Semiotika Sastra Landasan Teori

Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009. Karena adanya snare perangkap itu, roman detektif biasanya menampilkan pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita. Menurut Faruk dalam Sukapiring,1987:138 “Pemecahan yang tidak terduga itu terjadi karena banyak hal-hal kecil yang terlepas dari perhatian pembaca, padahal hal-hal itu amat penting bagi pemecahan misteri.”

2.1.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan.

2.1.2.1 Semiotika Sastra

Istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani, yaitu semion yang berarti tanda, sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan. Semiotik itu sendiri bukanlah suatu aliran baru dalam pengkajian bahasa atau kesusastraan, melainkan suatu pengembangan lebih lanjut dari aliran yang pernah ada. Semiotik atau ilmu tentang tanda menganggap bahwa fenomena sosialmasyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotika sastra bertujuan untuk menganalisis tanda-tanda atau sistem tanda yang ada dalam sebuah karya sastra lalu mengonvensikannya dengan konvensi sastra sehingga karya sastra itu berarti. “Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009. memungkinkan karya sastra memunyai arti.”Jabrohim,1987:13. Kemudian, Culler dalam Sukapiring, 1987:13 juga mengatakan bahwa “semiotik sastra, yaitu ilmu sastra yang sungguh-sungguh mencoba mengemukakan konvensi- konvensi yang memungkinkan adanya makna, atau berusaha mencari ciri-ciri kode, yang menjadikan komunikasi sastra mungkin.” Hal ini diperkuat dengan pendapat Mukarovsky dan Vodicka Jabrohim, 2001: 98 bahwa “untuk dapat memahami sastra sepenuh-penuhnya sebagai struktur, haruslah diinsafi ciri khas sastra sebagai tanda sign, kemudian tanda itu baru bermakna bila diberi makna oleh pembaca berdasarkan konvensi yang berhubungan dengannya.” Jadi, penginsafan terhadap ciri khas sastra sebagai tanda sign sangat penting, selain itu pengonvensian dalam suatu karya sastra itu juga merupakan salah satu yang sangat penting karena berhubungan dengan pemaknaan sebuah karya sastra. Salah satu konvensi yang ada dalam sastra adalah konvensi roman detektif atau konvensi cerita detektif. Konvensi roman detektif atau cerita detektif ini sendiri sudah disinggung pada bab sebelumnya. Kemudian setelah roman detektif atau cerita detektif dionvensikan maka roman detektif atau cerita detektif menjadi unsur-unsur detektif. Unsur-unsur detektif tersebut terdiri atas unsur kejahatan yang dapat diperinci menjadi beberapa bentuk yaitu , keberadaan mayat atau orang yang terbunuh, penyerangan dan pembunuhan, penculikan, pengancaman dan intimidasi, dan penganiayaan berat. Pada unsur kejahatan yang berbentuk keberadaan mayat atau orang yang terbunuh, tersebut tampak pada pendapat Teeuw yang menyebutkan bahwa “ konvensi roman detektif yang pertama harus ada mayat”. Teeuw,1984:135. Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009. Mayat itu ada karena tindak kejahatan. Kemudian pada uraian di atas terdapat tindak kejahatan penyerangan dan pembunuhan, penculikan, pengancaman dan intimidasi. Hal tersebut tampak pada pendapat Kartono dalam Sukapiring,1987:136 yang menyebutkan bahwa, yang dapat dimasukkan dalam perbuatan kejahatan ialah : 1. pembunuhan, penyembelihan, pencekikan sampai mati, pengracunan sampai mati; 2. perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan; 3. pelanggaran seks dan pemerkosaan; 4. maling, mencuri; 5. pengancaman, intimidasi, pemerasan; 6. pemalsuan, penggelapan; 7. korupsi, penyogokan, penyuapan; 8. pelanggaran ekonomi; 9. penggunaan senjata api dan perdagangan senjata- senjata api; 10. pelanggaran sumpah; 11. bigamy kawin rangkap pada satu saat; 12. kejahatan-kejahatan politik; 13. penculikan; 14. perdagangan dan penyalahgunaan narkotika. Selanjutnya pada uraian di atas terdapat kejahatan berbentuk penganiayaan berat. Hal ini seperti yang dikemukakan Weiner dalam Mulyadi, 2008:6 yang menyebutkan bahwa “jenis-jenis kejahatan sebagai berikut: 1 kejahatan pembunuhan dan pembantaian, 2 perkosaan dengan kekerasan, 3 perampokan, 4 penganiayaan berat, 5 serangan lainnya.” Kemudian pada unsur misteri dapat diperinci menjadi beberapa bentuk yaitu , misteri keberadaan mayat atau orang yang terbunuh, misteri penyerangan dan pembunuhan, misteri penculikan, misteri pengancaman dan intimidasi, dan misteri penganiayaan berat. Misteri-misteri ini hadir karena adanya kejahatan yang timbul, hal ini seperti dikemukakan Teeuw 1987:136-137 bahwa, misteri merupakan salah satu komponen utama roman detektif, dan misteri merupakan komponen yang dideteksi yang harus dipecahkan karena misteri merupakan salah satu komponen yang utama, kehadiran mayat itu penting, kehadiran mayat sesungguhnya hanya merupakan alat bagi kehadiran misteri itu. Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009. Selanjutnya pada unsur detektif dapat diperinci menjadi beberapa bentuk yaitu , Intelejen Sandhi Yudha Kopassus, Kalek dan intelejen yang dungu, pengungkapan misteri keberadaan mayat atau orang yang terbunuh, pengungkapan misteri penyerangan dan pembunuhan, pengungkapan misteri penculikan, pengungkapan misteri pengancaman dan intimidasi, dan pengungkapan misteri penganiayaan berat. Pada unsur detektif terdapat intelejen Sandhi Yudha Kopassus. Koppasus adalah salah satu jenis aparat negara yang tugasnya mengamankan negara demi keamaanan masyarakat. intelejen Sandhi Yudha Kopassus ini juga sering melakukan penyamaran, hal ini seperti yang diungkapkan oleh oleh Sukapiring 1993:6 “detektif dalam menjalankan tugas sering menyamar sebagai tokoh yang berprofesi lain.” Tugas intelejen Sandhi Yudha Kopassus ini seperti yang dikemukakan dalam www.wikipedia_bahasa_indonesia,ensiklopedi.org dijelaskan bahwa “detektif adalah seseorang yang melakukan penyelidikan suatu kejahatan, baik sebagai detektif polisi maupun sebagai detektif swasta.” Pada bentuk detektif di atas terdapat Kalek dan intelejen yang dungu. Kedunguan polisi dan kepintaran si penjahat merupakan bagian yang sering ditampilkan di setiap cerita detektif. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Sudjiman 1984:43 menyebutkan bahwa “konvensi cerita detektif ada empat: 1 di dalam cerita detektif terdapat butir- butir kepintaran si penjahat, 2 kedunguan polisi, 3 kehebatan detektif,dan 4 pengungkapan kejahatan yang mengesankan.” Pengungkapan misteri keberadaan mayat atau orang yang terbunuh, pengungkapan misteri penyerangan dan pembunuhan, pengungkapan misteri penculikan, pengungkapan misteri Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009. pengancaman dan intimidasi, pengungkapan misteri penganiayaan berat merupakan bagian-bagian yang akan dibahas nantinya dalam unsur detektif. Kemudian unsur terakhir yang akan dibahas adalah unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita yang hanya terdiri atas adanya keraguan yang disengaja. Jadi semua tokoh itu diberi latar belakang tertentu, perilaku tertentu yang membuat pembaca menduga bahwa satu di antaranya nanti terbukti sebagai pelaku kegiatan misterius itu. Di dalam cerita detektif, informasi- informasi itu biasanya menggiring pembaca ke arah dugaan yang salah. Kecenderungan semacam inilah yang oleh Barthes dalam Sukapiring, 1987:138 “disebut snare perangkap.” Karena adanya snare perangkap itu, roman detektif biasanya menampilkan pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita. Setelah uraian di atas maka dapat dilakukan pendeskripsian unsur-unsur detektif yang ada di dalam novel Rahasia Meede tersebut. Misalnya unsur kejahatan, kemudian kejahatan-kejahatan apa saja yang ada di dalam novel Rahasia Meede ini dideskripsikan dengan jelas berdasarkan konsep kejahatan. Lihatlah contoh berikut ini. Dalam novel Rahasia Meede, cerita dimulai dari penemuan mayat Amber, sebutan orang luar Daerah Papua. Mayat ini ditemukan oleh Yamkodo, bocah tiga belas tahun dari suku Muyu, bocah putus sekolah. Mayat ini berjenis kelamin laki- laki dan tanpa busana. Hal ini dapat dilihat dalam teks berikut. “Amber ditemukan oleh Martin Yamkodo, bocah tiga belas tahun dari suku Muyu. Bocah putus sekolah itu tengah mencari ikan di sebuah rawa Wiradi Putra : Unsur-Unsur Detektif Dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S. ITO, 2009. kecil. Tepat di tengah rawa, terdapat gundukan tanah mirip pulau kecil yang ditumbuhi semak setinggi lutut paha orang dewasa. Karena rawa itu dipercaya masih hidup kawanan buaya, tidak pernaha ada yang berani menyambangi pulau kecil yang hanya dibatasi air sejauh belasan meter. Martin mungkin orang pertama setelah sekian tahun. Karena menemukan ikan mujair kecil, dia nekat menyeberangi rawa, tetapi di pulau kecil itu, bocah pemberani itu malah terpekik. Dia menemukan sesosok mayat laki-laki telanjang tanpa busana,Amber.” halaman :16. Dari contoh di atas dapat kita lihat bagaimana pendeskripsian unsur-unsur dalam novel Rahasia Meede tersebut. Karena itu, unsur-unsur detektif sebagai suatu tanda yang dikonvensikan mempunyai fungsi penting dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan pendekatan semiotika sastra ini dengan maksud mencoba menguraikan konvensi unsur-unsur detektif pada novel Rahasia Meede.

2.2 Tinjauan Pustaka