Not Belonging, keminderan dan sebagainya adalah masalah personal. Pendek kata, masalah sosial personal adalah masalah yang bermula dari Individual Qualitties kualitas-kualitas individual atau dari lingkungan terdekat. Sebaliknya masalah sosial bermula dari faktor atau lingkungan sosial. Kemiskinan bisa kita pandang sebagai masalah sosial apabila masalah itu kita kaitkan dengan faktor-faktor sosial seperti keadaan ekonomi, resesi atau krisis moneter. Jadi, menurut peneliti, kemiskinan di Indonesia karena sistem sosial yang menindas dan karena kekayaan negara dikuasai oleh segelintir orang. Sebelum dikemukakan kerangka teori yang digunakan, terlebih dahulu perlu dijelaskan siapakah orang miskin dan tolak ukur kemiskinan. Secara umum, yang dimaksud dengan orang miskin dalam buku Planning And Management of Social Sector Programme, didefinisikan sebagai orang yang hidupnya berada dibawah garis kemiskinan, yakni orang yang tertutup baginya xxxi kesempatan untuk mendapatkan nafkah untuk makan dan kebutuhan lainnya seperti pakaian, pendidikan, lapangan kerja dan sebagainya. 14 Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. 15 Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak 16 . Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan poverty line atau batas kemiskinan poverty threshold. Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2.100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan 14 Parsudi Suparlan, Kemiskinan Diperkotaan Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993 Cet ke-2, h. 20. 15 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990, Cet ke-4, h. 365. 16 Departemen Sosial Depsos, Penduduk Fakir Miskin Indonesia Tahun 2002 Jakarta: Depsos, 2002. xxxii atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. SMERU dalam Suharto dkk, 2004. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. 17 Menurut Friedman Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: a modal produktif atau asset tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan, b sumber keuangan pekerjaan, kredit, c organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama koperasi, partai politik, organisasi sosial, d jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa, e pengetahuan dan keterampilan, dan f informasi yang berguna untuk kemajuan hidup. 18

2. Dimensi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan fenomena yang berwayuh wajah. Kemiskinan dapat di bagi kedalam beberapa dimensi: a. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan pengkalah. Pemenang 17 Departemen Sosial Depsos, Penduduk Fakir Miskin Indonesia Tahun 2001 Jakarta: Depsos, 2001. 18 Edi Suharto, Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS LSP-STKS, 2004, h. 6. xxxiii umumnya adalah negara-negara maju. Sedangkan negara- negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi. b. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten kemiskinan akibat rendahnya pembangunan, kemiskinan pedesaan kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan, kemiskinan perkotaan kemiskinan yang sebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan. c. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas. d. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk. 19 Seperti pendapat para ahli kemiskinan merupakan penyakit masyarakat yang sangat sulit untuk dibasmi secara keseluruhan. Apalagi kemiskinan ini sudah tersebar dikalangan masyarakat kota-kota besar serta negara-negara besar juga masih mengalami hal semacam ini. 19 David Cox, “Outline of Presentation on Poverty Alleviation Programs in the Asia- Pacific Region” makalah yang disampaikan pada International Seminar on Curriculum Development for Social Work Education in Indonesia, Bandung: 2004, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 2 Maret, h. 1- 6. xxxiv

3. Strategi Pemerintah Dalam Mengatasi Kemiskinan

Pemerintah Riau pada khususnya harus mempunyai strategi untuk menangani hal semacam ini dengan diadakannya suatu kegiatan positif dan menghasilkan, itu akan berdampak bagi masyarakat setempat, baik itu keterampilan maupun kegiatan yang bisa dimanfaatkan dari apa yang ada di masyarakat, contohnya hasil sumber daya alam yang mereka tempati juga biasa menjadi objek agar masyarakat tidak lagi bersusah payah mencari pekerjaan diluar. Dalam usaha pemerintah ini setidaknya memerlukan 3 tiga komponen utama dalam penanganan masyarakat setempat, yaitu: 1 menggali keahlian sumber daya manusia untuk melaksanakan kegiatanketerampilan, 2 menyediakan tekhnologi modern yang akan digunakan, dan 3 modal keuangan yang cukup besar untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Penanganan pemerintah terhadap masyarakat harus mempunyai pedoman sebelum terjadinya permasalah yang kerap sekali terjadi untuk membackup tiga komponen diatas. Ada beberapa hal yang harus diketahui dan dijaga oleh pemerintah Riau yang nantinya menjadi permasalahan 20 , antara lain: a. Menciptakan transparansi, konsistensi dan akuntabilitas dalam perhitungan dana bagi hasil. b. Kegiatan usaha yang dilakukan berada ditengah-tengah masyarakat daerah agar tidak terjadi benturan kepentingan c. Perangkat institusi pemerintah pusat yang memegang amanah 20 Persatuan Masyarakat Riau Jakarta PMRJ, Lima Kebanggaan Anak Melayu Riau Jakarta: PMRJ, 2005, Cet. ke-1, h. 201. xxxv d. Mengandalkan trickle down effect dari Community Development CD sebagai pembantu e. Community Development CD harus sesuai dengan harapan masyarakat karena pelaksanaan CD bersifat button up bukan top down f. Masyarakat tempatan atau daerah diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan khususnya dalam pengelolahan asset-aset bekas pakai g. Tidak boleh terjadidiadakan pemotongan-pemotongan. h. Tidak boleh diadakan pungutan-pungutan lainnya i. Transparan antara lembaga yang terkait harus ada, sehingga data antara institusi tidak berbeda. Berdasarkan pada identifikasi permasalahan yang ada diatas, maka intervensi yang dilakukan, sebagaimana dijelaskan oleh Adi 2003, sekurang- kurangnya harus meluputi tiga dimensi yaitu dimensi makro kebijakan di tingkat propinsi atau antar propinsi, mikro individu, keluarga dan kelompok kecil serta dimensi mezzo komunitas dan organisasi. Salah satu perubahan mendasar yang harus dilakukan adalah pada strategi pembangunan pada dimensi makro. 21 21 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. h. 333-345. xxxvi

4. Strategi Pemerintah Daerah Riau dalam Pengentasan

Kemiskinan Pelaksanaan pengentasan kemiskinan yang telah berjalan selama lima tahun, telah banyak mengalami perubahan dalam bidang penyelenggaraan pemerintah, pembangunan maupun dibidang kemasyarakatan. Tujuan utama penyelenggaraan pengentasan kemiskinan adalah meningkatkan pelayanan publik publik Service dan memajukan perekonomian daerah. Disamping itu terkandung tiga misi utama dalam pengentasan kemiskinan daerah, yaitu 22 : a Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat b Menciptakan efesiensi dan efektifitas pengelolaan sumberdaya daerah c Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat publik untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan Dengan dilaksanakannya pengentasan kemiskinan sesuai dengan ketiga misi utama tersebut, diharapkan pemerintah memberikan keluasan dalam menentukan arah dan kelanjutan pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang melibatkan peran serta DPRD dan partisipasi masyarakat. Strategi yang digunakan aparatur Pemerintah Daerah Riau dalam mengatasi kemiskinan 23 adalah: a. Meningkatkan kualitas penyelenggara pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan dalam pengentasan kemiskinan yang menuju 22 Ibid., h. 9-11. 23 Ibid., Perda Riau, h. 3.4-3.15. xxxvii arah clean government dan good governance sesuai dengan perkembangan lingkungan dan tuntutan global b. Meningkatkan mutu sumber daya pemerintah agar mampu menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dibidang pengentasan kemiskinan secara lebih profesional, penuh dedikasi, loyalitas, sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen pemerintahan dan pembangunan yang berlaku c. Memantapkan sistem kelembagaan, organisasi dan tatalaksana pemerintahan pada segala jenjang pemerintahan agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki secara efesien, efektif, akuntabel dan transparan d. Memantapkan mutu pelayanan sistem kearsipan pemerintah sebagai sumber pendokumentasian berbagai aktifitas administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam mendata masyarakat miskin di berbagai KabupatenKota e. Memantapkan sistem manajemen perencanaan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan agar lebih taat azas, tepat sasaran, tepat guna dan tepat waktu dalam menjalankan program pengentasan kemiskinan Dengan dilakukannya starategi seperti diatas, masyarakat miskin yang ada di Provinsi Riau semakin lama akan mengalami penurunan sebagai mana yang telah dilaksanakannya program ini selama empat tahun dari tahun 2004 – 2008 secara indikatif akan dapat dilihat dari penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau 0,9 pertahun. xxxviii

5. Strategi Pemerintah Kota Dumai Dalam Pengentasan

Kemiskinan Keberhasilan pelaksanaan pembangunan masyarakat sangat bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakatnya. Pemerintah dan masyarakat harus mampu menciptakan sinegri. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru yang kurang berarti bagi masyarakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya, tanpa peran yang optimal dari pemerintah, pembangunan akan berjalan secara tidak teratur dan tidak terarah, yang akhirnya akan menimbulkan permasalahan baru. Selain memerlukan keterlibatan masyarakat, pembangunan juga membutuhkan strategi yang tepat agar dapat lebih efisien dari segi pembiayaan dan efektif dari segi hasil. Pemilihan strategi pembangunan ini penting karena akan menentukan dimana peran pemerintah dan dimana peran masyarakat, sehingga kedua pihak mampu berperan secara optimal dan sinergis. Pemerintah Kota Dumai menegaskan bahwa usaha pembangunan pedesaan melalui strategi pengentasan kemiskinan perlu didekati dengan berbagai cara yaitu : a. Penggalian potensi-potensi dapat dibangun oleh masyarakat setempat b. Pembinaan teknologi tepat guna yang meliputi penciptaan, xxxix pengembangan, penyebaran sampai digunakannya teknologi itu oleh masyarakat pedesaan c. Pembinaan organisasi usaha atau unit pelaksana yang melaksanakan penerapan berbagai teknologi tepat guna untuk mencapai tujuan pembangunan d. Pembinaan organisasi pembinapendukung, yang menyambungkan usaha pembangunan yang dilakukan oleh individu-individu warga masyarakat pedesaan dengan lembaga lain atau dengan tingkat yang lebih tinggi kota, kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional e. Pembinaan kebijakan pendukung, yaitu yang mencakup input, biaya kredit, pasaran, dan lain-lain yang memberi iklim yang serasi untuk pembangunan

C. Kebodohan

Menanggulangi ketertinggalan sumberdaya manusia, kebodohan sebagai cerminan dari rendahnya mutu sumberdaya manusia dan rendahnya sumberdaya manusia memunculkan stigma “bermarwah rendah”. Hal tersebut disebabkan oleh karena kebodohan adalah merupakan faktor causa prima dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, sehingga individu ataupun kelompok masyarakat yang mengalami kondisi ini akan selalu mengalami objek pembangunan dan sangat terbatas kemampuannya untuk menjadi subjek yang berperan secara aktif dalam pembangunan. Rendahnya mutu sumberdaya manusia Dumai ditandai dengan cukup besarnya jumlah penduduk yang berusia 10 tahun keatas yang pada tahun 2007 tidak memiliki ijazah xl sekitar 24,48 dan 30,43 berijazah tinggi Sekolah DasarMadrasah Ibtidaiyah. Sementara itu yang berijazah pendidikan tertingginya Diploma I. II sekiatar 0,57, Diploma III sekitar 0,87 dan yang berijazah SI hanya sekitar 1,69. 24 Kondisi tersebut telah menyebabkan rendahnya kemampuan dalam menyerap kemajuan tekhnologi dan memnikmati hasil-hasil pembangunan termasuk mempersiapkan diri dalam meningkatkan daya sain dibidang ketenaga kerjaan. Instrumen kebijakan pada pembangunan bidang peningkatan sumberdaya manusia, mutlak dilakukan untuk 5 tahun mendatang, mengingat bahwa tingginya tingkat mutu sumberdaya manusia adalah merupakan cerminan dari tingkat peradaban dan martabat manusia atau kelompok masyarakatnya. Untuk itu harus terdapat upaya kongkrit untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia secara merata, adil dan terjangkau dan mudah dimanfaatkan oleh seluruh lapisan dan golongan masyarakat Dumai. Berbagai kendala yang menghambat masyarakat untuk mengakses dunia pendidikan umum dan kejuruan, harus diminimalisir dan pada akhirnya dihilangkan. Oleh karenanya pada masa 5 tahun mendatang Pemerintah Daerah Riau memprioritaskan dan mengedepankan berbagai kebijakan bidang pendidikan yang dapat menjamin terwujudnya kemudahan dalam mengakses pendidikan yang berkualitas pada semua jenjang terutama jenjang pendidikan dasar dan lanjutan oleh segenap lapisan dan golongan masyarakat, terutama bagi golongan masayarakat miskin dan suku terkebelakang dalam suasana agamis. 24 Ibid., Dumai Dalam Angka “Dumai In Figures” 2007. xli

D. Infrastruktur