Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
A. Masalah Kualifikasi Tindak Pidana
Sangat disayangkan, penegasan kualifikasi tindak pidana sebagai kejahatan atau pelanggaran tidak dirumuskan dalam Ketentuan Pidana Undang-undang No.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini bisa menimbulkan masalah, karena perundang-undangan pidana diluar KUHP tetap terikat pada
aturan umum KUHP mengenai akibat-akibat yuridis dari pembedaan antara “kejahatan” dan “pelanggaran”.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, kata-kata “kejahatan” dan “pelanggaran” kini merupakan istilah-istilah sebagai terjemahan dari istilah-istilah misdrijf dan
overtreding dalam Bahasa Belanda. Misdrijf atau kejahatan berarti suatu perbuatan yang tercela dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain
daripada “perbuatan melanggar hukum”. Overtredingen atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang melanggar sesuatu, dan berhubungan dengan hukum, berarti
tidak lain daripada “perbuatan melanggar hukum”. Jadi, sebenarnya arti kata dari kedua istilah itu sama, maka dari arti kata tidak dapat dilihat perbedaan antara
kedua golongan tindak pidana ini.
32
Membedakan “kejahatan” dan “pelanggaran” penting artinya karena di dalam Buku I KUHP terdapat peraturan yang hanya berlaku terhadap kejahatan
dan tidak pada pelanggaran. Kegunaan pembedaan kejahatan terhadap pelanggaran, kita temukan dalam sistematika KUHP yang merupakan “buku
32
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, h. 33
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
induk” bagi semua perundang-undangan hukum pidana, karena dikaitkan dengan akibat hukum yang penting dan tertentu sebagai berikut:
1 Dalam Bab I Buku I KUHP Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 tentang berlakunya
aturan pidana dalam undang-undang menurut tempat, tidak selalu mengenai tindak pidana saja tetapi adakalanya hanya mengenai kejahatan tertentu saja
Pasal 5; 2
Dalam Bab II Buku I KUHP yang mengatur tentang pidana diperbedakan antara lain:
a Masa percobaan pemidanaan , bagi kejahatan lebih lama daripada bagi
pelanggaran pada umumnya Pasal 14 b; b
Pelepasan bersyarat hanya berlaku untuk kejahatan pidana penjara Pasal 15;
c Pencabutan hak-hak tertentu hanya boleh dijatuhkan pada kejahatan
tertentu Pasal 36, 37; d
Pada umumnya ancaman bagi kejahatan lebih berat dibandingkan bagi pelanggaran.
3 Dalam Bab III Buku I KUHP, ditentukan bahwa:
a Putusan hakim untuk menyerahkan seorang anak yang belum cukup umur
kepada pemerintah, hanya jika anak itu telah melakukan ulang suatu kejahatan atau pelanggaran tertentu Pasal 45;
b Adanya pemberatan pidana karena melakukan suatu kejahatan dengan
menggunakan bendera kebangsaan R.I Pasal 52 a. 4
Dalam Bab IV, Buku I KUHP, ditentukan bahwa:
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
a Percobaan melakukan kejahatan dipidana Pasal 53;
b Percobaan melakukan pelanggaran tidak dipidana Pasal 54.
5 Dalam Bab V Buku I, antara lain:
a membantu untuk melakukan suatu kejahatan dipidana, tetapi untuk
pelanggaran tidak Pasal 56, 60; b
“Omkering van Bewijslast” bagi pengurus-pengurus dan sebagainya, hanya berlaku untuk pelanggaran Pasal 59.
6 Dalam Bab VI Buku I, antara lain:
a Untuk pemidanaan beberapa kejahatan sekaligus, umumnya digunakan
absortie-stelsel stelsel penyeraban. b
Untuk pemidanaan beberapa pelanggaran sekaligus, umumnya digunakan comulatie-stelsel stelsel penjumlahan.
7 Dalam Bab VII Buku I, antara lain:
“pengaduan” hanya diatur untuk beberapa kejahatan tertentu saja, sedangkan seseorang yang melakukan suatu pelanggaran, selalu dapat dituntut tanpa
adanya pengaduan. 8
Dalam Bab VIII Buku I antara lain: a
Daluwarsa penuntutan pidana atau penjalanan pidana pada kejahatan umumnya lebih lama waktunya dibandingkan dengan pelanggaran;
b Hanya pada pelanggaran saja ada kemungkinan penyelesaian di luar acara
pidana dengan pembayaran maksimum denda dengan sukarela. 9
Dalam Bab IX Buku I, antara lain:
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
a Pembantuan dan percobaan untuk melakukan kejahatan termasuk dalam
arti kejahatan. Pembantuanpercobaan untuk melakukan pelanggaran, tidak diatur seperti itu;
b Permufakatan samenspanning hanya untuk melakukan kejahatan.
10 Recidive:
a Recidive untuk kejahatan tertentu diatur dalam pasal-pasal: 486,487, dan
488. b
Recidive untuk pelanggaran diatur dalam pasal-pasal yang bersangkutan 489, 492, 495, 501, 517, 530, 536, 540, 541, 542, 544, 545, dan 549.
11 Kesalahan schuld
Pada kejahatan selalu ditentukan, atau dapat disimpulkan adanya salah satu bentuk kesalahan, sedangkan pada pelanggaran tidak.
12 Kualifikasi
Hanya dalam kejahatan dikenal adanya kejahatan ringan pasal-pasal: 302 1, 352 1, 364, 379, 384, 407 1, 482 dan 315 KUHP, sedangkan dalam
pelanggaran tidak dikenal. Berdasarkan riwayat pembentukan KUHP di Nederland dapat diketahui
bahwa yang dipakai sebagai dasar untuk membedakan kejahatan dan pelanggaran adalah dari perbedaan antara “rechtsdelicten” dan “wetsdelicten”. Rechtsdelicten
merupakan perbuatan yang dianggap sebagai bertentangan dengan perikeadilan atau nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Kalau seandainya perbuatan ini tidak
diatur dalam undang-undang dan tidak dikenakan sanksi pidana, maka perbuatan tersebut dalam pandangan masyarakat tetap dianggap sebagai perbuatan yang
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan patut dilarang. Misalnya: membunuh, menipu, mencuri dan sebagainya.
Sedangkan wetsdelicten diartikan sebagai perbuatan yang dilarang dengan hukuman berdasarkan perumusannya dalam undang-undang. Perbuatan ini jika
tidak dilarang dengan tegas dalam undang-undang, maka tidak dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang salah dan patut dihukum. Misalnya:
pelanggaran lalu lintas. Penetapan kualifikasi tindak pidana sebagai “kejahatan” merupakan
“penetapan kualifikasi yuridis” yang mempunyai akibatkonsekuensi yuridis, baik dalam arti konsekuensi yuridis materiel yaitu terikat pada aturan umum dalam
KUHP maupun konsekuensi yuridis formal dalam KUHAP, sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-undang. Penetapan kualifikasi yuridis ini diperlukan
untuk “menjembatani” berlakunya aturan umum KUHP terhadap hal-hal yang tidak diatur dalam UU di luar KUHP. Jadi, identik dengan penetapan kualifkasi
yuridis terhadap suatu perbuatan sebagai “Tindak Pidana Ekonomi” atau sebagai “Tindak Pidana Korupsi” yang juga mempunyai akibat yuridis, yaitu:
13 apabila UU di luar UU Tindak Pidana Ekonomi UU Nomor 7 Drt. 1955
menyebutmenyatakan, bahwa suatu delik adalah “Tindak Pidana Ekonomi”, maka berlakulah ketentuan-ketentuan dalam UU Tindak Pidana Ekonomi itu
lihat Pasal 1 sub 3c UU No. 7 Drt. 1955; 14
apabila UU diluar UU Korupsi UU No. 31 Tahun 1999 menyebutmenyatakan, bahwa suatu delik adalah “Tindak Pidana Korupsi”,
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
maka berlakulah ketentuan dalam UU Korupsi itu lihat Pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999.
33
Demikian pulalah dengan ketentuan KUHP. Karena aturan umum KUHP membedakan antara “aturan umum untuk kejahatan” dan “aturan umum untuk
pelanggaran”, maka apabila aturan umum KUHP itu akan juga diberlakukan terhadap UU di luar KUHP berdasarkan Pasal 103, maka UU di luar KUHP itu
juga harus menyebut kualifikasi yang jelas dari tindak pidana yang diaturnya, apakah merupakan “kejahatan” atau “pelanggaran”.
B. Masalah Subjek Tindak Pidana