Faktor - faktor kepuasan kerja Akibat ketidakpuasan kerja

2.1.4 Faktor - faktor kepuasan kerja

Burt dalam Anoraga 2006:82 mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai berikut : a Faktor hubungan antar karyawan, antara lain : ƒ Hubungan langsung antara manager dengan karyawan. ƒ Faktor psikis dan lingkungan kerja. ƒ Hubungan sosial diantara karyawan. ƒ Sugesti dari teman sekerja. ƒ Emosi dan situasi kerja. b Faktor-faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan : ƒ Sikap. ƒ Umur. ƒ Jenis kelamin. c Faktor-faktor luar, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan : ƒ Keadaan keluarga karyawan. ƒ Rekreasi. ƒ Pendidikan. Blum dalam Umar, 2004:217 menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu sebagi berikut : a. Faktor individual, meliputi : umur, kesehatan, watak, dan harapan. b. Faktor sosial, meliputi : hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan. c. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi : upah, pengawasan, ketentraman bekerja, kesempatan untuk maju, penghargaan, hubungan sosial dalam menyelesaikan konflik antar manusia, dan perlakuan yang adil, baik yang menyangkut pribadi maupun tugas. Chiselli Brown dalam Anoraga, 2006:83 mengemukakan mengemukakan bahwa faktor-faktor di bawah ini merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan kepuasan kerja, yaitu : a. Kedudukan. b. Pangkat jabatan. c. Masalah umur. d. Jaminan finansial dan jaminan sosial. e. Mutu pengawasan.

2.1.5 Akibat ketidakpuasan kerja

Robbins dalam Dariyo, 2004:84 mengungkapkan beberapa akibat yang dapat dilakukan oleh seorang individu yang mengalami ketidakpuasan dalam bekerja, yaitu bersikap aktif exit voice dan pasif loyalty neglect . Sikap tersebut dijabarkan lagi menjadi : 1 keluar dari pekerjaan exit, 2 protes voice, 3 tetap setia loyalty, dan bersikap pasif serta acuh tak acuh neglect. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut ini : 1. Keluar dari Pekerjaan Exit Setelah merasakan ketidakpuasan dalam pekerjaan, individu bisa saja langsung menyatakan keluar dari tempat kerjanya dan berusaha lagi melamar atau mencari tempat kerja lain yang sekiranya dapat memenuhi harapannya. 2. Protes Voice Ketidakpuasan yang dialami individu dalam kerjanya tidak membuat putus asa. Ia berpikir positif bagaimana memecahkan kondisi masalah yang dihadapinya. Lalu, ia mencoba membicarakan semua masalah itu dengan pihak atasan decision maker untuk mencari penyelesaian dengan baik. Cara tersebut sebagai langkah protes terhadap hal-hal yang dirasakan bagi karyawan. 3. Tetap Setia pada Pekerjaan Loyalty Walaupun merasa tidak puas, individu kadang bersikap tetap setia pada pekerjaannya, sambil menunggu datangnya perubahan kebijakan atasan yang mengelola lembagainstitusi itu. Dia masih tetap bersikap optimis kalau suatu ketika perubahan yang lebih baik dari sekarang pasti akan dapat terjadi bila ada perubahan aturanpimpinan. Di bawah ini merupakan gambar dari penjelasan di atas : Gambar 2.1 Skema akibat ketidakpuasan kerja Gambar ; Skema akibat ketidakpuasan dalam kerja Robbins dalam dariyo, 2004:84. 4. Bersikap Pasif dan Acuh Tak Acuh Neglect Bisa saja karena merasa tidak diperhatikan perasaannya selama ini, individu mengambil sikap tidak perduli terhadap pekerjaannya. Sikap tidak perduli neglect dan keluar kerja cenderung merupakan tindakan yang bersifat destruktif, artinya tidak baik bagi pihak instansi. Namun bisa dianggap positif bagi individu yang bersangkutan. Sementara itu, sikap loyal, bekerja ataupun protes terhadap atasan merupakan tindakan yang membangun konstruktif untuk kebaikan bagi kedua belah pihak, yaitu lembaga dan individu yang bersangkutan.

2.2 Stres Kerja