Pola makan Karakteristik Individu

Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 merasa ngantuk. Obesitas juga sering ditemukan pada berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan masalah osteoritis. Sering juga ditemukan kelainan tubuh pada penderita obesitas, seseorang yang obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efesien dan mengeluarkan keringat yang banyak. Gejala obesitas dapat ditemukan pada penderita edema pembengkaan akibat penimbunan jumlah cairan di daerah tungkai dan pergelangan tangan. Menurut Wirakusumah 1994, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kelebihan berat badan atau obesitas. Obesitas disebabkan oleh dua faktor utama yaitu makan melebihi porsi yang diperlukan tubuh dan penggunaan energi yang rendah atau kombinasi keduanya. Beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya obesitas adalah : pola makan, karakteristik individu, hereditas, psikologis, aktivitas fisik, dan gaya hidup.

a. Pola makan

Konsumsi makanan yang berlebihan terutama mengandung karbohidrat dan lemak akan menyebabkan jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh tidak seimbang dengan kebutuhan energi. Kelebihan energi ini di dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak yang lama kelamaan akan mengakibatkan obesitas. Di tambah kebiasan yang tidak benar sehingga memacu seseorang dapat menjadi gemuk. Kebiasaan ini antara lain sering mengkonsumsi makanan kecil yang penuh kalori atau sering di beri istilah ”ngemil”. Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009

b. Karakteristik Individu

Karakteristik individu secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya obesitas, yaitu : umur, jenis kelamin, faktor sosio budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan.

1. Umur dan Jenis Kelamin

Persentase lemak tubuh meningkat dengan meningkatnya umur, biasanya mulai antara umur 20 – 30 tahun Harjadi, 1986. Bila dibiarkan usia 45–60 tahun sering menjadi usia kritis, karena pada usia ini penyakit-penyakit seperti jantung, Diabetes Melitus dan lainnya mulai menggoroti tubuh terutama pada orang-orang yang obesitas Wirakusumah, 1994. Hasil penelitian di Austria menemukan bahwa kejadian obesitas banyak terjadi pada umur diatas 40 tahun dibanding dengan umur kurang dari 40 tahun Suyono, 1994. Apabila dilihat dari jenis kelamin, prevalensi obesitas sering terjadi pada perempuan dari pada laki-laki Garrow, 1993. Perempuan mempunyai lebih banyak sel lemak dari pada laki-laki perkilogram berat badan. Hal ini disebabkan karena pada perempuan lemak tubuh diperlukan untuk fungsi reproduksi, dimana pada perempuan disaat kekurangan makanan perempuan dapat menjaga reproduksi dengan menggunakan cadangan lemak yang ada. Garrow 1993 menyatakan bahwa prevalensi obesitas meningkat terus sampai pada umur 50 tahun untuk laki-laki, dan perempuan sampai untuk umur 65 tahun. Disamping itu juga studi di beberapa negara prevalensi gizi lebih dan obesitas, pada laki-laki cenderung meningkat pada umur 45-55 tahun dan menurun sesudah Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 umur 55 tahun. Sedangkan pada perempuan prevalensi gizi lebih dan obesitas cenderung naik sesudah monopause. Pada umur yang sama rata-rata IMT perempuan sebelum monopause biasanya lebih rendah dibanding rara-rata IMT laki-laki. Akan tetapi secara umum prevalensi gizi lebih dan obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki WHO, 1995.

2. Faktor Sosio Budaya

Kebudayaan suatu keluarga, kelompok masyarakat, negara atau bangsa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap apa dan bagaimana penduduk makan atau dengan kata lain, pola kebudayaan mempengaruhi orang dalam memilih pangan. Hal ini terlihat dari adanya beberapa jenis makanan tertentu yang mempunyai nilai lebih dalam masyarakat dan bila seseorang mengkonsumsi makanan tersebut maka akan meningkatkan prestisenya dalam masyarakat. Dimana terkadang makanan tersebut kurang mengandung nilai gizi atau mungkin mengandung nilai gizi yang cenderung berlebihan yaitu protein dan lemak yang tinggi yang akan mempengaruhi terjadinya obesitas. Selain itu ada beberapa jenis makanan tradisional dari suatu suku tertentu yang mengandung lemak tinggi, misalnya suku Minang yang makanan tradisionalnya banyak bersantan sehingga konsumsi lemak masyarakat menjadi sangat tinggi dan kemungkinan obesitas akan semakin meningkat dalam masyarakat Irawati, 2000.

3. Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena tingkat pendidikan yang lebih Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya konsumsi makanan yang lebih baik. Sering masalah gizi timbul disebabkan karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang gizi yang memadai Berg, 1997. Pengetahuan tentang makanan sehat sering kurang dipahami oleh golongan yang tingkat pendidikannya kurang. Mereka lebih mementingkan rasa dan harga dari pada nilai gizi makanan. Sebaliknya sekalipun kurangnya daya beli merupakan halangan utama tetapi sebagian masalah gizi akan dapat diatasi kalau orang tahu bagaimana memanfaatkan semua sumber yang ada. Huttaway yang dikutip Powers 1980 dalam Mourbas 1997 mengatakan bahwa pada tingkat pendidikan yang lebih dari SLTA ternyata berhubungan dengan rendahnya berat badan dan kejadian kegemukan. Selanjutnya Sutedjo 1994 juga menemukan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dan IMT. Tetapi sebaliknya Mayer yang juga di kutip oleh Powers 1980 menemukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan gizi lebih.

4. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan salah satu faktor secara yang tidak langsung dapat menyebabkan obesitas terutama pekerjaan yang tidak terlalu memerlukan aktivitas fisik yang berat. Penelitian yang dilakukan oleh Putra G di Surabaya menyatakan bahwa penderita obesitas terbanyak mempunyai pekerjaan sebagai PNS 24,6 dan yang paling rendah adalah buruh 5,4. Nelvin Silitonga : Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Orang Dewasa Yang Mengalami Obesitas Dari Keluarga Miskin Di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 Aktivitas fisik diperlukan utnuk membakar energi di dalam lemak tubuh. Apabila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik akan memudahkan seseorang menjadi gemuk Mursito, 2003.

5. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan sangat berpengaruh terhadap konsumsi energi. Seseorang yang mempunyai pendapatan perbulan yang tinggi akan mempunyai daya beli yang tinggi pula sehingga memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih berbagai jenis makanan. Adanya peluang tersebut mengakibatkan pemilihan jenis dan jumlah makanan tidak lagi didasarkan pada kebutuhan dan pertimbangan kesehatan, tetapi lebih mengarah kepada pertimbangan prestise dan rasa makanan yang enak, misalnya jenis fast food. Biasanya makanan tersebut mengandung protein dan lemak tinggi, sehingga pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi energi yang berasal dari lemak serta protein yang tinggi. Tingginya konsumsi energi terutama yang berasal dari lemak akan berpengaruh terhadap terjadinya obesitas Padmiari, 2001.

c. Hereditas Faktor Keturunan