Barang tersebut dapat diserahkan ketika dilaksanakan akad. c
Barang yang akan dijanjikan harus jelas dan diketahui oleh pihak-pihak yang mengadakan akad agar tidak terjadi silang sengketa di kemudian hari.
d Para ulama kecuali Mazhab Hanafi menetapkan bahwa barang yang dijanjikan
harus barang yang suci, bukan barang yang najis atau terkena najis.
3. Azas- azas perjanjian dalam Islam
Azas-azas perjanjian dalam Islam adalah: 1.
Kebebasan Al-Hurriyah Azas ini merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian Islam, dalam
artian para pihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad freedom of making contract
. Bebas dalam menentukan obyek perjanjian dan bebas menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian, serta bebas menentukan bagaimana
cara menentukan penyelesaian sengketa jika terjadi dikemudian hari. Azas kebebasan berkontrak di dalam hukum Islam dibatasi oleh ketentuan
syari’ah Islam. Dalam membuat perjanjian ini tidak boleh ada unsur paksaan, kekhilafan, dan penipuan.
Dasar hukum mengenai asas ini tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 256, sebagai berikut:
ﺪ ﷲﺎ ﺆ و تﻮ ﺎ ﺮ ﻜ ا ﺪ ﺮ ا ﺪ ﺪ ا اﺮآإ
ﷲاو ﺎﻬ مﺎ ا ﻰ ﻮ ا ةوﺮ ﺎ ﻚ
ا ةﺮ ا
: 256
Artinya: Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam; Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena
itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak
akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui Al-Baqarah: 256
2. Persamaan dan Kesetaraan Al-Musawah
Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak mempunyai kedudukan bargaining position yang sama, sehingga dalam menentukan term and
condition dari suatu akad atau perjanjian setiap pihak mempunyai kesetaraan atau
kedudukan yang seimbang. Dasar hukum mengenai asas persamaan ini tertuang di dalam ketentuan Al-
Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13:
نإ اﻮ رﺎ ﺋﺎ و ﺎ ﻮ آﺎ و ﻰ أو ﺮآذ ﻜ ﺎ إ سﺎ ا ﺎﻬ ﺄ
ﺮ ﷲا نإ ﻜ أ ﷲا ﺪ ﻜ اﺮآأ
تاﺮ ا :
13
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal
Al-Hujurat: 13
3. Keadilan Al-‘Adalah
Pelaksanaan azas ini dalam suatu perjanjian atau akad menuntut para pihak untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan,
memenuhi semua kewajibannya. Perjanjian harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang. Serta tidak boleh mendatangkan kerugian
bagi salah satu pihak. 4.
Kerelaan Al-Ridha
Azas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak, harus didasarkan pada kesepakatan bebas
dari para pihak dan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan, penipuan, dan mis statement.
Dasar hukum adanya asas kerelaan dalam pembuatan perjanjian dapat dibaca dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa ayat 29:
ضاﺮ ةﺮ نﻮﻜ نأ إ ﺎ ﺎ ﻜ ﻜ اﻮ أ اﻮ آﺄ اﻮ اء ﺬ ا ﺎﻬ ﺄ ﺎ ر ﻜ نﺎآ ﷲا نإ ﻜ أ اﻮ و ﻜ
ءﺎ ا :
29
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu
An-Nisa’ :29 Kata suka sama suka menunjukkan bahwa dalam hal membuat perjanjian,
khususnya di lapangan perniagaan harus senantiasa didasarkan pada asas kerelaan atau kesepakatan para pihak secara bebas
15
. 5.
Kebenaran dan Kejujuran Ash-Shidq Bahwa di dalam Islam setiap orang dilarang melakukan kebohongan dan
penipuan, karena dengan adanya penipuan atau kebohongan sangat berpengaruh dalam keabsahan perjanjian atau akad. Perjanjian yang didalamnya mengandung
unsur kebohongan atau penipuan, memberikan hak kepada pihak lain untuk menghentikan proses pelaksanaan perjanjian tersebut.
15
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syari’ah Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007, cet 1, h.56
Dasar hukum mengenai Ash-Shidiq, dapat kita baca dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 70:
اﺪ ﺪ ﻮ اﻮ ﻮ و ﷲا اﻮ اﻮ اء ﺬ ا ﺎﻬ ﺄ بﺰ ﻷا
: 70
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar Al-Ahzab: 70
6. Tertulis Al-Kitabah
Bahwa setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis, lebih berkaitan demi kepentingan pembuktian jika dikemudian hari terjadi sengketa.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 282-283:
ﺎآ ﻜ ﻜ و ﻮ آﺎ ﻰ أ ﻰ إ ﺪ اﺪ اذإ اﻮ اء ﺬ ﺎﻬ ﺄ
ﻜ ﷲا ﺎ آ ﻜ نأ ﺎآ بﺄ و لﺪ ﺎ
ا يﺬ ا
و وأ ﺎ
وأ ﺎﻬ ا
ىﺬ ا نﺎآ نﺈ ،ﺄ و ر ﷲا
و نﺈ ﻜ ﺎ ر ﺪ ﻬ اوﺪﻬ و لﺪ ﺎ و
ﻮه نأ ءاﺪﻬ ا نﻮ ﺮ نﺎ أﺮ و ﺮ
ر ﺎ ﻮﻜ ...
ةﺮ ا :
282 -
283
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang akan ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya
atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki di antaramu. jika tak ada dua oang lelaki, Maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai Al-
Baqarah:282-283
Ayat ini mengisyaratkan agar akad yang dilakukan benar-benar berada dalam kebaikan bagi semua pihak. Bahkan juga di dalam pembuatan perjanjian
hendaknya juga disertai dengan adanya saksi-saksi syahadah, gadai rahn, untuk kasus tertentu, dan prinsip tanggung jawab individu
16
. 7.
Asas Konsensualisme Suatu Kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai kata sepakat, selama
syarat-syarat lainnya sudah terpenuhi. Azas konsensualisme ini merupakan salah satu syarat untuk sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam
pasal 1320 KUPerdata. Tanpa adanya kesepakatan ini, perjanjian tersebut batal demi hukum. Kesepakatan maksudnya adalah seiya-sekata tentang apa yang
diperjanjikan. Dan kesepakatan ini dicapai dengan penuh kesadaran, tanpa paksaan dan tekanan salah satu pihak.
8. Asas Pacta Sunt Servanda Azas Kepastian Hukum
Secara harfiyah berarti janji itu mengikat. Yang dimaksudkan adalah bahwa jika suatu kontrak sudah dibuat secara sah oleh para pihak, maka kontrak tersebut
sudah mengikat para pihak, bahkan mengikatnya kontrak yang dibuat oleh para pihak sama kekuatannya dengan mengikatnya sebuah undang-undang yang
dibuat oleh parlemen dan pemerintah. 9.
Asas Iktikad Baik Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari pasal 11338 ayat 3 KUH Perdata
yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
16
Ibid, h.60
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah
laku yang nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan
penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif. 10.
Asas Kepribadian Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya kepentingan perorangan saja. 11.
Perjanjian Batal demi hukum Yaitu, suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian akan batal demi
hukum jika tidak memenuhi syarat objektif. 12.
Keadaan memaksa overmacht Yaitu suatu kejadian yang tak terduga dan terjadi di luar kemampuannya
sehingga terbebas dari keharusan membayar ganti kerugian. 13.
Asas Canseling Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak memenuhi
syarat objektif dapat dimintakan pembatalan.
14. Asas Obligatoir
Asas obligatoir suatu kontrak maksudnya bahwa setelah sahnya suatu kontrak, Kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak
dan kewajiban di antara para pihak. 15.
Azas Zakwaarneming Dimana bagi seseorang yang melakukan pengurusan terhadap benda orang
lain tanpa diminta oleh orang yang bersangkutan, ia harus mengurusnya sampai selesai
17
. 4.
Hal-hal yang dapat merusak akad
Akad dipandang tidak sah atau sekurang-kurangnya dapat dibatalkan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut:
a. Keterpaksaan atau Dures al-Ikrah
Salah satu asas akad menurut hukum Islam adalah kerelaan al-ridha dari para pihak yang melakukan akad. Implementasi asas ini diwujudkan dalam
bentuk ijab-kabul yang merupakan unsur terpenting dalam akad. Jika sebuah akad dilakukan tanpa adanya kerelaan, berarti akad tersebut dibuat dengan
secara terpaksa. Dilihat dari akibat yang ditimbulkannya, para ulama membagi ikrah
menjadi dua macam, yaitu:
17
Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, cet 1, h.44
1. Pemaksaan sempurna ikhrah tam, yaitu yang berakibat pada hilangnya
jiwa, atau anggota badan, atau pukulan keras yang bisa mengakibatkan cacat fisik pada dirinya atau kerabatnya.
2. Pemaksaan tidak sempuna ikhrah naqish, yaitu mengakibatkan rasa sakit
yang ringan atau berupa pukulan yang ringan. Para ulama mensyaratkan bahwa pemaksaan yang berpengaruh pada
akad adalah pemaksaan yang tidak disyari’atkan tidak dibenarkan secara hukum. Namun jika pemaksaan itu dikehendaki secara hukum, maka
pemaksaan itu tidak berpengaruh. Misalnya, pemaksaan hakim terhadap seseorang yang berhutang untuk menjual kelebihan hartanya dari
kebutuhan untuk membayar utang. b.
Kesalahan mengenai obyek akad Ghalath Ghalath berarti kesalahan, yakni kesalahan orang yang berakad dalam
menggambarkan obyek akad, baik kesalahan dalam menyebutkan zat jenis maupun dalam menyebutkan sifatnya. Misalnya, seseorang membeli
perhiasaan yang diduganya adalah emas, namun ternyata tembaga. Akad seperti ini sama dengan akad pada sesuatu yang tidak ada obyeknya. Dengan
demikian, status hukum jual beli tersebut adalah batal, karena obyek akad yang dikehendaki oleh pembeli tidak ada.
c. Penipuan tadlis atau ketidakpastian taghrir pada obyek akad
Tadlis adalah suatu upaya untuk menyembunyikan cacat obyek akad dan menjelaskan dengan gambaran yang tidak sesuai dengan kenyataannya untuk
menyesatkan pihak yang berakad dan berakibat merugikan salah satu pihak yang berakad tersebut.
d. Ketidak seimbangan obyek akad Ghaban disertai tipuan taghrir
Pengertian Ghaban dikalangan fuqaha adalah tidak terwujudnya keseimbangan antara obyek akad barang dengan harganya, Seperti harganya
lebih rendah atau lebih tinggi dari harga yang sesungguhnya. Sedangkan taghrir
penipuan adalah menyebutkan keunggulan pada barang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
5. Macam-macam Akad