Frekuensi Pemanfaatan Koleksi Perpustakaan Khusus

melayani akan membuat pemustaka nyaman dan senang untuk memanfaatkan koleksi perpustakaan. 3 Ketersediaan Fasilitas Pencarian Temu Kembali Informasi Pada intinya perpustakaan yang menyediakan fasilitas untuk mencari informasi yang ada di perpustakaan akan memudahkan pemustaka dalam menemukan informasi dalam koleksi perpustakaan yang mereka cari. Sehingga kebutuhan informasinya terpenuhi. 25

C. Literatur Kelabu Grey literature

1. Pengertian Literatur Kelabu Grey literature

Grey literature atau literatur kelabu merupakan istilah pada dunia perpustakaan dan pekerja informasi. Istilah ini berasal dari frase Jerman Graue literatur yang berarti literatur kelabu yaitu istilah kolektif untuk semua publikasi penerbit non-terikat. Berdasarkan artikel jurnal yang ditulis oleh Pungki Purnomo, menurut beliau grey literature dipahami oleh banyak kalangan sebagai suatu karya yang merujuk kepada berbagai publikasi yang diterbitkan oleh badan-badan pemerintah, akademik pendidikan, bisnis dan industri baik dalam bentuk tercetak maupun elektronik, adalah jenis publikasi yang tidak dikontrol oleh penerbitan komersial, dan dalam penerbitan tersebut faktor komersial atau bisnis adalah bukan merupakan aktifitas utama dari penerbitan-penerbitan 25 Tatik Ilmiyah, “Pengaruh Pemanfaatan Koleksi Local Content Terhadap Kegiatan Penelitian... ,” Jurnal Ilmu Perpustakaan Vol. 2 No. 2 Tahun 2013, h. 6. Artikel diakses pada 08 Mei 2015 dari http:ejournal-s1.undip.ac.idindex.phpjip. itu. 26 Sependapat dengan Pungki Purnomo, dalam artikelnya The Role of Grey literature in the Science, Irwin Weintrab memaparkan pendapatnya sebagai berikut: “Grey literature refers to publications issued by government, academia, business, and industry, in both print and electronic formats, but not controlled by commercial publishing interests, and where publishing is not the primary business activity of the organization. Grey literature is produced by government agencies, professional organizations, research centers, universities, public institutions, special interest groups, and associations and societies whose goal is to disseminate current information to a wide audience”. 27 Pendapatnya diartikan bahwa literatur kelabu mengacu pada publikasi yang dikeluarkan oleh pemerintah, akademisi, bisnis, dan industri. Baik dalam format tercetak maupun elektronik. Penerbitan literatur kelabu tidak dikendalikan oleh penerbit komersial dan penerbitannya pun bukan kegiatan utama organisasi tersebut. literatur kelabu dihasilkan oleh lembaga-lembaga seperti instasi penerintah, organisasi profesi, pusat penelitian, universitas, lembaga publik, kelompok kepentingan khusus, asosiasi, dan masyarakat yang tujuannya adalah untuk menyebarkan informasi terbaru kepada khalayak luas. Kedua pendapat ahli di atas didukung oleh definisi yang disampaikan pada The Fourth International Conference on Grey literature di Washington, DC, pada Oktober 1999. Konferensi tersebut mendefinisikan secara simpel dan konsisten dari konferensi sebelumnya bahwa grey literature adalah 26 Pungki Purnomo, “Grey Literarure, Koleksi yang Terlupakan pada Perpustakaan Utama UIN ... ,” Jurnal Al-Maktabah, Vol. 9 No. 1 Tahun 2007, h. 39. Artikel diakses pada 16 Juni 2015 dari http:journal.uinjkt.ac.idindex.phpal-maktabaharticleview1618. 27 Weintrab, Irwin, “The Role of Grey Literature in the Science,” Artikel diakses pada 13 Februari 2015 dari http:library.brooklyn.cuny.eduaccessgreyliter.htm. “That which is produced on all levels of gevenment, academics, business, and industry in print and electronic formats, but which is not controlled by commercial publishers”. 28 Didefinisikan bahwa literature kelabu merupakan hasil produksi pada semua tingkah pemerintahan, ekonomi, bisnis, dan industri dalam format tercetak maupun elektronik. Dan tidak dikendalikan oleh penerbit komersial. Sehingga jika disimpulkan dari penjabaran mengenai definisi grey literature diatas adalah Grey literature atau literatur kelabu adalah publikasi yang dikeluarkan dan diproduksi oleh pemerintah, akademisi, bisnis, dan industri, baik dalam format cetak maupun elektronik, tetapi tidak dikendalikan oleh kepentingan penerbitan komersial, dan di mana penerbitan bukan aktivitas bisnis utama organisasi. Literatur kelabu memiliki tujuan yaitu untuk menyebarkan informasi saat ini untuk khalayak luas. Istilah grey literature ini digunakan karena jenis dokumen ini sukar untuk didapatkan dan sulit ditemukan.Grey literature dapat juga disebut dengan istilah local content atau muatan lokal atau dengan kata lain terbitan lokal yaitu bahan pustaka yang diproduksi dan diterbitkan oleh suatu lembaga yang memuat informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tersebut seperti penelitian, seminar, sidang, program-program yang telah dijalankan dan lain sebagainya. Seperti yang dipaparkan oleh Purwono: “Sesungguhnya tiap lembaga atau instansi dari waktu ke waktu menghasilkan dokumen sebagai produk atau hasil tercatatterekam dari kegiatan mereka. Dokumen tersebut ada 28 Frater, Jonathan, dkk., “What Would You Tell Me if I Said Grey Literature?,” Journal of Electronic Resources in Medical Libraries, Vol 4 No. 1-2 Tahun 2007, h. 146. Artikel diakses pada 16 Mei 2015 dari http:dx.doi.org10.1300J383v04n01_13. yang dipublikasikan ada pula yang tidak. Kandungan informasi dari dokumen tersebut adakalanya sangat penting. Bahkan adakalanya merupakan informasi satu- satunya.” 29 Menurut Sulistyo ‐Basuki dalam Rasiman, yang dimaksud dengan koleksi lokal adalah koleksi buku, peta, cetakan, ilustrasi dan materi lainnya yang berkaitan dengan lokasi khusus. 30 Terdapat berbagai definisi muatan lokal untuk bidang ilmu perpustakaan dan informasi. Muatan lokal = Literatur kelabu + Koleksi lokal atau Local Content = Grey literature + Local Collection Menurut Harrods librarians glossary and reference book dalam Liauw, literatur kelabu adalah bahan-bahan perpustakaan yang tidak dipublikasikan melalui jalur publikasi formal semi-published atau tidak tersedia secara komersial. Literatur kelabu pada umumnya sulit dilacak secara bibliografis. Sedangkan koleksi lokal didefinisikan sebagai bahan- bahan perpustakaan yang berhubungan dengan lokasi atau tempat dari perpustakaan di mana koleksi lokal tersebut disimpan. 31 Dalam hal ini kriteria literatur kelabu lebih menekankan pada karakteristik produksi - yang lokal - dari bahan-bahan perpustakaan tersebut, sedangkan kriteria koleksi lokal lebih menekankan pada karakteristik dari topik atau subjeknya yang lokal. Liauw mendefinisikan muatan lokal sebagai: 29 Purwono, Dokumentasi Jogjakarta: Graha Ilmu, 2010, h. 36 30 Rasiman, “Digitalisasi Local Content:Peluasan Pemanfaatan dan Akses Layanan Perpustakaan.” Makalah seminar dan workshop Pemberdayaan Repositori Perpustakaan untuk Meningkatkan Mutu dan Pelayanan Perpustakaan 1 Desember 2011 Medan: Universitas HKBP Nommensen, 2011, h. 3. 31 Tjiek, Liauw Toong, “Open Access: Menyuburkan Plagiarisme?” Jurnal Visi Pustaka Vol. 11 Desember 2009. Artikel diakses pada 18 April 2015 dari http:www.pnri.go.idMajalahOnlineAdd.aspx?id=130.