dari satu unit ke unit lainnya. Mikrobial mungkin mengkontaminasi alat alat, bahan bahan yang kemudian kontak terhadap pasien.
4. Resistensi bakteri
Banyak pasien yang menerima terapi antimikroba. Melalui seleksi dan adanya perubahan elemen resistensi genetik, antibiotic menjadi emergensi dimana
banyak strain bakteri yang resisten terhadap berbagai antimikroba. Resistensi strain bakteri menjadi menetap dan dapat berkembang menjadi endemik di rumah
sakit. Banyak strain Pneumococci, Staphylococci, Enterococci dan tuberculosis resisten terhadap hampir semua antimikroba yang sebelumnya efektif digunakan
sebagai terapi
2.4.4. Jenis Infeksi Nosokomial
Menurut WHO 2002 infeksi nosokomial yang sering terjadi di rumah sakit adalah:
1. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih ISK merupakan infeksi nosokomial yang paling sering terjadi di rumah sakit yang disebabkan oleh bakteriuria nosokomial yaitu
penggunaan kateter urin dengan persentase sekitar 40 dari seluruh infeksi yang terjadi rumah sakit WHO, 2002. Hampir 10 dari seluruh pasien rawat inap di
rumah sakit menggunakan kateter, untuk itu pencegahan ISK merupakan faktor utama dalam mengurangi infeksi nosokomial Tietjen, 2004. Kateter urin yang
dipasang indewelling urinary catheter merupakan rute bagi infeksi asenden ke
Universitas Sumatera Utara
dalam kandung kemih, resiko ini dapat diminimalkan dengan teknik aseptik saat pemasangan dan penanganan keteter Gillespie dan Bamford, 2008.
2. Infeksi sehubungan dengan penggunaan alat intravaskular
Menurut Tietjen 2004, penggunaan alat intravaskular melalui vena maupun arteri, baik untuk memasukkan cairan steril, obat atau makanan, maupun untuk
memantau tekanan darah sentral dan fungsi hemodinamik telah meningkat tajam dan menyebabkan terjadinya infeksi melalui aliran darah, baik lokal peradangan
pada tempat insersi, maupun sistemik terjadinya demam atau septisemia. Alat yang dimasukkan ke aliran darah melewati mekanisme pertahanan kulit normal,
sehingga dapat membuka jalan untuk masuknya mikroorganisme yang berada di kulit tempat pemasangan Tietjen, 2004. Infeksi pengunaan alat intravaskular
ditandai dengan adanya daerah bengkak, kemerahan, panas, adanya nyeri pada kulit disekitar tempat pemasangan alat intravaskular, dan adanya tanda-tanda
infeksi lain seperti demam dan pus yang keluar dari tempat tusukan Tietjen, 2004.
3. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru, dan gangguan pertukaran gas setempat Editor, dalam Septiari, 2012. Resiko infeksi pneumonia terjadi pada pasien
pascaoperasi, terutama untuk mereka yang telah dilakukan bedah torakx atau abdominal Brunner dan Suddarth, 2002.
Universitas Sumatera Utara
4. Infeksi bedah
Infeksi bedah merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah operasi. Infeksi bedah bisa disebabkan oleh teknik bedah, tingkat kontaminasi
pada luka operasi, durasi operasi, status pasien, lingkungan ruang operasi dan organisme dari tim ruang operasi WHO, 2002.
Tietjen 2004 menambahkan jenis infeksi nosokomial yang lain yang sering dijumpai adalah sebagai berikut :
a. Febris Puerperalis
Febris puerperalis atau demam nifas merupakan infeksi yang muncul pascapersalinan pervaginam. Tidak semua persalinan berjalan spontan.
Diperkirakan 7-8 akan mengalami kesulitan atau distoria patologis. Untuk menyelesaikan persalinan distosia ini diperlukan adanya tindakan infasife yang
sering kali membutuhkan instrument medis. Resiko adanya terjadinya trauma jalan lahir serta trauma pada janin. Trauma jalan lahir yang terjadi berupa
robekan, laserasi, serta pendarahan yang dapat menimbulkan infeksi. Trauma juga terjadi karena pengunaan instrument medis untuk mengatasi persalinan.
Terjadinya infeksi karena mikrobia pathogen terutama berasal dari flora normal vagina dan kulit di sekitar perineum, serta instrument medis dan operator.
Beberapa penelitian menyebutkan bakteri penyebab infeksi yaitu Stapylococcus Haemolyticus, Streptococcus Aureus, Escherichia Coli.
Universitas Sumatera Utara
b. Infeksi Saluran Cerna
Seorang pasien yang sedang dirawat dapat digolongakn terjangkit infeksi saluran cerna apabila ditemukan gejala-gejala seperti adanya nyeri perut secara
mendadak kadang-kadang diserati nyeri kepala, nausea dan muntah-muntah yang diikuti diare, dapat disertaitanpa demam. Dikeadaan dengan sindrom
gastroenteritis manifestasi klinis ini dapat muncul setelah beberapa saat penderita mengkonsumsi makananminuman yang disajikan.
c. Infeksi Saluran Napas Bawah
Saluran napas bawah adalah organ vital untuk ventilasi, namun demikian tidak jarang jaringan lunak pada saluran napas ini harus bersentuhan dengan peralatan
medis untuk berbagai indikasi, baik sebagai upaya menegakkan diagnosis, atau bagian dari terapi, maupun sebagai upaya penunjang untuk kasus-kasus di luar
kepentingan saluran napas itu sendiri. Sebagai contoh: tindakan anestesi umum yang harus menggunakan pipa endotrakeal, pipa orofaringeal, atau pipa
nasofaringeal, tindakan laringoskopi atau bronkoskopi, tindakan invasif yang lebih jauh seperti trakeostomi, pemasangan ventilator. Semua tindakan medis
infasif pada contoh kasus-kasus tersebut tentunya bukan tanpa resiko bagi penderitanya. Resiko paling besarnya adalah menyebarnya mikrobia pathogen ke
organ yang terdekat, yaitu paru yang dapat menimbulkan peradangan parenkim paru Darmadi, 2008.
Universitas Sumatera Utara
d. Bakteremia dan septicemia
Bakteremia dan septicemia adalah infeksi siskemik yang terjadi akibat penyebaran bakteri atau produknya dari suatu fokus infeksi kedalam peredaran
darah. Menurut Tietjen 2004 Septicemia merupakan keadaan yang gawat, oleh karena itu harus ditangani secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya
akibat yang fatal. Bila terlambat, ada kecenderungan mengarah ke keadaan syok dengan angka kematian yang tinggi 50-90. Sebagai pemicu timbulnya
bakteremia dan septicemia karena adanya tindakan medis infasif misalnya pemasangan kateter intravaskuler untuk berbagai keperluan seperti pemberian
obat, nutrisi parental, hemodialisis, dan sebagainya. Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi siskemik, yaitu demam yang tinggi, serta nadi dan frekuensi
pernapasan meningkat. Demam yang ada akan bertahan selama minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretik. Pada anak, secara umum tampak letargi,
tidak mau makanminum, muntah, atau diare. Pada daerah kateter vena yang terpasang, kulit tampak merah, edema disertai nyeri, dan kadang-kadang
ditemukan eksudat.
2.4.5. Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial