Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
mendapatkan perhatian. Banyak karya ilmiah yang membahas tentang penggunaan ijazah palsu, namun belum ada yang membahas tindak pidana
memberikan ijazah tanpa hak. Padahal tanpa adanya oranglembaga yang memberikan ijazah tanpa hak, maka kemungkinan terjadinya penggunaan ijazah
palsu pun semakin kecil. Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri.
Skripsi ini setahu penulis belum pernah ada yang membuat. Kalaupun sudah ada, penulis yakin bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian
keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Gambaran Umum Tindak Pidana
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu Strafbaar feit. Istilah tindak pidana dapat dikatakan berupa istilah
resmi dalam perundang-undangan pidana kita. Hampir seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana, seperti dalam Undang-
undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta Undang-undang No. 19 tahun 2002, Undang-undang No. 11PNPS1963 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Subversi, Undang-undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diganti dengan Undang-undang No. 31 Tahun 1999, dan
perundang-undangan lainnya. Mengenai apa yang dimaksud dengan tindak pidana, ada dua pandangan
berbeda yang berkembang, yaitu pandangan monisme dan dualisme. Pandangan
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
monisme tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatan dengan unsur-unsur mengenai diri orangnya. Hal ini dapat dilihat dari rumusan pengertian
tindak pidana penganut pandangan tersebut. J.E. Jonkers sebagaimana yang dikutip Adami Chazawi, yang merumuskan
peristiwa pidana ialah “perbuatan yang melawan hukum wederrechtelijk yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang
dapat dipertanggungjawabkan”.
9
Begitu pula Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana.
10
Pompe sebagaimana yang dikutip Adami Chazawi, merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang
menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”.
Sedangkan pada pandangan dualisme, memisahkan antara perbuatan dan orang yang melakukan. Hal ini terlihat dari rumusan tindak pidana penganut
paham tersebut.
11
Begitu pula Moeljatno yang dikutip Adami Chazawi, beliau menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikannya sebagai “perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut”.
12
9
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana: Bagian 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, h. 75.
10
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana, Refika Aditama, Bandung, 2003, h. 59
11
Op.Cit, h. 67.
12
Ibid.
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
Dari pandangan demikian, pertanggungjawaban pidana bukanlah menjadi unsur tindak pidana. Kemampuan bertanggungjawab merupakan hal yang lain dari
tindak pidana dalam artian abstrak, yakni mengenai syarat untuk dapat dipidananya terhadap pelaku yang terbukti telah melakukan tindak pidana atau
melanggar larangan berbuat dalam hukum pidana, dan sekali-kali bukan syarat ataupun unsur dari pengertian tindak pidana. Sebagaimana diketahui bahwa orang
yang perbuatannya telah melanggar larangan berbuat tindak pidana tidak selalu dengan demikian dijatuhi pidana.
Jadi, dapat disimpulkan suatu tindak pidana memiliki unsur-unsur yaitu: a
perbuatan; b
melawan hukum bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; c
ancaman pidana bagi yang melanggar larangan. Dari rumusan unsur tersebut dapat dilihat bahwa perbuatan manusia saja
yang boleh dilarang, oleh aturan hukum. Suatu perbuatan yang tidak dikehendaki dilarang oleh masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk peraturan. Perbuatan
yang tidak dikehendaki adalah berupa perbuatan negatif. Artinya, perbuatan yang tidak dikehendaki secara tegas dinyatakan dilarang dalam peraturan perundang-
undangan tertulis. Isi dari peraturan perundang-undangan tersebut berupa perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan. Jadi prinsipnya, semua
perbuatan itu boleh dilakukan kecuali yang dilarang. Sedangkan perbuatan yang
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
dilarang tersebut diatur dalam bahagian bentuk peraturan atau norma yang tertulis atau tidak tertulis.
13
Unsur melawan hukum merupakan suatu sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan, dimana sifat tercela tersebut dapat bersumber pada undang-
undang melawan hukum formilformelle wederrechtelijk dan dapat bersumber pada masyarakat melawan hukum materiilmateriel wederrechtelijk. Karena
bersumber pada masyarakat, yang sering juga disebut dengan bertentangan dengan asas-asas hukum masyarakat, sifat tercela tersebut tidak tertulis.
14
Hazewinkel Suringa dan Moeljatno mengatakan sebagaimana yang dikutip Teguh Prasetyo, sebenarnya unsur melawan hukum itu telah inheren di dalam
setiap delik, dengan kata lain, unsur itu diam-diam selalu dianggap ada di dalamnya. Barangkali akan lebih baik jika unsur itu tidak usah dicantumkan
dengan tegas di dalam pasal-pasal KUHP. Misalnya, Pasal 167 ayat 1 KUHP yang berisi larangan untuk memaksa masuk rumah atau pekarangan dinyatakan
dengan melawan hukum. Seandainya kata-kata dengan melawan hukum itu dihilangkan, bukankah secara diam-diam sudah jelas bahwa memasuki
rumahpekarangan orag lain tanpa izin itu adalah perbuatan melawan hukum karena memang sudah dilarang. Seandainya ada seorang polisi yang hendak
menggeledah, dan pemilik rumah menolak atas dasar Pasal 167 ayat 1 tersebut, polisi itu dapat menunjukkan surat tugas penggeledahan, dengan demikian sifat
13
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, h. 39
14
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Op. Cit, h. 86
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
melawan hukum dihapuskan atas dasar perintah jabatan atau menjalankan undang-undang Pasal 50 dan 51 KUHP.
15
Mencantumkan secara tegas unsur sifat melawan hukum dalam suatu rumusan tindak pidana didasarkan pada suatu alasan tertentu, sebagaimana
tercermin dalam keterangan risalah penjelasan WvS Belanda, yaitu adanya kekhawatiran bagi pembentuk undang-undang, bahwa jika tidak dimuatnya unsur
melawan hukum disitu, akan dapat dipidananya pula perbuatan lain yang sama, namun tidak bersifat melawan hukum, ia berhak melakukan itu. Contoh konkret
Pasal 362, jika tidak dicantumkan unsur melawan hukum dalam rumusan maksu memiliki dengan melawan hukum orang yang mengambil benda-benda di toko
swalayan sebelum membayar di tempat kasir dapat dipidana pula, walaupun mengambil benda-benda itu tidak bersifat melawan hukum materiil. Artinya
jelas bahwa setiap unsur melawan hukum itu dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, sudah pasti ada perbuatan yang sama yang tidak bersifat melawan hukum,
yang jika unsur melawan hukum itu tidak dicantumkan dalam rumusan, orang yang berhak melakukan perbuatan tadi akan dipidana pula. Hal ini tidak
dikehendaki oleh pembuat undang-undang.
16
Sifat tercela ini dinyatakan dalam rumusan tindak pidana dengan pelbagai istilah
17
15
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op.Cit, h. 38.
16
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Op.Cit, h. 87.
17
Ibid, h. 89.
, yaitu sebagai berikut:
Khairu Rizki : Analisa Kasustindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932Pid.B2005PN.MDN, 2008.
USU Repository © 2009
a dengan tegas menyebut melawan hukum wederrechtelijk. Cara inilah yang
paling sering digunakan oleh pembentuk undang-undang, misalnya 362, 368, 369, 372, 378;
b dengan menyebut “tanpa hak atau tidak berhak” atau tanpa wenang zonder
daartoe gerichtigd te zijn, misalnya Pasal: 548, 549c; c
dengan menyebut “tanpa izin” zonder verlof, misalnya pada Pasal 496, 510; d
dengan menyebut “melampaui kekuasaannya” met overschrijding van zijne bevoegdheid, misalnya pada Pasal 430;
e dengan menyebut “tanpa memperhatikan cara yang ditentukan dalam
peraturan umum” zonder inachtneming van de bij algemeene verordening bepaalde vormen pada Pasal 429.
Unsur terakhir yaitu ancaman diancam dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar dipidana.
Pengertian diancam pidana merupakan pengertian umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Apakah inkonkrito orang yang melakukan perbuatan
itu dijatuhi pidana ataukah tidak merupakan hal yang lain dari pengertian perbuatan tindak pidana.
18
2. Tentang Pemalsuan Surat