Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syari’ah Definisi Idz’an

a. Jika terjadi kerugian, cara menyelesaikannya adalah: b. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena keuntungan merupakan pelindung modal. c. Bila kerugian melebihi keuntungan, baru diambil pokok modal.

5. Penerapan Mudharabah dalam Perbankan Syari’ah

Skema Mudharabah yang berlaku antara dua pihak secara langsung, yakni shahibul al-maal berhubungan langsung dengan mudharib. Skema ini adalah skema yang standart yang dapat dijumpai dalam kitab-kitab klasik fiqih Islam. Dan ini sesungguhnya praktek mudharabah yang dilakukan oleh Nabi dan para Sahabat serta umat muslim sesudahnya. Dalam kasus ini, yang terjadi adalah investasi langsung direct financing antara shahib al-mal sebagai surplus unit dengan mudharib sebagai deficit unit. Dalam direct financing seperti ini, peran bank sebagai lembaga perantara intermediary tidak ada. Mudharabah klasik seperti ini tidak efisien lagi dan kecil kemungkinannya untuk dapat diterapkan oleh bank, karena beberapa hal: 1. Sistem kerja pada bank adalah investasi berkelompok, dimana mereka tidak saling mengenal. Jadi kecil sekali kemungkinannya terjadi hubungan yang langsung dan personal. 2. Banyak investasi sekarang ini membutuhkan dana dalam jumlah besar, sehingga diperlukan puluhan bahkan ratus ribuan shahib al-maal untuk sama- sama menjadi penyandang dana untuk satu proyek tertentu. 3. Lemahnya disiplin terhadap ajaran Islam menyebabkan sulitnya bank memperoleh jaminan keamanan atas modal yang disalurkannya 34 . C. ‘Aqdu Al- idz’an dan ketentuannya

1. Definisi Idz’an

Idz’an نﺎ ذإ atau دﺎ إ berasal dari bahasa Arab yang berarti ketundukan dan kepatuhan. 35 Istilah idz’an adalah sebuah istilah yang ditujukan kepada undang- undang yang dibuat oleh orang barat dalam artian draft baku. Sifat dari kontrak ini bahwa tidak adanya kebebasan dalam melakukan kontrak dimana perusahaan sudah menyediakan standar baku dalam kontrak, nasabah hanya diharuskan untuk melampirkan tanda tangan pada kolom yang telah disediakan. Definisi yang diberikan dalam kitab Nazhariyatul ‘Aqdi, mengenai ‘Aqdu Al- Idz’an yaitu Suatu kontrak yang berlangsung antara 2 pihak, dimana nasabah menerima kontrak yang diajukan kepadanya tanpa adanya negosiasi dan tawar- menawar, sehingga posisi nasabah tunduk dan patuh idz’an menerima segala ketentuan yang tercantum di dalam klausul-klausul kontrak. Padahal kondisi seperti ini belumlah dianggap sebagai redha, karena tidak terdapat negosiasi dan tawar-menawar syarat, nisbah bagi-hasil, atau segala sesuatu yang berkenaan 34 Ibid, h.210 35 Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi 2, Surabaya:Pustaka Progressif, 2002, h.447 dengan kebutuhan dari kedua belah pihak. Pilihan terbatas pada menerima atau menolak kontrak dengan segala resikonya take it or leave it 36 . Kerelaan atau keredhaan yang melandasi perikatan antara kedua belahpihak dalam kontrak ini secara zhahir nyata dapat ditemukan, tetapi apabila di pelajari secara mendalam ternyata disadari atau tidak, dirasakan adanya kesan ikrah keterpaksaan oleh nasabah yang menjadi penyebab tidak ditemukannya azas kebebasan dalam berkontrak. 37

2. Sejarah kemunculan ‘Aqdu Al- Idz’an