Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
“Kesimpulan tentang mayat itu?” potong Kalek. “Mungkin seorang serdadu KL koninlijk leigers; tentara kerajaan.
Dibunuh pada saat Jepang masuk. Kami telah mendiskusikannya. Nederland zal herrijzen, kata-kata itu diucapkan Gubernur Jenderal Tjarda setelah
Jerman menginvasi Nederland, “ Robert teringat perdebatan mereka bertiga seputar mayat itu. Rafael yang memenangkannya.
“Anda salah besar.”Tanpa diduga, Kalek membantah cerita Robert. Gatot dan Galesong ikut kaget mendengarnya.
“Kenapa?” Robert penasaran. “Laki-laki ini tewas pada tanggal 24 Januari 1950. bahkan, aku tahu siapa
nama mayat ini.” “Aku tidak percaya.”
Jawaban pribumi itu terdengar mengada-ada di telinga Robert. Mereka bertiga telah memperhitungkan semua kemungkinan. Mengukur semua yang
bias diukur. Teori mereka seharusnya sulit untuk dibantah. Apalagi untuk pribumi yang belum pernah turun ke bawah. Kalek menatap dua kawan
setannya. “Ini bagian yang belum aku ceritakan pada Kalian.” Galesong dan Gatot seketika mendekat.
“Dia bernama Jan Timmer Vermeulen. Apakah nama itu mengingatkan Anda pada seseorang?” halaman: 545-546
Di sini Batu tidak ikut, tetapi Kaleklah yang memecahkan misteri mayat yang tinggal tulang belulang itu. Jadi Kalek juga termasuk detektif di sini.
4.3.4 Pengungkapan Misteri Penyerangan Dan Pembunuhan
Dalam novel Rahasia Meede ini, Batu sebagai detektif juga memecahkan misteri penyerangan yang dilakukan Benny dan Darlip, petugas Dinas
Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta kepada tiga orang peneliti dari Belanda tersebut. Misteri penyerangan dan pembunuhan terpecahkah ketika
Robert berada di tangan Gatot. Gatot sendiri adalah anggota Kalek, dan secara otomatis Kalek mengetahui apa yang terjadi dengan Robert dan kawan-kawannya
itu. “Robert Stephane Daucet, apakah laki-laki Belanda itu baik-baik saja?”
masih ada satu ganjalan dalam pikiran Batu. “Dia aman bersama kami. Jika dia keluar, maka jejaknya akan cepat
tercium. Darmoko akan membinasahkannya. Dia satu-satunya saksi pembunuhan keji yang dilakukan oleh Benny dan Darlip.”
Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
“Jadi, apa rencanamu? Atau Kau ingin menjadikannya seperti Teraklasau?”
“Entahlah. Aku belum berpikir sejauh itu.” halaman:635 Kemudian ada lagi penyerangan dan pembunuhan yang dialami oleh Cathleen.
Pada bab yang lalu sudah dijelaskan bagaimana penyerangan dan pembunuhan tersebut. Walaupun Cathleen tidak mati, tetapi dia sudah berada diambang
kematian. Pada saat ini, Kalek dan Batu mencoba menolong Cathleen dan mencoba memberangus komplotan yang sudah menyakiti Cathleen.
“Aku akan membunuhmu, Setan” Teriak Batu memancing yang lain keluar. Keringat dingin menetes di sela dahi Darmoko. Dia tidak menduga
akhirnya akan begini. “Kalau begitu, gadis ini juga akan mati”
Suara itu berasal dari ruangan di seberang tangga. Kalek cepat mengarahkan senter ke sana.
Cathleen masih hidup. Tangannya terikat dengan mulut tersumpal kain. Di belakangnya, Benny menodongkan sepucuk pistol. Berjarak setengah lengan,
Suryo Lelono berdiri di samping. Batu menyeret tubuh Darmoko mendekati Benny. Hanya berjarak dua
meter mereka saling tatap. Laki-laki inilah yang bertanggung jawab terhadap proses interogasi Parada. Dia yang telah membunuh Parada. Perhitungan
harus diakhiri malam ini.” halaman: 656
4.3.5 Pengungkapan Misteri Penculikan Dalam bab sebelumnya diceritakan adanya beberapa tindak kejahatan
penculikan oleh beberapa oknum kepada beberapa tokoh seperti penculikan Parada Gultom oleh kelompok yang sepertinya dari aparat negara. Penculikan ini
sendiri merupakan misteri yang harus dipecahkan oleh Kalek. Penculikan ini sendiri didalangi oleh Batu sendiri sebagai detektif karena ingin memecahkan
misteri penculikan Cathleen yang dilakukan oleh Kalek. Jadi, pada posisi seperti ini kedua orang itu menjadi penjahat dan sekaligus menjadi seorang detektif bagi
Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
yang lain. Dalam novel Rahasia Meede ini diceritakan tindak kejahatan
penculikan Parada Gultom oleh aparat negara yang tak lain adalah Batu sendiri. “Sekarang, Kau mau bilang apa lagi, macan sirkus?” Kalek membuang
ludah. “Apakah Kau lebih beradab daripada aku? Kalau Kau bekerja untuk republik, kenapa negaramu melegalkan penyiksaan warga sipil hingga maut
nyaris menjemputnya? Kalau Kau memang manusia, kenapa otakmu tidak sanggup menyimpan uluran tangan menggenggam simpati? Ah ya, Kau tidak
lebih dari primata yang mengandalkan insting dengan jalan pintas penyiksaan.”
“Kalek, tentang Parada, semua itu berada di luar…” Batu coba membela diri.
“Iblis yang mempekerjakanmu tentu memuji setinggi langit sandiwara lima bulan yang Kaulakukan di Indonesiaraya. Sekarang semuanya telah
membuahkan hasil.” “Cukup hentikan. Kalau Kau ingin memuaskan diri, aku sediakan untuk
bergumul,”Batu menahan geram. “Tanpa senjata dan seragam?”
“Ya.” “Kau tak sanggup menghadapiku. Macan sirkus hanya bisa mengaum,
taringmu telah dicabut untuk dijadikan kuku garuda.” Kalek terlihat puas. Dia berhasil merusak suasana hati Batu. Oke, kita lupakan saja Parada. Mari kita
selesaikan urusan kita malam ini.”halaman:554 Setelah beberapa saat kemudian baru Batu mau melepaskan Parada Gultom
yang diculik oleh Batu. Kemudian Batu sendiri pun sebagai penculik yang menyamar menjadi wartawan dan juga intelejen bergidik ngerih melihat jasad
Parada yang sangat mengenaskan. Dia tidak menyangka bila interogasi dari atasannya yang begitu berat.
“Batu berdiri mengambil jarak. Perasaannya campur aduk. Ada keinginan untuk mendekat, tetapi ketakutan melebihi ketegarannya. bagaimana kalau
tiba-tiba Parada buka mata? Dia tidak akan berani membalas tatapannya. Dia merasa terhakimi di dalam ruang ICU ini. Tetapi tidak, dia sama sekali tidak
terlibat dalam proses interogasi. Tugasnya hanya satu, mendapatkan Attar Malaka. Dia tidak terlibat. Dia hanya memberi analisis mengenai
kemungkinan hubungan Parada dengan Attar Malaka. Tetapi dia tidak membayangkan upaya sejauh ini. Dia tidak menginginkannya, tetapi
kenyataannya, semua itu terjadi.”halaman:497- 498
Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
Misteri ini akhirnya dipecahkan sendiri oleh Batu di akhir cerita dengan cara membekuk si tersangka yang tidak lain adalah atasnnya.
“Batu menyeret tubuh Darmoko mendekati Benny. Hanya berjarak dua meter mereka saling tatap. Laki-laki inilah yang bertanggung jawab terhadap proses
interogasi Parada. Dia yang telah membunuh Parada. Perhitungan harus diakhiri malam ini.” halaman: 656
Selain terpecahkannya misteri penculikan Parada, satu lagi pengungkapan misteri penculikan Cathleen dan Lusi. Pada posisi ini Kalek menjadi orang yang
menculik dan Batu sebagai detektifnya. Dalam penyelidikannya Batu menyamar menjadi pedagang mutira yang mencari mutiara bibir emas. Dia bersama
anggotanya menyamar, supaya identitas mereka tidak dikenali oleh orang-orang Kalek.
“Tiram bibir emas atau Pictada Maxima banyak dibudidayakan pada beberapa pulau di gugus Kepulauan Banda ini. Roni ingin mendapatkan yang
terbaik. Jenis mutiara bibir emas yang tidak mungkin digantikan oleh mutiara lain sejenis.”halaman:339
Pernyataan Batu alias Roni ini bukan ingin mencari mutiara yang sesungguhnya, tetapi ia ingin mencari dan menangkap dalang dari penculikan
Cathleen dan Lusi. Hal ini tampak ketika mereka sudah merencanakan penangkapan terhadap Kalek dan kawan-kawannya.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan, Bos?” Irvan memotong pembicaraan. “Kita akan mengambil mutiara tidak pada musim panen. Mutiara bibir
emas akan kita dapatkan malam ini. Semoga tiram lain membuka diri. Aku tidak ingin gagal seperti di Makassar.”
Roni menatap para pemburu mutiara satu per satu. Tidak ada tanggapan, artinya mereka setuju dan siap untuk perburuan yang menentukan.”
halaman:344 Selanjutnya Roni dan pasukannya mengadakan misi penyergapan di tempat
Kalek bersembunyi.
Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
“Helikopter Bell 412 milik TNI Angkatan Darat meraung. Dua kaki lengkungannya terangkat meninggalkan Pelabuhan Udara Banda Neira. Di
atas udara, BAnda Neira tampak gelap, sunyi, dan senyap. Pukul sepuluh malam, kota itu benar-benar disergap sepi. Angkasa malam bercampur dengan
sisa udara penat siang penduduk kota. Bell 412 itu mencacah angkasa bergerak ke arah tenggara. Benda udara imajinasi Leonardo Da Vinci itu
bergerak menuju Pulau Banda Besar.
Roni Damhuri merapatkan kancing jaket yang menyelimuti tubuhnya. Perburuan mutiara yang beberapa hari silam dia perintahkan untuk mengendus
mutiara bibir emas, tidak lagi tampil dalam sosok yang sama. Mereka tidak berpakaian necis layaknya makelar kota yang meyakinkan. Ini bukan
perburuan biasa. Wajah mereka nyaris tidak bisa dikenali. Didandani dengan penyamaran malam untuk hujan tropis. Mereka bukan makelar biasa, mereka
manusia pilihan. Prajurit-prajurit dari komando pasukan khusus. Dua orang di antaranya bagian dari unit Kopassus yang diperbantukan pada Kodam
Pattimura. Perburuan telah mendekati saat yang menentukan. Tajam hidung mereka berhasil mengendus mangsa.” halaman:359
“Penuh percaya diri, Raudal bergerak ke depan. Tidak ada suara dari dalam bangunan perek besar itu. Lima meter dari target sasaran, pepohonan pala
terakhir di depan halaman depan. Raudal mencari perlindungan di baliknya. Empat orang prajurit yang menyertainya melakukan hal serupa. Berlindung di
balik pohon pala. Raudal memberi isyarat pada Roni. Dia mendapatkan anggukan kepala. Raudal menghitung mundur, dia akan menyerbu perek besar
itu.
“10….9…8…7…6…5…4…3…” Sluuuuuuuuuuuttt…sluuuttttt….sluttt……
“ouh…..” Raudal terpana, dia merasakan belati menempel di lehernya. Empat orang
prajurit lainnya juga telah disergap. Dia coba melirik ke samping. Orang- orang itu telah menunggu mereka di atas rimbun dedaunan pohon. Berpakaian
serba gelap, wajah mereka dirajah dengan ornament kelelawar. Nyaris tidak bisa dikenali.
“Tembak” terdengar suara Komandan Peleton di belakang. Bersahutan suara M-16 dan SS1 terkokang.
“Tahan” Roni tidak kalah berungas berteriak. Dia dilAnda kepanikan. Dia tertipu mentah-mentah. Data intelejen tidak bisa diandalkan. Tembakan dari
peleton di belakang artinya kematian untuk Raudal dan empat orang lainnya. Keringat dingin mengucur di sela-sela dahinya.” halaman :367-368
Walaupun misinya gagal karena salah perhitungan intelejen, Roni tetap
membawa Cathleen ke Jakarta. Hal ini karena ada negosiasi antara Roni dan Kalek, jadi kekuatan mereka tidak berimbang. Kalek merasa kasihan dengan Roni
Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009.
sehingga ia melepaskan perempuan itu dengan menukar dirinya agar tidak ditangkap oleh Roni.
“Hei, kenapa Kau tidak bisa berdamai dengan kenyataan? Kau kalah dan aku menang. Kau mesti turut permainanku. Itu baru fair play namanya. Ah, aku
lupa, Kopassus tidak pernah diajarkan fair play, menang dengan segala cara, bukan?
“Aku tidak butuh kuliah darimu.” “Kalau begitu, silakan tinggalkan tempat ini dan tolong antarkan nona
Cathleen ke Jakarta. Terima kasih kasih Bung” halaman:377 Cathleen tetap dilepaskan oleh Kalek, tetapi Lusi masih tetap di tahan oleh
kalek sebagai jaminan.
4.3.6 Pengungkapan Misteri Pengancaman dan Intimidasi. Dalam novel Rahasia Meede ini, Batu sebagai detektif juga memecahkan misteri
penyerangan yang dilakukan Benny dan Darlip, petugas Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta kepada tiga orang peneliti dari Belanda tersebut.
Misteri penyerangan dan pembunuhan terpecahkah ketika Robert berada di tangan Gatot. Gatot sendiri adalah anggota Kalek, dan secara otomatis Kalek mengetahui
apa yang terjadi dengan Robert dan kawan-kawannya itu. “Robert Stephane Daucet, apakah laki-laki Belanda itu baik-baik saja?”
masih ada satu ganjalan dalam pikiran Batu. “Dia aman bersama kami. Jika dia keluar, maka jejaknya akan cepat
tercium. Darmoko akan membinasahkannya. Dia satu-satunya saksi pembunuhan keji yang dilakukan oleh Benny dan Darlip.”
“Jadi, apa rencanamu? Atau Kau ingin menjadikannya seperti Teraklasau?”
“Entahlah. Aku belum berpikir sejauh itu.” halaman:635
4.3.7 Pengungkapan Misteri Penganiayaan Berat