Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial Pencegahan Infeksi Nosokomial

d. Bakteremia dan septicemia Bakteremia dan septicemia adalah infeksi siskemik yang terjadi akibat penyebaran bakteri atau produknya dari suatu fokus infeksi kedalam peredaran darah. Menurut Tietjen 2004 Septicemia merupakan keadaan yang gawat, oleh karena itu harus ditangani secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya akibat yang fatal. Bila terlambat, ada kecenderungan mengarah ke keadaan syok dengan angka kematian yang tinggi 50-90. Sebagai pemicu timbulnya bakteremia dan septicemia karena adanya tindakan medis infasif misalnya pemasangan kateter intravaskuler untuk berbagai keperluan seperti pemberian obat, nutrisi parental, hemodialisis, dan sebagainya. Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi siskemik, yaitu demam yang tinggi, serta nadi dan frekuensi pernapasan meningkat. Demam yang ada akan bertahan selama minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretik. Pada anak, secara umum tampak letargi, tidak mau makanminum, muntah, atau diare. Pada daerah kateter vena yang terpasang, kulit tampak merah, edema disertai nyeri, dan kadang-kadang ditemukan eksudat.

2.4.5. Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial

WHO 2002 dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection menyatakan bahwa kepala ruangan bertanggung jawab untuk: 1 Berpartisipasi dalam Komite Pengendalian Infeksi, 2 Mempromosikan pengembangan dan peningkatan teknik keperawatan yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial, dan pengawasan teknik aseptik yang dilakukan oleh perawat dengan persetujuan Komite Universitas Sumatera Utara Pengendalian Infeksi, 3 Mengembangkan pelatihan program bagi setiap perawat, 4 Mengawasi pelaksanaan teknik pencegahan infeksi di ruangan khusus seperti ruang operasi, ruang perawatan intensif, ruang persalinan, dan ruang bayi baru lahir, 5 Pemantauan kepatuhan perawat terhadap kebijakan yang dibuat oleh kepala ruangan. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial berada ditangan tim kesehatan salah satunya petugas bagian perawatan mulai dari kepala bagian perawatan, kepala ruanganbangsal perawatan, serta semua petugas perawatan perawat lainnya selama 24 jam penuh. Dengan demikian tenaga keperawatan merupakan pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial Darmadi, 2008. Peran perawat selain yang diatas adalah bertanggung jawab atas lingkungan yaitu WHO, 2002 : 1 Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan, 2 Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi, 3 Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama jika ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan, 4 Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung, perawat rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan, 5 Mempertahankan suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan yang aman dan memadai di ruangan. Universitas Sumatera Utara

2.4.6. Pencegahan Infeksi Nosokomial

Fokus utama penanganan masalah infeksi dalam pelayanan kesehatan adalah mencegah infeksi. Salah satu upaya pencegahan infeksi nosokomial adalah menerapkan Universal Precaution pada petugas kesehatan atau petugas pelayanan kesehatan. Universal Precaution adalah kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung pada diagnosis penyakitnya Irianto, 2010. Kewaspadaan universal dimaksudkan untuk melindungi petugas layanan kesehatan dan pasien lain terhadap penularan berbagai infeksi dalam darah dan cairan tubuh lain. Menurut WHO 2002 kewaspadaan universal diterapkan dengan cara : a. Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan. b. Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh. c. Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh. d. Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh. e. Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang sekali pakai tidak boleh dipakai ulang. f. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok g. Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis. h. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur i. Buang limbah sesuai prosedur. Universitas Sumatera Utara Menurut Septiari 2012 untuk pencegah infeksi nosokomial harus menerapkan tindakan kewaspadaan universal yaitu mencegah penyebaran berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya diantaranya mencuci tangan dan tindakan invasif sederhana yaitu tindakan memasukkan alat kesehatan ke dalam tubuh dan menyebar ke jaringan seperti pemasangan infus. 1. Mencuci tangan Cuci tangan adalah salah satu prosedur yang paling penting dalam mencegah infeksi nosokomial. Tangan adalah instrumen yang digunakan untuk menyentuh pasien, memegang alat, perabot rumah sakit dan juga untuk keperluan pribadi seperti makan. Ada dua macam mikroorganisme yang ada pada tangan yaitu transien dan residen Simajuntak, 2001. a. Jenis transien berupa mikroorganisme yang ada pada tangan tetapi tidak terus- menerus, misalnya escheria coli. Bakteri transien penting diperhatikan karena mudah menular melalui tangan tetapi juga mudah dihilangkan dengan menggosok tangan dengan air dan sabun atau dengan antiseptik. b. Jenis residen berupa mikroorganisme yang ada terus-menerus pada kulit, seperti species acinetobacter, dan tidak bisa dihilangkan hanya dengan friksi mekanik. Bahan-bahan pencuci tangan, jenis bahan pencuci tangan ada dua, yaitu : a. Sabun, cleanser dan deterjen, dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, tetapi hanya sampai titik tertentu karena hilangnya lemak dari kulit karena terlalu sering cuci tangan diduga meningkatkan daya tahan mikro organism tertentu. Universitas Sumatera Utara Kulit yang kering dan retak karena penggunaan sabun deterjen yang terus menerus juga bias menyebabkan jumlah bakteri ditangan meningkat. b. Larutan antiseptic, jenis ini digunakan untuk mencuci tangan dan membersihkan kulit pada saat : Sebelum dan diantara merawat pasien yang beresiko tinggi, seperti dalam unit perawatan khusus dan ruang gawat darurat, Sebelum tindakankontak dengan pasien yang mengenakan peralatan seperti kateter, Sebelum memasang peralatan seperti kateter, Cuci tangan bedah, Sebelum memegang bayi, Personil ruang operasi sebelum merawat pasien, Sebelum dan selama perawatan pasien yang immunocompromised. Larutan antiseptik atau juga diesebut antimikroba topikal adalah produk yang dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas mikroorganisme atau membunuhnya sehingga menurunkan jumlah total bakteri pada kulit. Sementara, desinfeksi adalah bahan kimia yang ditujukan untuk membunuh mikroorganisme pada benda-benda mati, seperti peralatan, instrumen, meja atau lantai. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit, luka dan membran mukosa. Antiseptik beragam dalam aktivitasnya, efektifitasnya, efek setelah pakai dan rasa pada kulit. Dalam keadaan biasa, pemakaian sabun biasa dan air digabung dengan pembilasan dan ppengeringan secara bersama bias membersihkan tangan dari mikroorganisme tetapi untuk menghindari infeksi nosokomial, dibutuhkan antiseptik yang secara kimia berinteraksi dengan mikroba, sehingga membunuh serta menurunkan pertumbuhan dan aktivitasnya. Antisieptik biasa digunakan untuk : Universitas Sumatera Utara 1. Larutan cuci tangan ketika merawat pasien yang beresiko tinggi. 2. Larutan cuci tangan bedah yang digunakan untuk tim operasi pada tangan dan lengan. 3. Larutan skin prep untuk menyiapkan kulit pasien sebelum dimasukkan alat atau perlakuan lain. 4. Larutan antiseptik untuk perawatan luka dan untuk bagian tubuh lain. Mikroorganisme yang paling rentan terhadap antiseptik antara lain bakteri gram positif dan negatif, fungi dan virus hidrofili seperti polivirus dan rhinovirus. Banyak antiseptik yang efektif terhadap virus hipofili seperti virus influenza, cytomegalovirus, HIV dan penyebab virus hepatitis A dan B. Spora adalah yang paling resisten dari semua mikroorganisme dan kadang tidak bisa dibunuh dengan antiseptik. Tetapi antiseptik cukup efektif dalam mencegah pertumbuhan selanjutnya dan bisa menghilangkannya dari kulit. Kulit manusia tidak bisa disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah pengurangan jumlah mikroorganisme pada kulit terutama pada kuman transien. Antiseptik berinteraksi dengan mikroorganisme dengan cara : Masuk kedalam metabolisme sel sehingga kemampuan sel untuk bertahan dan memperbanyak diri terhambat, Merubah struktur protein sel, biasanya dengan koagulasi protein dan penghancuran sel, Meningkatkan permeabilitas membran plasma sel dan tidak merusak komponen sel dengan cara lisis. Universitas Sumatera Utara 2. Masker dalam Pengendalian Infeksi Menurut Darmadi 2008 menyatakan bahwa masker diapakai untuk melindungi pemakai dari transmisi mikroorganisme yang dapat ditularkan melalui udara dan droplet, atau pada saat adanya kemungkinan terkena cipratan cairan tubuh. Masker sangat penting terutama bagi tenaga medis yang bekerja merawat luka terbuka yang besar, seperti luka operasi atau luka bakar, atau merawat pasien yang terinfeksi dengan penyakit-penyakit yang ditularkan melalui udara atau droplet. Sebaliknya masker juga melindungi pasien dari infeksi yang penularannya melalui udara, terutama bagi pasien di kamar operasi, kamar bersalin dan bayi. Masker yang baik, menutupi hidung dan mulut dengan baik. Masker sekali pakai jauh lebih efektif dibandingkan masker dari kasa katun dalam mencegah transmisi mikroorganisme patogen melalui udara dan droplet. Seharusnya masker diganti bila akan merawat pasien lain atau bila lembab dan tidak boleh digantungkan dileher dan kemudian dipakai kembali. Teknik yang tepat dalam memakai dan melepas masker merupakan bagian penting dari pengendalian infeksi. Masker dipakai sebagai bagian dari usaha kewaspadaan isolasi. Beberapa prinsip penting dalam pemakaian yang harus dipatuhi: a. Pasang dulu masker sebelum memakai gaun atau sarung tangan, juga sebelum melakukan cuci tangan bedah. b. Masker hanya dipakai sekali saja untuk jangka waktu tertentu misalnya tiap menangani satu pasien kemudian dibuang dalam tempat pembuangan yang disediakan untuk itu. Universitas Sumatera Utara Teknik Memakai Masker a. Cuci tangan dan ambil masker dari kontainer, tekuk bagian logam yang akan mengenai hidung sesuai dengan bentuk hidung pemakai hal ini penting untuk mencegah mengalirnya udara nafas lewat bagian samping hidung dan mencegah pengembunan kaca mata. b. Hindarkan memegang-megang masker sebelum dipasang di wajah. c. Pasang masker sehingga menutupi wajah dan hidung. d. Ikatkan tali pada bagian atas dibelakang kepala, dan pastikan bahwa tali lewat di atas telinga. e. Ikat tali bawah dibelakang kepala sejajar dengan bagian atas leher dagu. f. Begitu masker lembab harus segera diganti. g. Jangan membuka masker dari hidung dan mulut dan membiarkan bergelantungan di leher. Teknik Melepas Masker a. Ingat selalu untuk membuka sarung tangan lebih dahulu jika memakai dan cuci tangan, untuk mencegah kontaminasi dari tangan ke muka. b. Lepaskan tali bawah dahulu, baru kemudian yang atas. Tangan harus dalam keadaan sebersih mungkin bila menyentuh leher. c. Lepas masker, gulung talinya mengelilingi masker dan buang ketempat yang telah disediakan. d. Cuci tangan. Universitas Sumatera Utara 2. Sarung Tangan dalam Pengendalian Infeksi Ada dua jenis sarung tangan yaitu steril dan non-steril. Sarung steril lebih mahal dari sarung tangan non-steril examination gloves, karena itu hanya dipakai pada prosedur-prosedur tertentu yang dianggap asepsis bedah. Sedangkan sarung tangan non-steril dipakai pada prosedur-prosedur lainnya Darmadi, 2008. Pemakaian sarung tangan non-steril. a. Sarung tangan harus dipakai apabila ada kemungkinan terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh lapisan mukosa atau kulit pasien yang luka, dan juga untuk memegang benda-benda atau permukaan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh, b. Sarung tangan juga harus dipakai bila seorang tenaga medis memiliki luka terbuka pada tangannya. c. Sarung tangan harus diganti bila merawat pasien berbeda bila bersentuhan dengan ekskresi atau sekresi pasien walaupun menyentuh pasien yang sama. d. Tangan harus segera dicuci setelah sarung tangan dilepas karena sarung tangan bukan pengganti cuci tangan. Sarung tangan steril. a. Sesuai prinsip-prinsip asepsis bedah, sarung tangan steril wajib dipakai dalam prosedur pembedahan baik besar maupun kecil. b. Sarung tangan steril harus dikenakan sebelum melaksanakan prosedur seperti pemakaian kateter, intra vena dan kateter uretral, penggantian pembalut. Universitas Sumatera Utara c. Sarung tangan steril juga harus dipakai dalam melakukan perawatan terhadap pasien yang immune suppressed atau dirawat di ruang isolasi ketat. 2.5. Landasan Teori Landasan teori dalam penelitian ini dengan mengkombinasikan teori L. Green, dan Niven. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia Notoatmodjo, 2010. Lawrence Green dalam Notoatmodjo 2007 menganalisis bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu : a. Faktor perilaku behavioral causes b. Faktor diluar perilaku non behavioral causes Selanjutnya faktor perilaku di pengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor- faktor predisposisi predisposing factors, faktor-faktor pemungkin enabling factors, dan faktor-faktor penguat reinforcing factors. Faktor predisposisi predisposing factors yang mencakup pengetahuan, sikap dan sebagainya, faktor pemungkin enabling factor yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak Universitas Sumatera Utara tersedianya fasilitas-fasilitas dan faktor penguat reinforcement factor yang meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya. Menurut Niven 2008 ada 4 faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan, yaitu pemahaman tentang instruksi, kualitas interaksi, isolasi sosial dan keluarga dan motivasi. Kepatuhan ini akan memengaruhi tindakan seseorang. Gambar 2.1. Landasan Teori Kombinasi Teori Lawrence Green dan Niven Faktor Predisposisi - Pengetahuan - Sikap - Nilai - Variabel demografi Faktor Penguat - Peraturan-peraturan - Pengawasan Faktor Pemungkin - Ketersediaan fasilitas - Lingkungan Fisik Tindakan Kepatuhan Universitas Sumatera Utara

2.6. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Umum Daerah Djoelham Binjai

14 122 86

Supervisi Kepala Ruangan dan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan

9 64 94

Pengaruh Pengawasan Dan Kepatuhan Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Sakit Umum Daerah Kisaran

19 151 144

Karakteristik Penderita Pneumonia Pada Balita Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Sipirok Kabupaten Tapanuli Tapanuli Selatantahun 2001-2005

0 20 96

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan Tahun 2001-2003

0 39 94

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku - Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Kepatuhan Perawat terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sari Mutiara Medan Tahun 2014

0 1 34

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Kepatuhan Perawat terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sari Mutiara Medan Tahun 2014

0 0 7

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014

0 0 18

Supervisi Kepala Ruangan dan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan

1 1 20

PENGARUH PENGAWASAN DAN KEPATUHAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KISARAN TESIS

0 1 16