Latar Belakang Analisa Kasus Tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak (Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932/Pid.B/2005/PN.MDN)

Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008. USU Repository © 2009 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum. Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran sentral hukum dalam upaya menciptakan suasana yang memungkinkan manusia merasa terlindungi, hidup berdampingan secara damai, dan menjaga eksistensinya di dunia telah diakui. 1 Pengertian tersebut didasarkan pada penglihatan hukum dalam arti kata materiil, sedangkan dalam arti kata formil, hukum adalah kehendak manusia ciptaan manusia berupa norma-norma yang berisikan petunjuk tingkah laku tentang apa yang boleh dilakukan dan tentang apa yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dan dianjurkan untuk dilakukan. Secara umum kita dapat melihat bahwa hukum merupakan seluruh aturan tingkah laku berupa normakaidah baik tertulis maupun tidak tertulis yang dapat mengatur dan menciptakan tata tertib dalam masyarakat yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya berdasarkan keyakinan dan kekuasaan hukum itu. 2 Unsur utama yang dibutuhkan manusia dari hukum adalah ketertiban. Dengan terwujudnya ketertiban, maka berbagai keperluan sosial manusia dalam bermasyarakat akan terpenuhi. Untuk mewujudkan ketertiban itu manusia memunculkan keharusan-keharusan berperilaku dengan cara tertentu yang dirumuskan dalam bentuk kaidah. Ketertiban dan kaidah yang diperlukan manusia 1 Jhonny Ibrahim, Teori Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2005, h. 1 2 Chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h. 21 Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008. USU Repository © 2009 adalah ketertiban dan kaidah yang secara otentik menciptakan kondisi yang memungkinkan manusia secara wajar mewujudkan kepribadiannya secara utuh, yang dengan itu ia dapat mengembangkan semua potensi kemanusiaan seperti apa yang secara bebas dikehendakinya. 3 Unsur kedua yang tidak kalah pentingnya, yakni keadilan. Keadilan senantiasa mengandung unsur penghargaan, penilaian dan pertimbangan. Karena itu mekanisme bekerjanya hukum digambarkan sebagai suatu neraca keadilan. Keadilan menuntut bahwa dalam keadaan yang sama setiap orang harus menerima bagian yang sama pula. Sehubungan dengan keadilan tersebut hukum bersifat kompromistis, karena keadilan manusia tidaklah mutlak. Mengingat, manusia adalah makhluk tidak sempurna, kekhilafan merupakan sifat insani manusia errare humanum est. Aliran hukum alam meyakini bahwa keadilan itu hanya bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, tetapi manusia juga diberi kecakapan dan kemampuan untuk meraba atau merasakan apa yang dinamakan adil. Aliran hukum alam mempercayai bahwa apa yang diamati dalam segala kejadian alam sekitar manusia sudah menumbuhkan dasar-dasar keadilan. 4 Unsur ketiga yang diharapkan dari hukum adalah kepastian legal certainty. Lembaga-lembaga hukum seperti hak milik, status perkawinan, dan kontrak, semuanya harus ditepati oleh para pihak yang mengadakannya. Tanpa kepastian hukum akan muncul kekacauan dalam masyarakat. Oleh karena itu jelas 3 Jhonny Ibrahim, Op.Cit, h. 2 4 Ibid, h. 5 Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008. USU Repository © 2009 bahwa berfungsinya hukum untuk menciptakan ketertiban, keadilan dan kepastian dalam masyarakat. 5 1. Kepentingan hukum perorangan individuale belangen; Banyak kepentingan hukum dalam masyarakat yang dilindungi oleh hukum, yang pada pokoknya dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan besar, yakni: 2. Kepentingan hukum masyarakat sociale of maatschappelijke belangen; 3. Kepentingan hukum negara staatsbelangen. Walaupun dapat dibedakan dalam 3 kelompok kepentingan hukum, namun adakalanya suatu kepentingan hukum dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu golongan kepentingan hukum tersebut. Seperti pada kejahatan pemalsuan. Perkosaan atau pelanggaran terhadap kepentingan hukum atas kepercayaan pada kebenaran obyek yang dipalsukan, tidak saja berupa pelanggaranpenyerangan terhadap kepentingan hukum masyarakat tetapi juga sekaligus terhadap kepentingan hukum negara. Kejahatan mengenai pemalsuan atau disingkat kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu objek yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. 6 Hal itu pula yang terjadi pada pemalsuan ijazah yang semakin marak dewasa ini. Ijazah yang seharusnya diberikan kepada peserta didik sebagai 5 Ibid, h. 7 6 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, h. 2 Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008. USU Repository © 2009 pengakuan terhadap prestasi belajar danatau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang ddiselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi 7 Penggunaan ijazah palsu sebenarnya bukan fenomena baru dalam masyarakat kita. Paling sedikit 2 universitas swasta di Jakarta pada tahun 80-an dihantam oleh kasus ijazah sarjana aspal, asli tapi palsu. Fenomena ijazah palsu semakin menggila pada era reformasi. Hal ini terkait dengan kehidupan demokrasi di Indonesia yang semakin baik. Pemilihan umum yang langsung dan bebas membuka sekian banyak posisi politik, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Dan para calon seakan merasa malu jika hanya bermodalkan ijazah SLTA, apalagi SLTP. Maka ijazah palsu SLTA dan Strata-1 pun laku keras. Komisi Pemilihan Umum KPU, baik di pusat maupun daerah-daerah, menemukan cukup banyak kasus ijazah palsu pada Pemilu 2004 maupun pilkada bulan Juni-Juli 2005. Sayang, hanya ada satu dua kasus ijazah palsu yang sampai ke meja hijau. , bisa didapatkan dan digunakan oleh yang bukan peserta didik. Penggunaan mana biasanya untuk memenuhi syarat rekruitmen dari suatu jabatan. 8 Hal ini tentu sangat ironis, dimana pemerintah sedang gencar-gencarnya berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia SDM Indonesia, melalui berbagai program pembangunan, salah satunya melalui jalur pendidikan. Namun segala upaya pemerintah tersebut terganjal akibat adanya pihak-pihak yang bersedia ‘memudahkan’ bagi orang yang ingin mendapatkan ijazah tanpa perlu mengikuti jalur pendidikan. Bila hal ini dibiarkan terus menerus maka nantinya 7 Pasal 61 ayat 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 8 Tjipta Lesmana, Dugaan Ijazah Palsu Paskah Suzetta, http;www.sinarharapan.co.idberita051219opi01.html, 25-03-2008, 11.20 WIB Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008. USU Repository © 2009 jabatan-jabatan penting pemerintahan dapat diisi oleh orang-orang yang tidak berkompeten karena ijazahnya palsu. Demi mewujudkan ketertiban, keadilan dan kepastian hukum sebagaimana dikemukakan di atas, maka pengaturan pemidanaan terhadap tindak pidana memberikan ijazah tanpa hak ini mutlak perlu diformulasikan dalam peraturan hukum pidana positif. Di Indonesia, hal ini telah diatur baik di dalam KUHP maupun dalam UU di luar KUHP. Dalam KUHP tindak pidana ini digolongkan kedalam Kejahatan Pemalsuan Surat Buku II, Bab XII KUHP. Di luar KUHP, ketentuan mengenai tindak pidana ini diatur dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas. Sebagai peraturan yang lebih khusus, Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas mengatur tindak pidana memberikan ijazah tanpa hak ini pada Bab XX Ketentuan Pidana. Bila dilihat dari Ketentuan Pidana tersebut masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam formulasi pengaturan tindak pidana ini. Hal ini tentu berdampak pada proses penyelesaian tindak pidana ini dalam prakteknya. Misalnya saja, seperti dalam kasus PN Medan Register No. 1932Pid.B2005PN.Mdn. Dalam perkara ini, tindak pidana dilakukan oleh penyelenggara pendidikan tinggi yang dalam hal ini adalah Rektor Universitas Generasi Muda Medan. Bila ditinjau dari Ketentuan Pidana UU Sisdiknas di atas, subjek tindak pidana yang diatur dalam ketentuan tersebut adalah tidak hanya perseorangan, namun juga organisasi ataupun penyelenggara pendidikan yang berbentuk badan hukum. Dengan kata lain, korporasi dapat dibebani Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008. USU Repository © 2009 pertanggungjawaban pidana. Namun, bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi tersebut dan sanksi apa yang dijatuhkan padanya sama sekali tidak diatur secara tegas dalam Ketentuan Pidana tersebut. Hal inilah yang terlihat pada putusan PN Medan dalam kasus di atas. Walaupun telah terbukti bersalah, yang dapat dipidana berdasarkan putusan tersebut hanya Rektor Universitas tersebut sebagai perseorangan. Sedangkan korporasinya, yakni Universitas Generasi Muda Medan tetap beroperasi. Hal inilah salah satu kekurangan dari formulasi tindak pidana dalam Ketentuan Pidana UU tersebut, disamping kekurangan-kekurangan lainnya. Kekurangan mana yang seandainya dieliminasi, dapat lebih mengefektifkan upaya penanggulangan tindak pidana memberikan ijazah tanpa hak ini.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Medepleger Yang Dinyatakan Bersalah Tanpa Di Pidananya Pleger Dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Tinjauan Yuridis Putusan PN NO: 2442/PID.B/2011/PN-MDN)

3 118 106

Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Korupsi di Bidang Perbankan (Studi Putusan PN Jakarta Selatan No: 2068/Pid. B/2005/Pn.Jak.Sel)

1 57 168

Analisis Hukum Terhadap Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan No. Reg. 1576/Pid. B/2010/PN. Medan)

4 52 110

Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 60 119

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur (Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239/Pid.B/2007/PN-Binjai)

1 52 120

Analisa Kasus Tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak (Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932/Pid.B/2005/PN.MDN)

4 52 94

Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah (Studi Putusan Hakim No. 945/PID.B/2010/PN.TK)

0 4 71

Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Yayasan Yang Melakukan Tindak Pidana Penyelenggaraan Pendidikan Tanpa Izin (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Ri Nomor 275 K/ Pid.Sus/ 2012 Tentang Yayasan Uisu)

0 0 9

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9