Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
insubordinasi, Kau dikorbankan.”Kaubisa menjadi siapa saja dalam dunia kepalsuan ini. Alias Batu Noah Gultom, alias Roni Damhuri, atau mungkin
Lalat Merah. Tetapi, bagiku Kau tetap saja si Bodoh yang dalam langkah sudah kehilangan ster. Tidak Wogu, Kautetap Batu August Mendrofa. Putra
Nias, sahabat yang aku tak ingin celakai. Aku menjaga kerahasiaan identitasmu agar permainan ini berjalan sebagai mana mestinya.”
Ini bukan pemberitahuan yang mengejutkan. Roni Alias Batu telah menyadarinya sejak kegagalannya operasi di Kampong Walang. Parada
Gultom masih berhubungan dengan Attar Malaka alias Kalek. Kepergiannya ke Maluku waktu itu pasti untuk bertemu dengan Kalek. Mungkin pada
pertemuan itu Parada bercerita tentang wartawan yang dia tugaskan menyelidiki kasus pembunuhan berantai. Kalek bisa mengungkapkannya
identitasnya, tetapi tidak menceritakannya kepada Parada. Parada telah diamankan, tetapi bodohnya, saat itu dia tidak memperhitungkan
kemungkinan terungkapnya identitas.
“Apa Kau mengharapkan ucapan terima kasih dariku? Batu tidak kalah. “Bagaimana kalau ciuman bibir yang mesra?” Kalek meladeni dengan
gurauan. “Aku hanya salah perhitungan. Seharusnya, aku juga memperhitungkan
pengaruh orang-orang lamamu di Indonesiaraya. Parada Gultom ah, pasti juga Gatot...”
Kalek tidak menanggapinya. Dia hanya tertawa kacil sambil memainkan boneka monyet tanpa kepala pada gantungan kunci.”halaman : 482-483
Jadi, Kalek dan Batu adalah detektif dalam novel ini karena sama-sama
berperilaku yang sama yaitu ingin memecahkan misteri.
4.3.3 Pengungkapan Misteri Keberadaan Mayat atau Orang yang Terbunuh
Dalam novel Rahasia Meede ini dikisahkan bagaimana Batu sebagai intelejen
yang juga berprofesi sebagai wartawan Indonesiaraya mencoba memecahkan misteri kematian orang-orang yang memiliki ciri-ciri yang sama yaitu nama
tempat para korban terbunuh diawali huruf “B”. Hal ini dapat dilihat pada kutipan teks berikut.
“Raungan vespa Gultom terdengar di bawah. Satu-satunya kedisiplinan yang masih tersisa pada lelaki Batak itu adalah dua kali raungan gas setelah
persneling netral vespanya. Tidak pernah lewat dari dua raungan, setelah itu mati. Dia bisa datang kapan saja, tentu setelah dia pergi ke mana saja.
Datang untuk memastikan perbaikan dan penempatan berita dalam dua puluh dua halaman Indonesiaraya.
Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
“Sudah lama Kau?”sapanya tanpa berdosa. “Nyaris aku jadi bujang lapuk menunggu Abang.” Batu mengungkapkan
kekesalannya dengan canda. “Ah Kau ini…..”Parada Gultom merapikan tumpukan kertas dan
dokumen yang berserakan di mejanya. “Jadi apa yang Kaudapatkan, Cok?” Sesuatu yang Abang tunggu-tunggu.”
“Jangan Kau berputar-putar. Danau Toba tak cukup dikitari dalam tempo sehari.”
“Dugaan Abang tampaknya kali ini benar.” “Apa yang Kaumaksud?”
“Pembunuhan berantai dengan pelaku tunggal, itu yang mungkin terjadi.” “Orang-orang penting itu?”
“Ya.” “Horas?”
Kerak Jalanan Jakarta yang memoles wajahnya seolah-olah memuai,
menyatu dengan debu ventilasi. Wajah Parada Gultom berubah menjadi berbinar.
“Jadi, kesamaan huruf awal B pada lokasi penemuan mayat bukan sebuah kebetulan?”
“Mungkin bukan, Bang.” “Bah, mungkin? Kaubilang ini positif pembunuhan berantai. Macam pula
kau, Cok?” “Sabar, Bang. Mendaki Gunung Sinabung meski lewati Brastagi, kalau tak
ingin bunting meski berhati-hati.” Ceritalah Kau, cok.”
Batu Noah Gultom mengikuti petunjuk Parada. Setelah kembali dari Boven Dogoel, dia memaku diri di Trunojoyo, Markas Besar Republik Indonesia.
Sabar menunggu, tembok bisu akhirnya bersuara. Gunjingan yang tidak akan pernah didapatkan oleh wartawan lain. Setidaknya hingga bisikan itu
disuarakan oleh Indonesiaraya. “Bocoran dari kawan dekat kita di Trunojoyo. Benar, polisi telah
mendapatkan petunjuk, tetapi tidak terburu-buru mengungkapkannya kepada publik. Ini akan menjadi horor nantinya. Kematian mengintai elite Jakarta.”
“Mereka mendapatkan motifnya?” Parada memotong tidak sabar. “Belum, tetapi petunjuk bang. Ini akan menjadi cerita luar biasa sebab
pembunuhnya meninggalkan pesan. Lain dengan modus pembunuhan orang penting yang pernah terjadi di Indonesia. Biasanya dilakukan dengan tertutup,
menggunakan racun dan sekondannya. Paling berani mendesain kecelakaan maut. Tapi, ini sungguh berani.”
“Jangan Kau berbelit-belit. Aku tidak terpukau dengan cerita yang didramatisir.”
“Kita lupakan dulu masalah huruf B, Bang, “Batu mendekatkan kursinya ke meja, seolah-oleh dinding ruangan ini akan memantulkan suaranya ke luar
ruangan. “Empat pembunuhan, empat keluarga menerima sebuah pesan pendek lewat surat yang diposkan.”
“Sebelum kematian orang-orang itu?”
Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
“Entahlah. Aku belum menyelidiki sejauh itu.” “Tapi Kautahu isi pesannya, kan?” Parada takut kecewa, jangan sampai ini
cuma bocoran biasa yang didapatkan kapan saja. “Ya”
“Puji Tuhan. Buruan Cok, Kauceritakan” “Keluarga haji Saleh Sukira menerima pesan ‘peribadatan tanpa
pengorbanan’, keluarga Nursinta Tegarwati menerima pesan ‘politik tanpa etika’ sedangkan keluarga Santoso Wanadjaya menerima pesan ‘perniagaan
tanpa moralitas’…..”
“Dan keluarga JP Surono?” “Kakayaan tanpa kerja keras”
“Itu saja?” “Ya . hanya itu. Sebuah pesan pendek, tidak ada penjelasan lain. Tulisan
itu dibuat dengan mesin tik.” Parada Gultom terpaku diam. Dalam hati perasaannya membuncah-
bundah. Sebuah berita.” halaman :215-218 Sudah empat orang yang terbunuh dengan cara yang misterius. Kematian
mereka ini rupanya ada kaitannya dengan Mahatma Gandhi yang membagi tujuh dosa sosial.
“Adakah masing-masing pesan itu terkait satu sama lain?” Tanya Parada. “Ya.”
“Kau yakin?” “Tentu, Bang.”
“Jadi, apa yang mengaitkannya satu sama lain?” “Young India, 22 Oktober 1925.”
Dingin, memukau. Kecerdasan Batu Noah Gultom akan membuat setiap wanita pecinta ilmu jatuh hati. Wajah belasteran Portugis Bataknya tenang
menyampaikan. Parada Gultom menahan diri untuk tidak kesurupan. Anak pungutannya ini benar-benar cerdas.
“Aku tidak mengerti, coba Kaujelaskan tuntas, Cok.” “Young India adalah dwimingguan yang terbit setiap hari Rabu dan Sabtu.
Pesan-pesan itu dimuat di Young India pada tanggal 22 Oktober 1925.” “Siapa yang menuliskannya?”
“Mohandas Karamchand Ghandhi. Sang Mahatma, Jiwa Agung, Gandhi. Mahatma Gandhi”
“Nah apa pula itu? Tulisan Gandhi di tahun 1925 jadi pesan kematian di Jakarta puluhan tahun kemudian?”
“Sebenarnya masih ada tiga pesan lagi, Bang, yaitu ‘pengetahuan tanpa karakter’, ‘sains tanpa humanitas’, dan ‘kesenangan tanpa nurani’, Gandhi
menyebutnya dengan istilah tujuh dosa sosial,” jelas Batu, yang lagi-lagi datar dingin, dan memukau.
“Alamak artinya, masih ada tiga orang penting lagi yang akan terbunuh?”
Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
“Atau telah dibunuh, Bang.” “Maksud Kau apa?”
“Kepolisian Maluku baru saja mengangkat sesosok jasad dari sumur tua keramat di Banda Besar, parigi tua Lonthor Subuh hari tadi”
“Mayat siapa?” “Doktor Nano Didaktika, seorang peneliti partikelir. Kita semua
mengenalnya.” “Sains tanpa humanitas?” Parada langsung menebak kemungkinan pesan
yang akan diterima keluarganya. halaman : 215-219 Setelah pembunuhan yang kelima, ada lagi pembunuhan terhadap Suhadi,
pemimpin ANRI yang menjadi puncak pengungkapan misteri keberadaan mayat atau orang yang terbunuh. Dengan begitu terpecahkanlah siapa dalang dari
pembunuhan terhadap mayat-mayat itu. “Siapa yang melakukannya?”
“Hanya satu orang di seantero negeri ini yang mencintai Hatta dan Gandhi, tetapi punya potensi melakukan kekerasan sebesar pesan perdamaian yang
dibawakan oleh Hatta dan Gandhi. Melati Putih Kau pasti mengenalnya.” “Melati Putih?”nama itu seperti akrab di telinga Batu.
“Operasi Pidie, Dan.” Dari balik kemudi, Raudal bersuara. Batu langsung terperanjat tidak percaya. Laki-laki itu adalah legenda sandhi yudha. halaman
:632 Walaupun bukan Batu yang mangungkapkan misteri ini, tetapi Batu berusaha
mencari jawaban dari misteri pembunuhan tersebut. Jadi Batu tetap berperan sebagai detektif disini, hanya saja dia dibantu oleh Kalek temannya. Selain
pembunuhan berantai ini, ada satu lagi mayat yang masih misterius yang dipecahkan misterinya oleh Batu dan Kalek. Kalek disini juga sebagai pemecah
kasus membantu Batu. “Aku ingin mendengar lagi cerita tentang mayat yang Kalian temukan di
dalam rongga bawah tanah itu. Mayat seperti apa yang Kalian temukan?” Kalek tidak ingin memenjarakan Robert dalam buka.
“Kulit putih,” Robert menjawab pendek. “Anda pernah bercerita pada Gatot bahwa ada tulisan darah di belakang
mayat. Apa kalimat dalam tulisan itu?” “Nederland zal herrijzen. Leve de koningin….”
Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
“Kesimpulan tentang mayat itu?” potong Kalek. “Mungkin seorang serdadu KL koninlijk leigers; tentara kerajaan.
Dibunuh pada saat Jepang masuk. Kami telah mendiskusikannya. Nederland zal herrijzen, kata-kata itu diucapkan Gubernur Jenderal Tjarda setelah
Jerman menginvasi Nederland, “ Robert teringat perdebatan mereka bertiga seputar mayat itu. Rafael yang memenangkannya.
“Anda salah besar.”Tanpa diduga, Kalek membantah cerita Robert. Gatot dan Galesong ikut kaget mendengarnya.
“Kenapa?” Robert penasaran. “Laki-laki ini tewas pada tanggal 24 Januari 1950. bahkan, aku tahu siapa
nama mayat ini.” “Aku tidak percaya.”
Jawaban pribumi itu terdengar mengada-ada di telinga Robert. Mereka bertiga telah memperhitungkan semua kemungkinan. Mengukur semua yang
bias diukur. Teori mereka seharusnya sulit untuk dibantah. Apalagi untuk pribumi yang belum pernah turun ke bawah. Kalek menatap dua kawan
setannya. “Ini bagian yang belum aku ceritakan pada Kalian.” Galesong dan Gatot seketika mendekat.
“Dia bernama Jan Timmer Vermeulen. Apakah nama itu mengingatkan Anda pada seseorang?” halaman: 545-546
Di sini Batu tidak ikut, tetapi Kaleklah yang memecahkan misteri mayat yang tinggal tulang belulang itu. Jadi Kalek juga termasuk detektif di sini.
4.3.4 Pengungkapan Misteri Penyerangan Dan Pembunuhan